Rabu, 12 Juni 2024

IMAN DAN TAQWA

 

IMAN DAN TAQWA


Sunardin, S.Pd.I.M.Pd.I

UNIVERSITAS NEGERI VETEROSEN PAIAN JAKARTA

Email : bima.sunardin@yahoo.com

PENDAHULUAN

 

           

Persoalan iman dan takwa merupakan suatu persoalan yang unik dan menarik sepanjang masa. Iman dan Takwa menjadi modal utama bagi setiap muslim dan merupakan bekal yang paling baik untuk menjamin kebahagiaan dan keselamatan manusia, baik dalam menghadapi urusan dunia maupun akhirat. Takwa meliputi segala gerak manusia, baik gerak hati, gerak fikiran maupun gerak anggota badan. Takwa mengatur efisiensi umur, energi dan segala amal manusia. Ia wajib diterapkan dalam segala segi dan aspek kehidupan, baik secara individual maupun secara sosial[1]. Selain itu, di dalam al-Qur’an juga dijelaskan bahwa takwa merupakan tolok ukur kedekatan seorang hamba dengan Tuhan-Nya[2].

Sebagai orang yang beragama islam, kita sering mendengar kata Taqwa dalam kehidupan sehari-hari. Taqwa merupakan salah satu bukti kecintaan kita kepada Allah SWT, Orang yang bertaqwa bisa kita lihat dengan apa yang dia lakukan sehari-hari, yakni selalu melakukan apa yang telah diperintahkan Allah untuk dikerjakan  dan menjauhi segala yang dilarang Allah itu adalah bukti kecintaan kepada Allah SWT.

Kandungan makna taqwa berkonotasi akan terealisasikannya semua syariat Islam dalam kehidupan seorang muslim. Ia merefleksikan sinegritas antara rasa takut, kepatuhan dan kecintaan seorang hamba kepada Tuhannya, yang membuahkan sebuah ketauhidan yang mutlak. Taqwa juga menjangkau aspek yang sangat luas meliputi Iman, Islam dan Ihsan yang berulang kali disebutkan dalam al-Qur’an dengan beragam derivasi. Oleh sebab itu, pemahaman yang mendalam terhadap terma taqwa menjadi sangat urgen mengingat bahwa ia hadir sebagai tema global yang telah mengundang banyak penafsiran.[3]

Takwa merupakan kualitas jiwa yang Allah gunakan untuk membedakan kemuliaan yang akan diberikan kepada makhluk-Nya. Dengan ketakwaan, seorang hamba dapat selamat di dunia maupun di akhirat karena takwa merupakan bekal terbaik bagi seorang muslim dalam mengarungi kehidupan untuk menuju perjalanan ke akhirat.

Iman dan takwa adalah sebuah konsep yang paling penting untuk diketahui dan diterapkan dalam kehidupan. Begitupun dalam hal mempelajarinya juga merupakan hal yang sangat penting, mulai dari usia paling dini sampai usia paling tinggi (long life education), atau dalam konsep Islam dari buaian sampai ke liang lahat.

Seorang yang bertaqwa (muttaqin) adalah seorang yang menghambakan dirinya kepada Allah SWT dan selalu menjaga hubungan dengannya setiap saat sehingga kita dapat menghindari dari kejahatan dan kemunkaran serta membuatnya konsisten terhadap aturan-aturan Allah. Memelihara hubungan dengan Allah dimulai dengan melaksanakan ibadah secara sunguh-sungguh dan ikhlas seperti mendirikan shalat dengan khusyuk sehingga dapat memberikan warna dalam kehidupan kita, melaksanakan puasa dengan ikhlas dapat melahirkan kesabaran dan pengendalian diri, menunaikan zakat dapat mendatangkan sikap peduli dan menjauhkan kita dari ketamakan. Dan hati yang dapat mendatangkan sikap persamaan, menjauhkan dari takabur dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Segala perintah-perintah Allah tersebut ditetapkannya bukan untuk kepentingan Allah sendiri melainkan merupakan untuk keselamatan manusia.

Penanaman konsep takwa terintegrasi dalam keteladan guru, dosen di lingkungan sekolah/Kampus dan kedalam mata pelajaran tertentu khususnya mata pelajaran agama Islam. Dengan penanaman konsep takwa yang sudah diajarkan disekolah maka diharapkan siswa memiliki pemahaman tentang takwa, dengan pemahaman takwa yang benar siswa diharapkan menjadi manusia yang memiliki rasa takut kepada Allah, memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap tindakan-tindakan yang akan diperbuatnya dan memiliki kekokohan akhlak yang baik

Namun, seiring dengan berkembangnya zaman, jika melihat realitas sekarang moral anak bangsa sudah mulai memudar. Salah satu contoh yang peneliti temukan dalam surat kabar online bahwa anak SD kelas VI di kabupaten Bone Sulawesi Selatan, mereka meracik miras oplosan dan menyuguhkan kepada adik kelasnya.[4].

Selain permasalahan tersebut penggunaan narkoba dan obat-obatan terlarang juga merasuki kalangan anak SD, peneliti menemukan data dari BNN yaitu sebanyak 4,48% anak SD telah menggunakan narkoba. Survey tersebut dilakukan oleh BNN Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan tindak pidana narkoba Maret 2011.5[5].

 

 

a.      Pengertian Iman dan Taqwa  Serta Proses Lahirnya

 

Secara etimologi kata ini merupakan bentuk masdar dari kata ittaqa–yattaqi  ( اتَّقَى- يَتَّقِىْ ), yang berarti ‘menjaga diri dari segala yang membahayakan atau membawa mudharat (kebinasaan). Sejumlah pakar bahasa berpendapat bahwa kata ini lebih tepat diterjemahkan dengan “berjaga-jaga atau melindungi diri dari sesuatu”. Kata takwa dengan pengertian ini dipergunakan di dalam Al-Qur’an, misalnya pada Q.S. al-Mu’min, 40: 45. Kata ini berasal dari kata waqa–yaqi–wiqayah  ( وَقَى- يَقِى- وِقَايَة ), yang berarti ‘menjaga diri’, ‘menghindari’, dan ‘menjauhi’, yaitu menjaga sesuatu dari segala yang dapat menyakiti dan mencelakakan[6]

Di dalam Al-Qur’an kata ini disebut 258 kali dalam berbagai bentuk dan dalam konteks yang bermacam-macam. Kata itu yang dinyatakan dalam bentuk kata kerja lampau  ditemukan sebanyak 27 kali, yaitu dengan bentuk ittaqa  ( اِتَّقَى ) sebanyak 7 kali, antara lain di dalam surat al-Baqarah, 2: 189;  dalam bentuk ittaqaw  ( اِتَّقَوْا ) sebanyak 19 kali, seperti di dalam surat al-Ma’idah, 5: 93;  dan dalam bentuk ittaqaytunna  ( اِتَّقَـيْتُنَّ ) hanya satu kali, ditemukan di dalam surat al-Ahzab, 33: 32. Dari 86 ayat yang menyatakan perintah bertakwa pada umumnya (sebanyak 82 kali) obyeknya adalah Allah, dan hanya 4 kali yang obyeknya bukan Allah  melainkan neraka, hari kemudian dan siksaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ayat-ayat yang berbicara mengenai takwa di dalam Al-Quran pada dasarnya yang dimaksudkan adalah ketakwaan kepada Allah SWT.

Menurut prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA. Kata Taqwa dalam berbagai bentuk dan  konteksnya  didalam Al-Qur’an terdapat 258 ayat yang menjelaskan tentang Taqwa. Takwa artinya menghindar. Orang bertakwa adalah orang yang menghindar. Yang dimaksud oleh ayat ini mencakup tiga tingkat penghindaran. Pertama, menghindar dari kekufuran dengan jalan beriman kepada Allah. Kedua, berupaya melaksanakan perintah Allah sepanjang kemampuan yang dimiliki dan menjauhi larangan-Nya. Ketiga, dan yang tertinggi, adalah menghindar dari segala aktivitas yang menjauhkan pikiran dari Allah swt.

 

Namun Fazlur Rahman lebih cenderung memilih makna takwa yang kedua yaitu berjaga-jaga dan melindungi diri dari sesuatu. Dari arti tersebut dapat dipahami bahwa takwa merupakan tindakan perlindungan diri dari segala perbuatan buruk dan jahat dengan berpegang pada keseimbangan dan kekokohan moral dalam batas-batas yang telah Allah tetapkan. Sehingga kebanyakan kegiatan ritual didalam Al-Qur’an selalu terkait dengan upaya meraih gelar takwa[7].

Kata takwa berasal dari bahasa Arab taqwa ( تَقْـوَى ). Secara

 

 

 

Menurut Abu Tauhied ciri-ciri kepribadian Islami secara umum antara lain, beriman dan bertakwa, giat dan gemar beribadah, berakhlak mulia, sehat jasmani rohani dan aqli, giat menuntut ilmu dan bercita-cita bahagia dunia dan akhirat.3 Hal ini selaras dengan UU Sisdiknas No.20 Tahun 20 Tahun 2003 pasal ketiga tentang dasar, fungsi dan tujuan pendidikan Nasional[8].

Hal ini selaras dengan UU Sisdiknas No.20 Tahun 20 Tahun 2003 pasal ketiga tentang dasar, fungsi dan tujuan pendidikan Nasional. Dengan tujuan dari pendidikan Nasional tersebut beberapa sekolah di Indonesia mempunyai tujuan yang sama yaitu mengembangkan peserta didik menjadi manusia yang bertakwa dan berakhlak mulia, sehingga konsep takwa telah ditanamkan di sekolah di Indonesia khususnya sekolah-sekolah Islam. Taqwa menjadi ciri dan karakterisitik orang beriman dalam menjalankan segala perintah Allah dan menajuhi segala apa apayang di larang Allah SWT[9].

 

Sedangkan menurut pendapat lain ayat dalam al-qur’an yang menjelaskan taqwa ada 216 ayat bahkan 224 ayat.

Namun, Didalam  beberapa ayat dalam Al-qur’an tentang Taqwa hanya mengandung tiga pengertian, Yaitu;

1)      At-Taqwa berarti takut:

 “...dan hanya kepada Akulah (Allah)  kamu harus bertaqwa”.{QS.AL-baqarah:41}

 

 “dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah”. {QS.AL-baqarah:281}

2)      At-Taqwa berarti patuh dan tunduk:

 

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya”; ”.{QS.Ali Imran:102}.

Ibnu abbas berkata, “Taatlah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taat.”

Mujahid mengatakan,”Wajib bagi kita taat kepada Allah. Tidak membantah, senantiasa mengingat-Nya, mensyukuri nikmat-Nya, dan tidak kufur.”

3)      At-Taqwa berarti membersihkan diri dari segala dosa. Dan inilah hakikat taqwa, sebagaimana firman Allah:

 “dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, Maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan/beruntung”.{QS.An-Nur:52}.

       Jadi, Taqwa selain mengandung arti taat dan takut, juga berarti membersihkan diri dari perbuatan maksiat.

       Yang dimaksud dengan takut kepada Allah ialah takut kepada Allah disebabkan dosa-dosa yang telah dikerjakannya, dan yang dimaksud dengan taqwa ialah memelihara diri dari segala macam dosa-dosa yang mungkin terjadi.

 

 

Taqwa menurut bahasa adalah takut, sedangkan menurut istilah menjalani apa yang telah disyariatkan-Nya serta menjauhi segala apa yang dilarang-Nya. Allah memerintahkan orang muslim untuk bertaqwa sebelum memerintahkan hal-hal lain, agar taqwa itu menjadi pendorong bagi mereka untuk melaksanakan perintah–perintah-Nya[10], sebagaimana firman-Nya dalam QS. al-Maidah (5) : 35:

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱبۡتَغُوٓاْ إِلَيۡهِ ٱلۡوَسِيلَةَ وَجَٰهِدُواْ فِي سَبِيلِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ٣٥

 

 “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah Kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan[11].

 

Dari itu di sinilah Allah menyuruh kaum mu’minin supaya bertaqwa kepada-Nya dan mencari jalan yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya dengan melakukan amal soleh dan jangan sampai terpedaya dengan agama mereka, seperti yang dialami orang-orang ahli Kitab.

Hal itu kemudian ditegaskan lagi oleh Allah, dengan menerangkan, bahwa kemenangan dan kebahagiaan hanyalah bias diperoleh dua perkara tersebut. Oleh karenanya, barangsiapa tidak melakukannya, maka dia akan menemui berbagai macam penderitaan, kelak dihari kiamat yang sulit dilukiskan. Ayat ini menyentuh jiwa manusia dengan mengajaknya mendekatkan diri kepada Allah. Ajakan tersebut ditujukan kepada orang-orang yang walau mempunyai secercah iman, sebagaimana dipahami dari penggilan Wahai orang-orang yang beriman, walau hanya sekelumit iman bertakwalah kepada Allah dan hindari siksaan- Nya baik duniawi maupun ukhrawi dan bersungguh-sungguhlah mencari jalan dan cara yang dibenarkan-Nya yang mendekatkan diri kamu kepada-ridha-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, yakni kerahkanlah semua kemampuan kamu lahir dan batin untuk menegakkan nilai-nilai ajaran-Nya, termasuk berjihad melawan hawa nafsu kamu supaya kamu mendapatkan keberuntungan, yakni memperoleh apa yang kamu harapkan baik keberuntungan duniawi atau ukhrawi.

 

Sesungguhnya seluruh kebaikan merupakan buah dari ketaatan kepada Allah. Taat kepada Allah swt akan mengumpulkan kebaikan. Allah menyerukan ketaatan dalam beberapa ayat al-Qur’an. Para Rasul diutus dengan membawa missi ketaatan kepada Allah, agar manusia keluar dari kegelapan hati, menuju pada kema’rifan yang suci. Dan agar manusia dapat bersenang-senang di dalam surga kenikmatan yang abadi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa. Tingginya kenikmatan surga belum pernah terlihat oleh penglihatan mata, tidak pula terdengar oleh telinga, dan bahkan belum terlintas pula dalam hati manusia.

 

Sesungguhnya manusia diciptakan tidak untuk kesia-siaan dan tidak pula hanya sekedar main-main belaka. Tetapi untuk diberikan balasan sesuai dengan amal ibadahnya, bagi mereka yang berbuat jahat akan dibalas dengan kejahatannya, dan bagi orang yang berbuat kebajikan akan dibalas dengan kebajikannya yang lebih baik. Allah, Dialah Tuhan Yang Maha Kaya, yang tidak butuh pada ketaatan manusia dan tidak pula membahayakan-Nya, kemaksiatan-kemaksiatan yang mereka lakukan, serta tidak mengurangi kesempurnaan-Nya sedikitpun.

Jika mereka menyombongkan diri, maka mereka (malaikat) yang di sisi Tuhanmu bertasbih kepada-Nya dimalam dan siang hari, sedang mereka tidak jemu-jemu. Barangsiapa yang beramal soleh maka ia akan berguna bagi dirinya sendiri, dan dan barangsiapa berbuat jahat maka ia akan membahayakan dirinya sendiri[12].

b.     Ruang Lingkup Rukun Iman

c.      Faktor yang Meninngkatkan Iman dan Merusak Iman  Serta Dampaknya  Terhadap Jiwa, Akal, dan Akhlak

d.     Cara Mmemperbaiki Krisis Iman

e.      Iman dan Taqwa Bagi Seorang Muslim

f.       Iman dan Taqwa Melahirkan Sikap Tawakkal Sebagai Implementasi Judgement and decision making.

 


 

Daftar Pustaka

 

Al-Banna, Hasan.( 2007). Tafsir Al-Banna. Surakarta: Aulia Press Solo.

Al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurrahman. (2012). Shahi Tafsir Ibnu Kasir, Pengesahan Hadist Berdasarkan Kitab-kitab Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Abani r.a. dan Ulama Ahli Hadits Lainnya disertai Pembahasan yang Rinci dan Mudah Difahami. Jilid 7. Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir.

Abu Ahmadi, 2018. Psikologi Umum, PT, Jakarta, Rineka Cipta,.

Zakky Mubarok, 2018. Menjadi Cendekiawan Muslim, Kuliah Islam Di Perguruan Tinggi, Jakarta. PT. Yayaan Ukhuwah Insaniah,

M. Quraih Shihab. 1998. Wawasan Al-Qur’an,Tafsir Maudhu’I Atas Berbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan.

Muhammaddin, 2013. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama, Jurnal. JIA/Juni /Th.XIV/Nomor 1/99-114.

Abdul Matin Bin Salman,2014.  Agama dan Manusia, Al-A’raf Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat Diterbitkan oleh Jurusan Tafsi Hadis dan Akidah Filsafat IAIN Surakarta. Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 ISSN: 1693-9867.

Dr. HM. Zainuddin, MA, Manusia Dalam Perspektif  Filsafat, 2013, https://uin-malang.ac.id. Di akses tanggal  23 Juni 2020, Pukul, 10.30.

M. Quraih Shihab (1998). Wawasan Al-Qur’an,Tafsir Maudhu’I Atas Berbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan.  Hal 367.

Rahmat Kamaruddin, Pengertian Agama, http://penaraka.blogspot.com/2012/04/. Di akses tanggal  22 Juni 2020. Pukul 19.20.

Achmad  Gholib. 2006. Study  Islam, Pengantar  Memahami  Agama,  Al-Qur’an al  Hadits  dan Sejarah  Peradaban  Islam.  (Jakarta, Faza Media.

Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan , UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology,  Departemen Antropologi dan Sosiologi, Universitas Malaya amarzali@yahoo.com . file:///C:/Users/user/Downloads/barutulisan%20upn%20silabus/9604-16880-1-SM.pdf.

Nurmadiah,  2019. PENDAIS Volume I Nomor 1, Manusia  Dan Agama  (Konsep Manusia dan  Agama  dalam  Al-quran)  (Dosen Fakultas Agama Islam UIT)Madiah712@gmail.com.

Koentjaraningrat, 1962, Pengantar Antroologi, (yogyakata:),

Rahmat Kamaruddin, Pengertian Agama, http://penaraka.blogspot.com/2012/04/. Di akses tanggal  22 Juni 2020. Pukul 20.00.

De Vos H. 1987. Pengantar Etika, Diterjemahkan oleh Moortono.

Abdul Matin Bin Salman,2014.  Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 ISSN: 1693-9867 Al-A’raf Diterbitkan oleh Jurusan Tafsi Hadis dan Akidah Filsafat IAIN Surakarta.

Al Qazwini, Moustafa, 2003. Panggilan Islam. Jakarta: Pustaka Zahra,

Dr. Muniron dkk, 2010. Studi Islam di Perguruan Tinggi (Jember, STAIN Jember Press,

Harun Nasution,  1985. Islam  Ditinjau  dari  Berbagai  Aspeknya, Jilid I (Cet.V; Jakarta: Universitas Indonesia Press,

Ramayulis. 2007). Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia...hal

Hashi, A. A. 2011. Islamic ethics: An outline of its principles and scope. Revelationand Science,

Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan , UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology,  Departemen Antropologi dan Sosiologi, Universitas Malaya amarzali@yahoo.com file:///C:/Users/user/silabus/9604-16880-1-SM.pdf. hal. 61

Nata, Abuddin, 2011. Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada),

Arifin, HM, 1998. Menguak Misteri Ajaran Agama Agama Besar, ( Jakarta: Golden Trayon Press),

Syaiful Mikdar,  http://fee88isa.blogspot.com/2015/03/hakikat-martabat-dan-tanggung-jawab.html



1Zahri  Hamid,  Takwa  Penyelamat  Umat  (Yogyakarta:  Lembaga  Penerbitan  Ilmiyah, 1975), hlm. 3.

2Achmad  Chodjim,  Kekuatan  Takwa:  Mati  Sebagai  Muslim  Hidup  Sebagai  Pezikir (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2014), hlm.7.

[3] Lailah Alfi, KONSEP TAQWA DALAM AL-QUR’AN, Dosen Universitas Darussalam Gontor, http://afi.unida.gontor.ac.id/2019/02/09/konsep-taqwa-dalam-al-quran/

 

[4] www.merdeka.com.di akses pada tanggal 17 Oktober 2015. pukul : 20.00

[5] 5 www.bnn.go.id. di akses pada tanggal 17 Oktober 2015. pukul : 20.00

[6] Musdah Mulia, Menghayati Kembali Makna Hakiki Taqwa. http://www.mujahidahmuslimah.com/.di akses tanggal 3 Juli 2020. Pukul.12.40.

 

[7] Rahman, Fazlur. 1999. Major Themes Of The Qur’an. Bibliatheca Islamica. Minnieapolis. Hal.30

[8] Tauhied, Abu. 1990. Beberapa Aspek pendidikan Islam. Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta. hal. 26

 

[9] Syaikh Muhammad Abdul Athi Buhairi, Tafsir Ayta-ayat Yaa Ayyuhal-ldzina Aamanu, Terjemah Oleh H. Abdurrahman, & Hj. Umma Faridah, Pustaka Al Kautsar, Jakarta. Hal 185.

[10] Yusuf al-Qarad}awi, Bagaimana..., h. 85-90.

[11]Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Tim Pentashih al-Qur’an, 1997), h. 165.

[12] Moh. Arif, MEMBANGUN KEPRIBADIAN MUSLIM MELALUI TAKWA DAN JIHAD, STAIN Tulung Agung moharif@g.mail.com, Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, Volume 7, Nomor 2, Desember 2013, HAL.346-347.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar