INOVASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
“Pembelajaran PAI Berbasis Inquiri’’
A. Pendahuluan
Lembaga pendidikan Islam bisa dikategorikan sebagai lembaga industri mulia (noble industri) karena
mengemban misi ganda, yaitu profit sakaligus sosial. Misi profit, yaitu untuk mencapai keuntungan, ini dapat dicapai ketika efisiensi dan efektivitas dana bisa tercapai, sehingga pemasukan (income) lebih besar dari biaya operasional. Misi Sosial bertujuan untuk mewariskan dan menginternalisasikan nilai luhur. Misi kedua ini dapat dicapai secara maksimal apabila lembaga pendidikan Islam tersebut memiliki modal human-capital dan sosial capital yang memadai dan juga memiliki tingkat keefektifan dan efesiensi yang tinggi, itulah sebabnya mengelola lembaga pendidikan Islam tidak hanya dibutuhkan profesionalisme yang tinggi, tetapi juga niat-niat suci lainnya[1], termasuk didalamnya menginovasi berbagai metode pembelajaran.
mengemban misi ganda, yaitu profit sakaligus sosial. Misi profit, yaitu untuk mencapai keuntungan, ini dapat dicapai ketika efisiensi dan efektivitas dana bisa tercapai, sehingga pemasukan (income) lebih besar dari biaya operasional. Misi Sosial bertujuan untuk mewariskan dan menginternalisasikan nilai luhur. Misi kedua ini dapat dicapai secara maksimal apabila lembaga pendidikan Islam tersebut memiliki modal human-capital dan sosial capital yang memadai dan juga memiliki tingkat keefektifan dan efesiensi yang tinggi, itulah sebabnya mengelola lembaga pendidikan Islam tidak hanya dibutuhkan profesionalisme yang tinggi, tetapi juga niat-niat suci lainnya[1], termasuk didalamnya menginovasi berbagai metode pembelajaran.
Pada dasarnya pendidikan Islam menekankan pada “bimbingan” bukan “pengajaran” yang mengandung konotasi otoritatif pihak pelaksana pendidikan, katakanlah guru, dengan bimbingan sesuai dengan ajaran-ajaran Islam, maka anak didik mempunyai ruang gerak yang cukup luas mengaktualisasikan segala potensi yang di milikinya. Disini guru, berfungsi sebagai “fasilitator” penunjuk jalan kearah penggalian potensi anak didik, dengan demikian guru bukanlah segala-galanya, sehingga guru cenderung menganggap anak didik bukan apa-apa, selain manusia yang kosong yang perlu di isi[2]. Dengan kerangka dasar pengertian ini, maka guru menghormati anak didik sebagai individu yang memilliki berbagai potensi, Dari kerangka pengertian dan hubungan antara peserta didik dengan pendidik, dapat pula sekaligus dihindari, apa yang disebut “Bangking concep[3]” dalam pendidikan yang banyak dikritik dewasa ini. Penerapan semacam ini yang dicoba inquiri.
Pendidikan Islam dalam era globalisasi ini menghadapi tantangan terutama moral sosial yaitu kegiatan penataan kehidupan yang paling baik yang seharusnya dialami oleh generasi muda agar mampu menghadapi masa depan dengan integritas (kesatuan) yang tangguh. Untuk itu maka Pendidikan Islam diharapkan mampu menyusun polapikir yang sistematis untuk membina pribadi muslim yang kreatif dan berintegritas tinggi, sehingga mampu menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di masyarakat. Dengan demikian maka pendidikan Islam dapat mengajarkan moral positif yang berakar pada nilai-nilai Islami, sebagai pendorong moral reasoning atau penalaran akhlak yang sangat dibutuhkan untuk menentukan pilihan dan keputusan tentang masalah-masalah baru yang muncul dalam proses pembangunan ini[4].
Keberhasilan proses belajar mengajar dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Baik itu secara teknis maupun nonteknis. Tidak hanya guru dan murid yang berperan dalam keberhasilan pendidikan akan tetapi lebih dari itu juga harus ditunjang aspek lain. Salah satu aspek yang sangat penting dalam rangka mencapai tujuan pendidikan adalah metode.
Seorang guru perlu mengetahui sekaligus mengusai berbagai metode dan strategi belajar mengajar yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Mengingat posisi guru yang sangat signifikan dengan pendidikan sebagai fasilitator dan pembimbing, maka dari sini sesungguhnya guru memiliki tugas yang lebih berat tidak hanya memegang fungsi transfer pengetahuan akan tetapi lebih dari itu guru harus mampu menfasilitasi siswa dalam mengembangkan dirinya disertai dengan bimbingan yang intensif. Oleh karena itu guru dituntut untuk lebih kreatif, selektif dan proaktif dalam mengakomodir kebutuhan siswa guru juga lebih peka terhadap karakteristik maupun psikis siswa. Beberapa usaha yang dapat dilakukan guru dalam rangka menciptakan kondisi yang efektif dan kondusif adalah kecekataan dalam memilih sebuah metode dengan pendekatan emosional dan psikologis siswa untuk itu seorang guru bukan hanya dituntut untuk bisa menguasai teknik pengelolahan kelas, keterampilan, mengajar, pemanfaatan sumber belajar, penguasaan emosional siswa, penguasaan kondisi kelas dan sebagainya.
Dalam pengelolahan kelas dan penguasaan emosional siswa, biasanya sangat tergantung pada metode pengajaran guru disaat kegiatan pembelajaran berlangsung. Jika guru kurang jeli dalam memilih metode Mengajar maka akan menimbulkan kondisi jenuh, membosankan, monoton dan kurang direspon oleh siswa yang berujung pada tidak maksimalnya pemahaman siswa terhadap materi. Oleh karena itu menghindari keadaan seperti itu maka harus diambil sebuah kebijakan dengan menerapkan sebuah metode yang sekiranya dapat mengantisipasi demi tercapainya tujuan belajar. Sebenarnya dari beberapa metode mengajar tersebut tidak ada satupun yang merupakan metode mengajar yang terbaik. Karena hal ini tergantung dari kondisi siswa itu sendiri pada hakikatnya sebuah metode mengajar adalah baik, karena mengandung unsur keaktifan belajar dari semua komponen maka dari itu dalam penilaian metode hendaknya disesuaikan dengan karakteristik dan kondisi siswa.
Selama ini metode yang digunakan oleh guru-guru dalam proses pembelajaran adalah metode pembelajaran konvensional yang hanya meliputi siswa datang, duduk, menulis materi yang telah dituliskan oleh guru dipapan tulis, mendengarkan guru menjelaskan materi dan mengerjakan tugas, dengan menggunakan metode yang masih konvensioanal yaitu metode ceramah, dengan menggunakan metode ceramah cenderung pasif dalam proses pembelajaran, dan cepat bosan bila mendengarkan penjelasan dari guru, banyak siswa yang ngantuk ketika mengikuti pembelajaran.
Dari situasi pembelajaran semacam ini hampir tidak ada kesempatan bagi siswa untuk menuangkan kreatifitasnya (rasa, cipta, karsa) guna mengaktualisasikan potensi dirinya untuk berinovasi, ataupun berbagi diri (sharing) untuk sedini mungkin mengoptimalkan kemampuan, mengidentifikasi, merumuskan, mendiagnosis, dan sedapat mungkin memecahkan masalah (problem solving).
Demikian juga para guru kurang atau hampir tidak di bekali dengan metodologi yang variatif untuk membelajarkan materi pelajaran secara inovatif dan pembelajaran yang aktif (active learning). Pikiran para guru selalu dipenuhi dengan upaya mengajarkan apa yang ada dalam kurikulum dan sedapat mungkin mengejar target mata pelajaran yang telah dirumuskan dalam kurikulum, mereka hampir tidak perpikir akan upaya meyakinkan siswa untuk belajar dikelas maupun di luar kelas yang memiliki relevansi dan kondisi perubahan sosial masyarakat yang ada disekitar kehidupannya. Suatu kondisi yang akan segera mereka temui setelah menyelesaikan studinya, lebih-lebih sekolah yang memiliki misi yang menyiapkan calon pelajar pada jenjang yang lebih tinggi. Seyogyanya sudah harus dibiasakan akan model pembelajaran aktif, sebab tanpa dasar pengalaman belajar aktif akan sangat sulit bagi mereka untuk menerapkan strategi pembelajaran aktif dikelas–kelas yang mereka hadapi.
Model pembelajaran aktif nampaknya merupakan jawaban atas permasalahan tentang rendahnya mutu kualitas pembelajaran ini diharapkan lebih meningkat, sebab pada model pembelajaran ini keaktifan siswa atau peserta didik lebih diutamakan. Dengan pelibatan mereka secara aktif dalam proses pembelajaran, maka mereka mengalami atau bahkan menemukan ilmu yang akan menjadi pengetahuan yang mempribadi. Untuk mencapai kualitas pembelajaran itulah, maka keterampilan guru dalam proses pembelajaran antara lain mencakup; keterampilan merencanakan pembelajaran, keterampilan melaksanakan pembelajaran dan keterampilan mengevaluasi proses pembelajaran baik yang akan dilaksanakan mupun yang sudah dilaksanakan.
Pendekatan pembelajaranpun seharusnya juga diubah, pendekatan pembelajaran yang berorentasi pada guru (teacher oriented) harus diubah menjadi pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa (student oriented) Pentingnya perubahan pendekatan pembelajaran ini dapat kita kaitkan dengan ungkapan filosofis besar cina Konfusius yakni “apa yang saya dengar, saya lupa; apa yang saya lihat, saya ingat; apa yang saya lakukan, saya paham”. Ungkapan Konfisius tersebut memberikan inspirasi terhadap pendekatan pembelajaran dikelas yang sering dikenal dengan istilah (active learning). Dalam model ini, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan ditemukan, dibentuk dan dikembangkan oleh siswa sendiri[5].
Berangkat dari inovasi pembelajaran dan pentingnya perubahan pendekatan pembelajaran yang juga karena tuntutan perubahan kurikulum dan demi peningkatan kualitas out put pendidikan, maka tulisan fokuskan pada pembahasan ini pada metode pembelajaran inquiry.
B. Pembelajaran berbasis inquiri
Inquiry berasal dari bahasa inggris “inquiry”, yang secara harfiah berarti penyelidikan. Carin dan Sund (1975) mengemukakan bahwa inquiry adalah the process of investigation a problem. Adapun Piaget mengemukakan bahwa metode inquiry merupakan metode yang mempersiapkan peserta didik untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari jawabannya sendiri, serta menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan peserta didik lain.[6]
Inquiry adalah yaitu menemukan. Metode inquiry adalah suatu teknik atau cara yang digunakan guru untuk mengajar kedepan kelas, adapun pelaksanaannya sebagai berikut: guru membagi tugas meneliti sesuatu masalah, siswa dibagi beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu. Kemudian mereka mempelajari, meneliti dan membahas tugasnya didalam kelompok. Setelah hasil kerja kelompok mereka mendiskusikan, kemudian baru didiskusikan dalam forum[7].
Metode inquiry adalah cara penyampaian bahan pengajaran dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar mengembangkan potensi intelektualnya dalam jalinan kegiatan yang disusunnya sendiri untuk menemukan sesuatu sebagai jawaban yang meyakinkan terhadap permasalahan yang dihadapkan kepadanya melalui proses pelacakan data dan informasi serta pemikiran yang logis, kritis (teliti dalam menghadapi sesuatu) dan sistematis (teratur).[8]
Pembelajaran dengan metode inquiry merupakan satu komponen penting dalam pembaruan pendidikan. Karena dalam pembelajaran dengan metode ini siswa di dorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri. dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri[9].
Jadi inquiry memberikan kepada siswa pengalaman-pengalaman belajar yang nyata dan kreatif. Siswa diharapkan mengambil inisiatif, mereka dilatih bagaimana memecahkan masalah, membuat keputusan, dan memperoleh keterampilan. inquiry memungkinkan siswa dalam berbagai tahap perkembangannya bekerja dengan masalah-masalah yang sama dan bahkan mereka bekerja sama mencari solusi terhadap masalah-masalah yang sedang dihadapi.
Melakukan inquiry berarti melibatkan diri dalam tanya jawab, mencari informasi dan melakukan penyelidikan. Karena itu metode inquiry dalam proses belajar mengajar adalah strategi yang melibatkan siswa dalam tanya jawab, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan. Dalam pelaksanaan siswa bertanggung jawab untuk memberi ide atau pemikiran dan pertanyaan untuk dieksplorasi (diselidiki), mengajukan hipotesa untuk diuji, mengumpulkan dan mengorganisir data yang dipakai untuk menguji hipotesa dan sampai pada pengambilan kesimpulan yang masih tentative (sebagai percobaan)[10].
Juga pembelajaran inquiri merupakan pembelajaran yang menyenangkan/gembira, dimana dalam prakteknya langsung pada lapangan dan bukan hanya teori, hal ini sebagaimana pendapat (Darmansyah :2010) Hasil penelitian dalam dekade terakhir mengungkapkan belajar yang efektif, jika peserta didik dalam keadaan gembira. Kegembiraan dalam belajar telah terbukti memberikan efek yang luar biasa terhadap pencapaian hasil belajar peserta didik. Bahkan potensi kecerdasan intelektual yang selama ini menjadi “Primadona” sebagai penentu keberhasilan belajar, ternyata tidak sepenuhnya benar, kecerdasan emosional telah memberikan kontibusi yang signifikan terhadap efektivitas pembelajaran disamping kecerdasan intelektual[11].
Ketika peserta didik mendapat rangsangan menyenangkan dari lingkungannya, akan terjadi berbagai”sentuhan tingkat tinggi” pada diri peserta yang membuat mereka lebih aktif dan kreatif secara mental dan fisik, inilah pembelajaran inquiri mental dan fisik diutamakan, ketika tersenyum atau tertawa aliran darahnya akan semakin lancar”menjalar” ke seluruh anggota tubuh yang membuatnya semakin aktif. Otak mereka menerima suplai darah yang memadai (ketika bahagia/tersenyum) akan mempermudahkan mereka berpikir dan memproses informasi, baik dalam memori jangka pendek dan jangka panjang, informasi yang masuk kedalam otak memori yang melibatkan emosi secara mendalam, akan memudahkan siswa mengingat pelajaran saat mereka perlukan, Artinya kenyamanan dan kesenangan yang dinikmati oleh peserta didik itu sangat membantu mereka mencapai hasil belajar secara optimal.
Metode inquiry ini berasal dari John Dewey. Maksud utama metode ini adalah memberikan latihan kepada murid dalam berfikir. Metode ini dapat menghindarkan untuk membuat kesimpulan tergesa-gesa, menimbang-nimbang kemungkinan pemecahan dan menangguhkan pengambilan keputusan sampai terdapat bukti-bukti yang cukup[12].
Metode inquiry juga dikembangkan oleh Suchman untuk mengajar siswa memahami proses penelitian. Metode inquiry menurut Suchman adalah suatu metode yang merangsang murid untuk berfikir, menganalisa suatu persoalan sehingga menemukan pemecahannya. Suchman tertarik untuk membantu siswa melakukan penelitian secara mandiri dan disiplin. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa anak-anak selalu memiliki rasa ingin tahu. Suchman menginginkan siswa mempertanyakan mengapa suatu peristiwa terjadi dan menelitinya dengan cara mengumpulkan data dan mengolah data secara logis. Dengan demikian maka metode inquiry akan memperkuat dorongan alami untuk melakukan eksplorasi dengan semangat besar dan dengan penuh kesungguhan.
Metode ini mengembangkan kemampuan berfikir yang dipupuk dengan adanya kesempatan untuk mengobservasi problema mengumpulkan data, menganalisa data, menyusun suatu hipotesa, mencari hubungan data yang hilang dari data yang telah terkumpul untuk kemudian menarik kesimpulan yang merupakan hasil pemecahan masalah tersebut.
Cara berfikir yang menghasilkan suatu kesimpulan atau keputusan yang diyakini kebenarannya karena seluruh proses pemecahan masalah itu telah diikuti dan di kontrol dari data yang pertama dan yang berhasil dikumpulkan dan di analisa sampai kepada kesimpulan yang ditarik atau ditetapkan. Cara berfikir semacam itu benar-benar dapat dikembangkan dengan menggunakan metode pemecahan masalah.
Inquiry merupakan teknik yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri, serta -menghubungkan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan peserta didik lainnya. inquiry sebagai teknik pengajaran mengandung arti bahwa dalam proses kegiatan mengajar berlangsung harus dapat mendorong dan dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif dalam belajar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode inquiry adalah suatu metode pengajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan sendiri pengetahuan yang sebelumnya belum mereka ketahui.
C. Landasan Filosifis Kontruktivistik Dalam Metode Inquiry
Teori pembelajaran kontruktivistik merupakan teori pembelajaran inquiry, merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan siswa harus menemukan sendiri dan menstransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapakan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susuh payah dengan ide-ide[13]. Konstruktivistik juga merupakan landasan berfikir pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuaan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuaan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata[14].
Menurut teori ini, satu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan dibenaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan siswa kesempatan untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan membelajarkan siswa dengan cara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa kepemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjatnya. Esensi dari teory kontrutivistik dan metode inquiry adalah ide bahwa harus siswa sendiri yang menemukan dan menstransformasikan sendiri suatu informasi kompleks apabila mereka menginginkan informasi itu menjadi miliknya. Kontrutivisme adalah suatu pendapat yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem arti dan pemahaman terhadap realita melalui pengalaman dan interaksi mereka.
Menurut pandangan kontrutivisme anak secara aktif membangun pengetahuan dengan cara terus menerus mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru, dengan kata lain kontrutivisme adalah teori perkembangan kognitif yang menekankan peran aktif siswa dalam membangun pemahaman mereka tentang realita. Pendekatan kontruktivis dalam pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara intensif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami kosep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mediskusikan masalah-masalah itu dengan temannya. Dan pada dasarnya aliran kontrutuvistik menghendaki bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Belajar bermakna tidak akan terwujud hanya dengan mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkontruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Esensi dari teori kontruktivistik adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentrasformasikan suatu informasi kompleks kesituasi lai, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuaan mereka melalui
- Penggunaan Metode Inquiry
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, akan tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan. Siklus Inquiry antara lain:
a. Observasi (observation)
b. Bertanya (questioning)
c. Mengajukan dugaan (Hypothesis)
d. Pengumpulan data (Data Gathering)
e. Penyimpulan (Conclusion)
Langkah-langkah kegiatan menemukan (Inquiry), yaitu:
a. Merumuskan masalah
b. Mengamati atau melakukan observasi
c. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, bagan, table,
dan lainnya.
d. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada teman sekelas,
guru atau audien yang lain[15].
- Tingkatan-tingkatan Inquiry
Berdasarkan komponen-komponen dalam proses Inquiry yang meliputi topik masalah, sumber masalah atau pertanyaan, bahan, prosedur atau rancangan kegiatan, pengumpulan dan analisis data serta pengambilan kesimpulan Bonnstetter (2000) membedakan Inquiry menjadi lima tingkat yaitu praktikum (tradisional hands-on), pengalaman sains terstruktur (structured science experiences), Inquiry terbimbing (guided inquiry), Inquiry siswa mandiri (student directed inquiry), dan Penelitian siswa (student research). Klasifikasi Inquiry menurut Bonnstetter (2000) didasarkan pada tingkat kesederhanaan kegiatan siswa dan dinyatakan sebaiknya penerapan Inquiry merupakan suatu kontinum yaitu dimulai dari yang paling sederhana terlebih dahulu.
a. Traditional hands-on Praktikum (tradisional hands-on) adalah tipe Inquiry yang paling sederhana. Dalam praktikum guru menyediakan seluruh keperluan mulai dari topik sampai kesimpulan yang harus ditemukan siswa dalam bentuk buku petunjuk yang lengkap. Pada tingkat ini komponen esensial dari Inquiry yakni pertanyaan atau masalah tidak muncul,
b. Pengalaman sains terstruktur (structured science experiences), yaitu kegiatan Inquiry di mana guru menentukan topik, pertanyaan, bahan dan prosedur sedangkan analisis hasil dan kesimpulan dilakukan oleh siswa.
c. Jenis yang ketiga ialah Inquiry terbimbing ( guided inquiry ), di mana siswa diberikan kesempatan untuk bekerja merumuskan prosedur, menganalisis hasil dan mengambil kesimpulan secara mandiri, sedangkan dalam hal menentukan topik, pertanyaan dan bahan penunjang, guru hanya berperan sebagai fasilitator.
d. Inquiry Siswa Mandiri (student directed inquiry), dapat dikatakan sebagai Inquiry penuh (Martin-Hansen, 2002) karena pada tingkatan ini siswa bertanggung jawab secara penuh terhadap proses belajarnya, dan guru hanya memberikan bimbingan terbatas pada pemilihan topik dan pengembangan pertanyaan.
e. Tipe Inquiry yang paling kompleks ialah penelitian siswa ( student research ). Dalam Inquiry tipe ini, guru hanya berperan sebagai fasilitator dan pembimbing sedangkan penentuan atau pemilihan dan pelaksanaan proses dari seluruh komponen Inquiry menjadi tangung jawab siswa.
F. Tujuan Metode Inquiry
Tujuan metode inquiry adalah agar siswa terangsang oleh tugas, dan kreatif mencari serta meneliti sendiri pemecahan masalah itu, mencari sumber, dan mereka belajar bersama dalam kelompok. Tujuan utama dari pada penggunaan metode inquiry adalah untuk mengembangkan kemampuan berfikir, terutama di dalam mencari sebab akibat dan tujuan suatu masalah. Metode ini melatih murid-murid dalam cara-cara mendekati dan cara-cara mengambil langkah-langkah bila akan memecahkan suatu masalah yaitu dengan memberikan kepada murid pengetahuan kecakapan praktis yang bernilai bagi keperluan hidup sehari-hari.
Metode ini memberikan dasar-dasar pengalaman yang praktis mengenai bagaimana cara-cara memecahkan suatu masalah dan kecakapan ini dapat diterapkan bagi keperluan menghadapi masalah-masalah lainnya di dalam masyarakat.
Sedangkan menurut Roestiyah tujuan metode inquiry adalah agar siswa terangsang oleh tugas, dan kreatif mencari serta meneliti sendiri pemecahan masalah itu, mencari sumber sendiri dan mereka belajar sendiri dalam kelompok. Mengingat tujuan tersebut di atas maka pemecahan suatu masalah jangan di ajarkan sebagai pengetahuan saja, melainkan harus menjadi alat bagi murid untuk selanjutnya dapat memecahkan masalah sendiri dari segala macam masalah yang mungkin akan dijumpainya, sekarang maupun kelak, di sekolah, di rumah maupun di masyarakat. Tujuan-tujuan lainnya selain dari tujuan utama yang telah disebutkan di atas adalah:
1. Belajar bagaimana bertindak di dalam suatu situasi baru.
2. Belajar bagaimana caranya keluar dari situasi yag sulit.
3. Belajar bagaimana caranya mempertimbangkan suatu keputusan.
4. Belajar bagaimana caranya membatasi suatu persoalan.
5. Belajar bagaimana caranya menemukan pemecahan-pemecahan.
6. Belajar menyadari bahwa setiap masalah pasti ada cara tertentu untuk memecahkannya.
7. Belajar meneliti suatu masalah dari semua sudut pemecahan.
8. Belajar bekerja secara sistematis di waktu memecahkan suatu masalah.
9. Belajar menguji kebenaran suatu keputusan yang telah ditetapkan.
Selain itu juga disebutkan tujuan umum dari latihan inquiry adalah menolong siswa mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan yang dibutuhkan dengan memberikan pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu. Dapat disimpulkan tujuan dari metode inquiry ini adalah untuk membantu siswa dalam mengembangkan intelektual dan ketrampilannya yang timbul dari pertanyaan-pertanyaan dan menyelidikinya untuk mendapatkan jawaban sesuai dengan keingintahuan mereka.
G. Model Penerapan Inquiry
Contoh sederhana tentang pembelajaran AL-Qur’an berbasis inquiri adalah sebagai berikut: Pembelajaran AL Qur’an tentang kandungan ayat “wa’fu anna wagfir lana warhamna” menurut Ath- Thabathaba’i (1983), bahwa “al-al afwu hiya idzhabu atsar adz-dzanbi wal maghfirah satruhu” ayat ini berkaitan dengan QS AL Zalzalah ayat 7-8” Faman ya’mal mistqala zarrah khairan yarah waman ya’mal zarrah syarran yarah”, kemudian dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari menyangkut profil manusia yang hidupnya diwarnai oleh nilai-nilai kebaikan dan keburukan[16].
Contoh lainnya mengenai pembelajaran AL Qur’an dan Hadis yang kandungannya menyangkut aspek keimanan, sebagaimana diketahui bahwa masalah keimanan/aqidah banyak menyentuh aspek metafisika abstrak atau supra-rasional. seorang yang banyak terlatih dengan hal-hal yang bersifat rasional mungkin sulit mencerna dan menghayati hal-hal yang supra-rasional tersebut. Untuk mengatasi kesulitan ini dapat diketahui dengan jalan mengembangkan keimanan berbasis inquiri berbasis kontestual. Melalui pendekatan ini, peserta didik diajak untuk mengamati dan mengkaji peristiwa-peristiwa kehidupan sebagai laboratorium (pendidikan agama islam), baik yang terkait dengan fenomena alam (komologi, flora,fauna, astronomi, geografi, metereologi, oceanografi, kimia, dll), fenomenal sosial, psikologis, budaya, maupun fenomena seseorang yang memiliki komitmen adan loyalitas serta dedikasi yang tinggi terhadap ajaran, nilai-nilai dan petunjuk Tuhan, ataupun sebaliknya seseorang yang kafir. Dari hasil pengamatan dan kajian peristiwa-peristiwa kehidupan (sabagai laboratorium pendidikan agama islam).
Misalnya pembelajran tentang keimanan akan adanya Allah, takdir dan siksa neraka. Dalam hal ini terdapat kisah yang menarik sebagai berikut:
Ada seorang pemuda lulusan dari negeri Paman Sam, kembal ke tanah air, sesampainya dirumah ia meminta kepada orang tuanya untuk mencari seoarng guru agama, kiai, atau siapapun yang bisa menjawab tiga pertanyaannya, Akhirnya orang tua pemud itu mendapatkan orang guru tersebut.
· Pemuda : Anda siapa? Dan apakah bisa menjawab pertanyaan saya?
· Kiai : Saya hamba Allah dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan anda.
· Pemuda : Anda yakin ? sedangkan Profesor dan orang pintar saja tidak mampu menjawab pertanyaan saya.
· Kiai : Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya.
· Pemuda : Saya punya tiga pertanyaan :
1. Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukan wajud Tuhan kepada saya.
2. Apakah yang dinamaka TAQDIR?
3. Kalau setan diciptkan dari api kenapa dimasukkan ke neraka yang dibuat dari api, tentu tidak menyakitkan buat setan, sebab mereka memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak pernah berpikir sajauh itu.
Tiba-tiba kiai tersebut menampar pipi si pemuda dengan keras
· Pemuda : Kenapa Anda kepada saya? (sambil menahan sakit)
· Kiai : Saya tidak marah...Tamparan itu adalah jawaban saya atas tiga pertanyaan yang anda ajukan kepada saya.
· Pemuda : Saya sungguh-sungguh tidak mengerti
· Kiai : Bagaiman rasanya tamparan saya?
· Pemuda : Tentu saja saya merasakan sakit
· Kiai : Anda percaya bahwa sakit itu ada?
· Pemuda : YA
· Kiai : Itulah jawaban pertanyaan pertama : kita semua merasakan keberadaan Tuhan tanpa mampu melihat wajudnya.
· Kiai : apakah anda tadi malam bermimpi bahwa akan ditampar oleh saya?
· Pemuda : Tidak
· Kiai : Apakah pernah terpikir oleh Anda akan menerima sebuah tamparan dari saya hari ini?
· Pemuda : Tidak
· Kiai : Itulah yang dinamakan Takdir
· Kiai : Terbuat dari apa tangan saya yang saya gunakan untuk menampar pipi anda?
· Pemuda : Kulit
· Kiai : terbuat dari apa pipi anda
· Pemuda : kulit
· Kiai : Bagaimana rasanya tamparan saya?
· Pemuda : Sakit
· Kiai : Walaupun setan terbuat dari api, dan neraka terbuat dari api, Jika Tuhan berkhendak maka neraka akan menjadi tempat menyakitkan untuk setan.
H. Keunggulan dan Kelamahan Model Inquiry
Model Inquiry ini memiliki keunggulan yaitu :
a) Dapat membentuk dan mengembangkan konsep dasar kepada siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar ide-ide dengan lebih baik.
b) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru.
c) Mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersifat jujur, obyektif, dan terbuka.
d) Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesanya sendiri.
e) Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik.
f) Situasi pembelajaran lebih menggairahkan.
g) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
h) Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.
i) Menghindarkan diri dari cara belajar tradisional.
Kelemahan model Inquiry :
a) Memerlukan waktu yang cukup lama.
b) Tidak semua materi pelajaran mengandung masalah
c) Memerlukan perencanaan yang teratur dan matang
d) Tidak efektif jika terdapat beberapa siswa yang pasif.
e) Siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental, siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.
f) Keadaan kelas di Indonesia yang pada kenyataannya memiliki jumlah yang tidak ideal per kelasnya membuat pembelajaran inquiry ini kemungkinan besar tidak mencapai hasil yang memuaskan.
g) Ada kritik, bahwa dalam model inquiry ini terlalu mementingkan proses pengertian saja atau lebih banyak menguras aspek kognitif namun kurang memperhatikan perkembangan sikap bagi siswa.
I. Penutup
Dari pemaparan-pemaparan di atas, dapat penulis memberikan kesimpulan bahwa untuk memahami pendidikan secara komprehensif menyeluruh maka kita menggunakan berbagai macam metode, diantarannya adalah Inquiry berasal dari bahasa inggris “inquiry”, yang secara harfiah berarti penyelidikan. Pembelajaran dengan metode inquiry merupakan satu komponen penting dalam pembaruan pendidikan. Karena dalam pembelajaran dengan metode ini siswa di dorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri. dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
Diantara metodenya adalah: Observasi (observation), Bertanya (questioning), Mengajukan dugaan (Hypothesis), Pengumpulan data (Data Gathering), Penyimpulan (Conclusion).
Tujuan utama dari pada penggunaan metode inquiry adalah untuk mengembangkan kemampuan berfikir, terutama di dalam mencari sebab akibat dan tujuan suatu masalah. Metode ini melatih murid-murid dalam cara-cara mendekati dan cara-cara mengambil langkah-langkah bila akan memecahkan suatu masalah yaitu dengan memberikan kepada murid pengetahuan kecakapan praktis yang bernilai bagi keperluan hidup sehari-hari. Waallahu a’lam bisshowab.
Saran-saran :
“Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis memberikan saran dan harapan bahwa metode pembelajaran PAI berbasis inquiry, sudah seharusnya guru guru mempelajari, mendalami dan mempraktikkan dalam proses belajar mengajarnya terutama Guru PAI. Sehingga terwujud pembelajaran yang menyenangkan”.
Daftar Pustaka
Sutiah, Dkk. 2009.. Manajemen Pendidikan Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah. Jakarta : Pernada Media Group,
Silberman & Fatah Yasin, 2008, Dimensi – Dimensi Pendidikan Islam (Malang: UIN – Malang Pres).
Mulyasa, 2008.. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.
Darmansyah. 2010. Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor. Jakarta Bumi Aksara.
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu Dalam Teori Dan Praktek. Jakarta : Prestasi Pustaka,
Slameto. 1993. Proses Belajar Mengajar Dalam Proses Kredit Semester SKS. (Jakarta: Bumi
Aksara,
Nurhadi & A. G Senduk. 2004. Pembelajaran kontekstual (CTL) Dan Penerapannya dalam KBK. (Malang: Universitas Negeri Malang,)
Rostiyah, 1991. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta : PT. Rineka Cipta,)
________, 1989. Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Bima Aksara,)
Sunaryo. 1989. Strategi Belajar Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (Malang: IKIP Malang,)
Muhaimin, 1996. Strategi Belajar Mengajar (Surabaya: CV Citra media,)
___________. 2009. Rekonstruksi Pendidikan Islam. Jakarta : Raja Grafindo
Tim Dosen IAIN Sunan Ampel Malang. Dasar-Dasar Kependidikan Islam (Surabaya: P.T
Karya Aditama)
[1] . Sutiah, Dkk. Manajemen Pendidikan Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah. Jakarta : Pernada Media Group, 2009. Hal.5
[2] . Azymardi Azra. Pendidikan Islam, Tradisi dan modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta. Wacana Ilmu.2002. hal. 6-7
[3] . Bangking Concep of Education, (konsep pendidikan anak) adalah satu istilah yang diperkenalkan Paulo Faire, Pedagogy of the opressed, Pinguin Books. 1978. konsep ini merupakan satu gejala dimana guru berlaku sebagai penyimpan yang memperlakukan murid-muridnya sebagai tempat penyimpan semacam Bank, yang kosong dan perlu diisi. Dalam proses semacam ini murid-murid tidak lebih sebagai gudang, yang tidak kreatif sama sekali. Murid dianggap berada dalam kebodohan absolut (absolute ignorance), ini merupakan satu penindasan kesadaran manusia. membangkitkan kesadaran manusia yang tertindas dalam kultur bisu (cultur of silance) ini diperlukan conscientization atau proses penyadaran.
Karya Aditama) hlm 127.
[5] M. Silberman dalam Fatah Yasin, Dimensi – Dimensi Pendidikan Islam (Malang: UIN – Malang Pres 2008), hlm. 181
[6] Mulyasa. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung : PT Remaja Rosda Karya. 2008., hal. 108
Aksara, 1993) hlm 116.
[9]. Nurhadi & A. G Senduk. Pembelajaran kontekstual (CTL) Dan Penerapannya dalam KBK. (Malang: Universitas Negeri Malang, 2004)
[10] . Sunaryo. Strategi Belajar Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (Malang: IKIP Malang, 1989) hal 117.
[11] . Darmansyah. Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor. Jakarta Bumi Aksara. 2010.hal 3-4
Pustaka, 2007) hlm 26
(Malang: Universitas Negeri Malang, 2004).