Kamis, 12 Agustus 2021

 

 

 

 

        MANUSIA MEMBUTUHKAN AGAMA

 

Sunardin

DOSEN UNIVERSITAS NEGERI VETERAN JAKARTA

Email : bima.sunardin@yahoo.co  

 PENDAHULUAN

            Kajian tentang manusia merupakan kajian yang sangat menarik, karena manusia merupakan makhluk hidup yang paling sempurna bila di bandingkan dengan  makhluk hidup yang lainnya[1]. Manusia telah dibahas berabad-abad yang lalu sejak manusia itu sendiri wujud di muka bumi[2], para filosof kuno di Yunani sudah mulai berbicara tentang manusia, di samping itu juga bersamaan  berbicara tentang Tuhan dan alam semesta. kajian tentang manusia ini juga pada akhirnya melahirkan berbagai disiplin ilmu, seperti sosiologi, antropologi, biologi, psikologi, dan ilmu-ilmu yang lain termasuk di dalamnya adalah berbicara mengenai kebutuhan manusia terhadap wahyu Ilahi/agama. A Carrel  berpendapat bahwa satu satunya jalan untuk mengenal dengan baik sikap manusia  adalah merujuk kepada wahyu Ilahi, agar dapat menemukan jawabannya[3].

Agama merupakan  risalah yang disampaikan Tuhan kepada para nabi-Nya untuk memberi peringatan kepada manusia[4]. Memberi petunjuk sebagai hukum-hukum sempurna untuk dipergunakan manusia dalam menyelenggarakan tata hidup yang nyata. Mengatur tanggung jawab kepada Allah, kepada masyarakat dan alam sekitarnya.[5]

Bersamaan dengan banyaknya kajian tentang manusia, pada bagian ini akan dibahas suatu kajian tentang Manusia Membutuhkan Agama. Dewasa ini kebutuhan mausia itu beragam. Macam-macam kebutuhan ada kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Kebutuhan primer adalah suatu kebutuhan yang harus dipenuhi sekarang juga dan harus ada tidak boleh diabaikan. Dengan demikian juga termasuk kedalam agama sebagai kebutuhan mutlak yang harus ada dalam kehidupan manusia, agama sebagai kebutuhan primer adalah kebutuhan yang harus ada, kebutuhan yang tidak bisa ditinggalkan sehingga kebutuhan itu harus dipenuhi, maka selalu melekat dalam kehidupan manusia[6]

Untuk membahas hal tersebut yang menjadi pokok masalah dalam tulisan ini adalah untuk menjawab “Mengapa manusia membutuhkan agama ?”, dengan sub pokok bahasan : a. Pengertian agama secara etimologi dan terminology, b. Cara manusia memeluk agama, c. Empat Unsur dalam dalam sebuah agama, d. Pembagian agama menurut ciri dan jenisnya, e. Faktor pendorong manusia memeluk agama, g. Manfaat agama untuk kelangsungan hidup manusia sebagai wujud emosional dan spiritual, h. Harkat dan martabat  manusia sebagai emotonal intellegence.

1.        Pengertian Mannusia dan agama

a.      Pengertian Manusia 

Manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa sebagai khalifah dibumi dengan dibekali akal pikiran untuk berkarya dimuka bumi, Manusia adalah makhluk mukallaf, yang dibebani kewajiban dan tanggung jawab. Dengan akal pikirannya ia mampu menciptakan kreasi spektakuler berupa sains dan teknologi. Manusia juga bagian dari realitas kosmos yang menurut para ahli pikir disebut sebagai  al-kain an-natiq,  “makhluk yang berbicara” dan “makhluk yang memiliki nilai luhur”[7].

Ada beberapa istilah yang digunakan al-Quran untuk menyebut manusia, yaitu insan, basyar, bani Adam, dan dzurriyyati Adam[8]. Kata insan dijumpai dalam al-Quran sebanyak 65 kali. Penekanan kata insan ini adalah lebih mengacu pada peningkatan manusia ke derajat yang dapat memberinya potensi dan kemampuan untuk memangku jabatan khalifah dan memikul tanggung jawab dan amanat manusia di muka bumi.  Kata nas merupakan bentuk jamak dari kata insan yang tentu saja memiliki makna yang sama. Al-Quran menyebutkan kata nas sebanyak 240 kali. Penyebutan manusia dengan nas lebih menonjolkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan dan bersama-sama manusia lainnya.

Kata basyar yang berarti sesuatu yang tampak baik dan indah, bergembira, menggembirakan, menguliti/mengupas (buah), atau memperhatikan dan mengurus suatu. Adapun kata banu atau bani Adam atau dzurriyatu Adam maksudnya adalah anak cucu atau keturunan Adam. Kedua istilah itu digunakan untuk menyebut manusia karena dikaitkan dengan kata Adam, yakni sebagai  bapak manusia atau manusia pertama yang diciptakan Allah dan mendapatkan penghormatan dari makhluk lainnya selain iblis (QS. al-Baqarah [2]: 34).

Artinya. Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir.[9]

Sujud di sini berarti menghormati dan memuliakan Adam, bukanlah berarti sujud memperhambakan diri, karena sujud memperhambakan diri itu hanyalah semata-mata kepada Allah.

Manusia merupakan mahluk Tuhan yang paling sempurna karena manusia memiliki segala unsur dari mahluk hidup lainnya ditambah dengan akal pikiran. Manusia membutuhkan agama karena hal tersebut merupakan fitrah manusia. Tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada Allah dan menjadi khalifah fil ardi. Agama memiliki tujuan untuk menjadikan manusia melakasankan segala peran yang diperintahkan Allah. Sehingga agama mengatur segala sendi kehidupan manusia dan dapat dikatakan agama merupakan pengatur manusia untuk menjalankan perannya di muka bumi (Q.S. Al Baqarah: 30).

وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٞ فِي ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةٗۖ قَالُوٓاْ أَتَجۡعَلُ فِيهَا مَن يُفۡسِدُ فِيهَا وَيَسۡفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۖ قَالَ إِنِّيٓ أَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُونَ ٣٠

Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui[10]."

b.   Pengertian Agama

    Di masyarakat Indonesia, selain kata agama, dikenal pula kata di>n ( دِي نٌ ) yang berasal dari bahasa ‘Arab dan kata religi dari bahasa Eropah. Kata “agama” berasal dari kata Sanskerta. Ada satu pendapat yang mengatakan bahwa kata itu tersusun dari dua kata, a yang berarti tidak, dan gam yang berarti pergi. Jadi, “agama” berarti “tidak pergi, tetap di tempat, dan diwarisi secara turun-temurun”[11]. Jadi agama berarti tidak berantakan atau teratur. Dengan makna ini, dapat dipahami bahwa agama memberikan serangkaian aturan kepada para penganutnya sehingga hidupnya tidak berantakan. Agama menyampaikan para pemeluknya kepada suatu cara hidup yang teratur.

Di>n dalam bahasa Semit berarti “undang-undang atau hukum”. Dalam bahasa Arab, kata ini mengandung arti “menguasai, menun-dukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan”. Agama memang membawa peraturan-peraturan yang merupakan hukum yang harus dipatuhi orang.

Religi berasal dari bahasa Latin. Ada sejumlah ahli yang berpendapat bahwa asal kata religi adalah relegere, yang mengandung arti mengumpulkan, membaca. Agama memang merupakan kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan yang tertuang dalam kitab suci yang harus dibaca.

Selain itu, dikenal pula istilah religion bahasa Inggris, religio atau religi  dalam bahasa Latin, al-din dalam bahasa Arab, dan dien dalam bahasa Semit. Kata-kata itu ditengarai memiliki kemiripan makna dengan kata “agama” yang berasal dari bahasa Sansekerta itu. Religious (Inggris) berarti kesalehan, ketakwaan, atau sesuatu yang sangat mendalam dan berlebih-lebihan.Yang lain menyatakan bahwa religion adalah: (1) keyakinan pada Tuhan atau kekuatan supramanusia untuk disembah sebagai pencipta dengan penguasa alam semesta; (2) sistem kepercayaan dan peribadatan tertentu[12].

Dari makna etimologis ini, agama dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan atau ketentuan hidup yang melekat dalam diri manusia agar hidupnya teratur yang merupakan cara menuju suatu dalam agama ini harus bersumber dari sesuatu yang dipandang melebihi kekuasaan manusia, yakni Tuhan. kehidupan yang selamat. Yang harus juga ditegaskan di sini adalah bahwa aturan Lepas dari keragaman istilah yang terkait dengan agama seperti dijelaskan di atas, intisari keberagamaan adalah ikatan. Agama mengandung arti ikatan yang mengikat dan harus dipegang dan dipatuhi oleh manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh yang besar sekali dalam kehidupan sehari-hari manusia. Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang lebih besar di luar diri manusia, yang bersifat gaib atau tak dapat ditangkap dengan pancaindera

Agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang terkandung dalam kitab suci yang turun temurun diwariskan oleh suatu generasi ke generasi dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat yang di dalamnya mencakup unsur kepercayaan kepada kekuatan gaib yang selanjutnya menimbulkan respon emosional dan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup tersebut tergantung pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan gaib tersebut.

Sedangakan Agama Islam adalah agama Allah, dari Allah dan milik Allah. Diamanatkan kepada umat pengikut utusan Allah. Jadi, sejak jaman Nabi Adam, Musa, dan Isa agama Allah adalah Islam,  makna Islam dapat dipersempit lagi sebagai agama yang diamanatkan kepada umat pengikut Rasulullah, Muhammad SAW. Agama, dalam hal ini adalah islam,  Islam (اسلام ) berasal dari kata-kata: salam (سلام ) yang berarti damai dan aman salamah (سلامة ) berarti selamat istilah islaam (الاسلام ) sendiri berarti penyerahan diri secara mutlak kepada Allah SWT untuk memperoleh ridho-Nya dengan mematuhi perintah dan larangan-Nya[13].

Agama Islam terdiri atas akidah dan syariat: akidah atau kepercayaan (ilmunya) syariat peribadatan syariat akhlak (moral) dan muamalah, Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan dibenarkan serta diakui oleh Allah SWT, dalam firmannya: (QS. Ali Imran; 85).

 

Artinya. Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi[14].

Substansi agama menurut definisi-definisi di atas adalah sesuai dengan definisi yang digunakan dalam berbagai agama, termasuk agama Islam. Dalam Islam, agama dipercayai terdiri dari dua unsur pokok, yaitu “beliefs” atau “kepercayaan” atau aqidah; dan “patterns of behavior” atau ritual” atau syariah sebagai konsekwensi daripada aqidah tersebut. Dalam konsep Islam, kepercayaan atau aqidah adalah “rukun iman” sedangkan ritual atau syariah adalah “rukun Islam[15].

Dari fenomena di atas dapat disimpulkan bahwa inti agama adalah kepercayaan adanya Zat Yang Ghaib dan kepada-Nya manusia bergantung dan memohon pertolongan. Maka watak/kodrat manusia itu beragama. Kalau manusia tidak beragama berarti ia melawan kodratnya sendiri.

c.   Manusia dan Agama

Manusia, Agama dan Islam merupakan masalah yang sangat penting, karena ketiganya mempunyai pengaruh besar dalam pembinaan generasi yang akan datang, yang tetap beriman kepada Allah dan tetap berpegang pada nila-nilai spiritual yang sesuai dengan agama-agama samawi (agama yang datang dari langit atau agama wahyu). Agama merupakan sarana yang menjamin kelapangan dada dalam individu dan menumbuhkan ketenangan hati pemeluknya[16].

Agama akan memelihara manusia dari penyimpangan, kesalahan dan menjauhkannya dari tingkah laku yang negatif. Bahkan agama akan membuat hati manusia menjadi jernih, halus dan suci. Disamping itu, agama juga merupakan benteng pertahanan bagi generasi muda muslim dalam menghadapi berbagai aliran sesat. Agama juga mempunyai peranan penting dalam pembinaan akidah dan akhlak dan juga merupakan jalan untuk membina pribadi dan masyarakat yang individu-individunya terikat oleh rasa persaudaraan, cinta kasih dan tolong menolong. Islam dengan berbagai ketentuannya dapat menjamin bagi orang yang melaksanakan hukum-hukumnya akan mencapai tujuan yang tinggi. Al qur an mengisayaratkan bahwa pada dasarnya manusia itu secara naluri adalah beragama atau percaya pada Tuhan. QS. Al A’raf 7:172.

Artinya. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)[17]",

 

Secara naluri, agama merupakan kebutuhan yang tidak dapat  di pisahkan dari kehidupan manusia, dalam perekembangan terakhir sering disebutkan adanya orang yang tidak percaya pada Tuhan, sebut dengan Ateis. Hal ini sebetulnya pengakuan dalam lisan saja, tapi Nurani mereka tetap mengakui adanya Tuhan.orang yang mengakui ateis itu pada saat mereka sedang dalam kedaan ketakutan mereka tetap memanggil dan mengingat Tuhan kembali[18].

Bahwa hakekat agama adalah kemampuan dalam diri manusia untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan hal di atas kita dapat memperoleh gambaran bahwa manusia dapat menentukan dirinya dalam tindakannya itu apakah ia akan berbuat baik atau akan berbuat buruk, apakah perbuatan baik yang dilakukan itu sesuai dengan kehendak Tuhan ataukah bertentangan dengan Tuhan. Maka agama agama seseorang berperasaan di dalam menentukan baik buruknya tindakan yang dilakukan,  maka perlulah di dalam kehidupan manusia mempunyai segi pandangan agama agama, sehingga keseluruhan dari jumlah penduduk yang ada dalam suatu wilayah atau Negara benar-benar menyadari akan perlunya mempunyai pengalaman akan norma agama yang berlaku di dalam masyarakat, sedangkan dalam pelaksanaannya dapat sesuai dengan hati nurani manusia. Dengan demikian kesadaran manusia keseluruhan dari jumlah penduduk benar-benar tumbuh dengan subur agar dapat menentukan perbuatan yang sesuai dengan kehendak agama, apakah perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk[19].

 Dalam sebuah agama terdapat beberapa unsur dan itu menjadi pedoman pokok  bagi agama tersebut antara lain adalah: a. Adanya keyakinan pada yang gaib, b.Adanya kitab suci sebagai pedoman, c. Adanya Rasul pembawanya, d. Adanya ajaran yang bisa dipatuhi, e. Adanya upacara ibadah yang standar[20].

Berdasarkan hal itu dapatlah kita mendapat gambaran bahwa agama merupakan teman hidup yang tidak dapat dipisahkan, bilamana manusia dapat memisahkan dari kehidupan, manusia itu dalam dirinyan sendiri sudah tidak dapat mempertahankan nilai-nilai kemanusiaanya.

Dalam kehidupan sehari-hari masalah agama tidak dapat lepas, dengan sendirinya norma agama selalu mengikuti perkembangan kehidupan manusia baik dalam kehidupan secara individu maupun dalam kehidupan sosialnya, maka barulah manusia di dalam pergaulannya mempunyai kehendak untuk mempertahankan nilai-nilai agamanya, sehingga nilai agama itu benar-benar dapat meresap dalam hati sanubarinya masing-masing, dan di dalam pergaulan betul-betul menyadari akan perlunya adanya kesadaran terhadap agama baik secara pribadi berdiri sendiri maupun secara kelompok[21].

Dengan demikian agama sebagai kebutuhan mutlak yang harus ada dalam kehidupan manusia adalah agama sebagai kebutuhan primer adalah kebutuhan yang harus ada, jadi tidak bisa tidak ada, merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditinggalkan sehingga kebutuhan itu harus dipenuhi, maka selalu melekat dalam kehidupan manusia[22].

Kefitrahan agama bagi manusia menunjukkan bahwa manusia tidak dapat melepaskan diri dari agama, karena agama merupakan kebutuhan fitrah manusia. Selama manusia memiliki perasaan takut dan cemas, selama itu pula manusia membutuhkan agama. Kebutuhan manusia akan agama tidak dapat digantikan dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang juga dapat memenuhi kebutuhan manusia dalam aspek material. Kebutuhan manusia akan materi tidak dapat menggantikan peran agama dalam kehidupan manusia. Masyarakat Barat yang telah mencapai kemajuan material ternyata masih belum mampu memenuhi kebutuhan spiritualnya.

Manusia dengan akalnya dapat melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi akal saja tidak mampu menyelesaikan seluruh persoalan yang dihadapi manusia. Terkait dengan hal ini agama sangat berperan dalam Mempertahankan manusia untuk tetap menjaganya sebagai manusia. Kebutuhan manusia terhadap agama mendorongnya untuk mencari agama yang sesuai dengan harapan-harapan rohaniahnya. Dengan agama manusia dituntun untuk dapat mengenal Tuhan dengan segala sifat-sifat-Nya.

Dari fenomena di atas dapat disimpulkan bahwa inti agama adalah kepercayaan adanya Zat Yang Ghaib dan kepada-Nya manusia bergantung dan memohon pertolongan. Maka watak/kodrat manusia itu beragama. Kalau manusia tidak beragama berarti ia melawan kodratnya sendiri. Dengan demikian, jelaslah bahwa keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dengan agama.

d.   Cara Manusia Memeluk Agama

Para agamawan berpendapat bahwa berdasarkan asal usulnya seluruh agama yang dianut manusia dapat dikelompokkan dalam dua kategori: 

Pertama, agama kebudayaan (cultural religions) atau disebut juga agama tabi’i atau agama ardli, yaitu agama yang bukan berasal dari Tuhan dengan jalan diwahyukan, tetapi merupakan hasil antropologis yang berbentuk adat istiadat dan selanjutnya melembaga dalam bentuk agama formal. 

Kedua, agama samawi atau agama wahyu (revealed religions), yaitu agama yang diwahyukan dari Tuhan melalui malaikat-Nya kemudian dilanjutkan kepada utusan-Nya yang dipilih dari kalangan manusia. Agama samawi disebut juga  Dienul Haq atau Full Fledged, yaitu agama-agama yang mempunyai Nabi dan Rasul, Kitab Suci, dan mempunyai umat. Secara historis, penerapan agama wahyu ini dapat diberikan kepada agama yang mengajarkan wahyu, yaitu: Yahudi, Nasrani, dan Islam[23].

Kemudian manusia dalam praktek beragama dan keberagamannya berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini disesuaikan dengan tingkat pengalaman keberagaman masing-masing pemeluknya. Ada beberapa cara yang perlu diketahui, yaitu[24]:

1.      Cara Mistik. Dalam menghayati dan mengamalkan agamanya, sebagian manusia cenderung lebih menekankan pada pendekatan mistikal dari pendekatan yang lain. Sedangkan yang dimaksud dengan cara mistik adalah suatu cara beragama pengikut agama tertentu yang lebih menekankan pada aspek batiniah (esoterisme) dari agama yang mengabaikan aspek pengalaman formal, structural dan lahiriah (eksoterisme).

2.      Cara Penalaran, adalah cara beragama dengan menekankan pada aspek rasionalitas dari ajaran agama.

3.      Cara Amal Sholih. Cara ini lebih menekankan penghayatan dan pengalaman agama pada aspek peribadatan, baik ritual formal maupun aspek pelayanan sosial keagamaan.

4.      Cara Sinkretisme, Sinketris berasal dari bahasa Yunani,  Synkretismos   yang berarti penggabungan ajaran dan pengalaman agama yang berbeda satu sama lain. Cara Sinkretisme adalah cara-cara seseorang dalam menghayati dan mengamalkan agama dengan memilih-milih ajaran tertentu dari berbagai agama untuk dipraktekkan dalam kehidupan keagamaan diri sendiri atau untuk diajarkan kepada orang lain. Dalam prakteknya, cara beragama sinkretisme ini dapat terjadi pada bidang kepercayaan. 

e.         Unsur pokok dalam agama

 

Pada dasarnya manusia memiliki keterbatasan pengetahuan dalam banyak hal, baik mengenai sesuatu yang tampak maupun yang gaib, dan juga keterbatasan dalam memprediksi apa yang akan terjadi pada diri nya dan orang lain, dan sebagainya. Oleh karena keterbatasan itulah maka manusia perlu memerlukan agama untuk membantu dan memberikan pencerahan spiritual kepada diri nya. Manusia membutuhkan agama tidak sekedar untuk kebaikan diri nya di hadapan Tuhan saja, melainkan juga untuk membantu dirinya dalam menghadapi bermacam-macam problema yang kadang-kadang tidak dapat dipahami nya. Adapun Unsur-unsur penting yang terdapat dalam agama mencakup.[25]

Pertama, kekuatan gaib, yakni manusia merasa dirinya merasa lemah dan berhajat pada kekuatan gaib itu sebagai tempat meminta pertolongan. Oleh karena itu, manusia merasa harus mengadakan hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut. Hubungan baik ini dapat diwujudkan dengan mematuhi perintah dan larangan kekuatan gaib itu.

Kedua, keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan hidupnya di akhirat tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib yang dimaksud. Dengan hilangnya hubungan baik itu, kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicari akan hilang pula.

Ketiga, respon yang bersifat emosional dari manusia. Respon itu bisa mengambil bentuk perasaan takut, seperti yang terdapat dalam agama-agama primitif; atau perasaan cinta, seperti yang terdapat dalam agama-agama monoteisme. Selanjutnya, respon mengambil bentuk penyembahan yang terdapat dalam agama-agama primitif, atau pemujaan yang terdapat dalam agama-agama monoteisme. Lebih lanjut lagi, respon itu mengambil bentuk cara hidup tertentu bagi masyarakat yang bersangkutan.

Keempat, paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk kitab yang mengandung ajaran- ajaran agama bersangkutan dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu.[26]

Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa ada lima aspek yang terkandung dalam agama. Pertama, aspek asal usulnya, yaitu ada yang berasal dari Tuhan seperti agama samawi, dan ada yang berasal dari pemikiran manusia seperti agama ardhi atau agama kebudayaan. Kedua, aspek tujuannya, yaitu untuk memberikan tuntunan hidup agar bahagia di dunia dan akhirat. Ketiga, aspek ruang lingkupnya, yaitu keyakinan akan adanya kekuatan gaib, keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan hidupnya di akhirat tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib, respon yang bersifat emosional, dan adanya yang dianggap suci. Keempat, aspek pemasyarakatannya, yaitu disampaikan secara turun temurun dan diwariskan dari generasi ke generasi lain. Kelima, aspek sumbernya, yaitu kitab suci. Kata Islam berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti agama Allah yang disyariatkan-Nya, sejak nabi Adam a.s hingga nabi Muhammad SAW, kepada umat manusia. Dasar-dasar agama Islam pada setiap zaman dan bagi setiap umat, tidak berubah, yaitu tetap mengajarkan agar umat manusia mengimani kepada Allah Yang Esa, kepada para Rasul-Nya dan sebagainya. Yang berubah hanyalah hal-hal yang berhubungan dengan syariatnya semata-mata. Syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad akan kekal, sampai hari Kiamat, karena telah sesuai dengan perkembangan waktu (li kulli zaman) dan perkembangan tempat ( li kulli makan).

f.     Manfaat Agama untuk kelangsungan hidup manusia sebagai wujud emosional dan spiritua 

Secara umum keberadaan akan manfaat agama bagi individu pada dasarnya telah banyak dijelaskan oleh para ahli  menggambarkan bahwa keberadaan agama pada dasarnya akan memberikan manfaat dalam 4 hal yaitu dalam kehidupan individu, dalam kehidupan masyarakat, dalam menghadapi krisis modernisasi, serta dalam pembangunan[27]

Manfaat agama bagi individu pada dasarnya terbagi atas 2 ranah yaitu individu dan sosial. Dalam ranah individu keberadaan agama dapat mempengaruhi keberadaan kesehatan mental pada seseorang dalam hal ini di antaranya dapat mereduksi stres. Dalam ranah sosial, keberadaan agama memiliki keterkaitan dengan mereduksi perilaku-perilaku yang erat dengan kejahatan maupun perilaku yang berisiko serta menjaga kestabilan dalam pernikahan.  gambaran manfaat akan agama dalam dua hal yaitu manfaat yang bersifat fisik dan psikologis. Manfaat secara fisik dapat terlihat dari keberadaan praktik-praktik keagaman yang mengarahkan pada hidup sehat maupun menghindari perilaku-perilaku yang dapat merusak kesehatan tubuh. Manfaat secara psikologis dalam hal ini dapat memberikan ketenangan dan kesejahteraan secara psikologis terkait dengan ritual maupun perilaku-perilaku keagamaan yang dilakukan.  

Manfaat agama bagi kehidupan manusia pada dasarnya mengarahkan pada dua kondisi umum yaitu kehidupan manusia sebagai orang perorang dan hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat

a.      Sebagai Pembimbing Dalam Hidup, Pengendali utama kehidupan manusia adalah kepribadiannya yang mencakup segala unsure pengalaman pendidikan dan keyakinan yang didapatnya sejak kecil. Apabila dalam pertumbuhan seseorang terbentuk suatu kepribadian yang harmonis, di mana segala unsur pokoknya terdiri dari pengalaman yang menentramkan jiwa maka dalam menghadapi dorongan baik yang bersifat biologis ataupun rohani dan sosial akan mampu menghadapi dengan tenangmemberikan pemahaman bagi individu bahwa Tuhan memiliki kekuatan di luar batas nalar manusia yang sifatnya mengatur segala hal yang terjadi pada kehidupan manusia.

b.      Penolong Dalam Kesukaran, Orang yang kurang yakin akan agamanya (lemah imannya) akan menghadapi cobaan/kesulitan dalam hidup dengan pesimis, bahkan cenderung menyesali hidup dengan berlebihan dan menyalahkan semua orang. Beda halnya dengan orang yang beragama dan teguh imannya, orang yang seperti ini akan menerima setiap cobaan dengan lapang dada. Dengan keyakinan bahwa setiap cobaan yang menimpa dirinya merupakan ujian dari tuhan (Allah) yang harus dihadapi dengan kesabaran karena Allah memberikan cobaan kepada hambanya sesuai dengan kemampuannya. Selain itu, barang siapa yang mampu menghadapi ujian dengan sabar akan ditingkatkan kualitas manusia itu.

c.       Penentram Batin, Jika orang yang tidak percaya akan kebesaran Tuhan tak peduli orang itu kaya apalagi miskin pasti akan selalu merasa gelisah. Orang yang kaya takut akan kehilangan harta kekayaannya yang akan habis atau dicuri oleh orang lain, orang yang miskin apalagi, selalu merasa kurang bahkan cenderung tidak mensyukuri hidup. Lain halnya dengan orang yang beriman, orang kaya yang beriman tebal tidak akan gelisah memikirkan harta kekayaannya. Dalam ajaran Islam harta kekayaan itu merupakan titipan Allah yang didalamnya terdapat hak orang-orang miskin dan anak yatim piatu. Bahkan sewaktu-waktu bisa diambil oleh yang maha berkehendak, tidak mungkin gelisah. Begitu juga dengan orang yang miskin yang beriman, batinnya akan selalu tentram karena setiap yang terjadi dalam hidupnya merupakan ketetapan Allah dan yang membedakan derajat manusia dimata Allah bukanlah hartanya melainkan keimanan dan ketakwaannya, (Q.S.Arra’du: 28).

 

ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَتَطۡمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكۡرِ ٱللَّهِۗ أَلَا بِذِكۡرِ ٱللَّهِ تَطۡمَئِنُّ ٱلۡقُلُوبُ ٢٨

Artinya: . (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram[28].

d.      Pengendali Moral, Setiap manusia yang beragama yang beriman akan menjalankan setiap ajaran agamanya. Terlebih dalam ajaran Islam, akhlak amat sangat diperhatikan dan di junjung tinggi dalam Islam. Pelajaran moral dalam Islam sangatlah tinggi, dalam Islam diajarkan untuk menghormati orang lain, akan tetapi sama sekali tidak diperintah untuk meminta dihormati. Islam mengatur hubungan orang tua dan anak dengan begitu indah. Dalam Al-Qur’an ada ayat yang berbunyi: “dan jangan kau ucapkan kepada kedua (orang tuamu) uf!!” Tidak ada ayat yang memerintahkan kepada manusia (orang tua) untuk minta dihormati kepada anak. Selain itu Islam juga mengatur semua hal yang berkaitan dengan moral, mulai dari berpakaian, berperilaku, bertutur kata hubungan manusia dengan manusia lain (hablum minannas atau hubungan sosial). Termasuk di dalamnya harus jujur, jika seorang berkata bohong maka dia akan disiksa oleh api neraka. Ini hanya contoh kecil peraturan Islam yang berkaitan dengan moral. Masih banyak lagi aturan Islam yang berkaitan dengan tatanan perilaku moral yang baik, namun tidak dapat sepenuhnya dituliskan disini.

Kondisi tersebut memberikan pemahaman bahwa konsep Islam terkait dengan berperilaku baik menekankan pada konteks vertical, horizontal maupun internal. Manusia harus menjaga perilakunya baik dengan sang Pencipta, sesama manusia maupun makhluk hidup yang lain serta ke dalam dirinya sendiri. Keberadaan akhlak yang mengarahkan pada perilaku yang baik ini harus didasarkan pada Al- Qur’an dan Sunah Rasulullah Muhammad SAW.[29]

Beberapa fungsi spiritual dari agama yang disebutkan dalam berbagai definisi tentang agama adalah[30]:

a.       Memberikan makna tertinggi (the provision of ultimate meaning),

b.      Usaha untuk menafsirkan hal yang tak diketahui dan mengontrol hal yang tak terkontrol (the attempt to interpret the unknown and to control the uncontrollable),

c.       Personifikasi dari pemikiran-pemikiran manusia (personification of human ideals)

d.      Integrasi dari kultur dan legitimasi dari sistem sosial (integration of the culture and legitimation of the social system)

e.       Projeksi dari makna-makna kemanusiaan dan pola sosial kepada suatu entitas yang maha kuat-maha tinggi (projection of human meanings and social patterns onto a superior entity), dan

f.       Usaha untuk menangani masalahmasalah utama dalam kehidupan manusia di muka bumi (the effort to deal with ultimate problems of human existence).

g.      Faktor pendorong manusia memeluk agama

Sekurang-kurangnya ada tiga factor/alasan yang melatar belakangi perlunya manusia terhadap agama. Ketiga alasan  tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut yaitu[31]:

Pertama, fitrah manusia. Dalam konteks hal ini di antara ayat al- Qur’an dalam surat ar- Rum ayat 30.  bahwa ada potensi fitrah beragama yang terdapat pada manusia. Dalam hal ini dapat ditegaskan bahwa insan adalah manusia yang menerima pelajaran dari Tuhan tentang apa yang tidak diketahuinya. Manusia insan secara kodrati sebagai ciptaan Tuhan yang sempurna bentuknya dibanding dengan makhluk lainnya sudah dilengkapi dengan kemampuan mengenal dan memahami kebenaran dan kebaikan yang terpancar dari ciptaan-Nya.

Informasi mengenai potensi beragama yang dimiliki oleh manusia itu dapat dijumpai dalam ayat 172 surat al- A’raf

وَإِذۡ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِيٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَأَشۡهَدَهُمۡ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ أَلَسۡتُ بِرَبِّكُمۡۖ قَالُواْ بَلَىٰ شَهِدۡنَآۚ أَن تَقُولُواْ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنۡ هَٰذَا غَٰفِلِينَ ١٧٢

Atinya. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"[32]

Bahwa manusia secara fitri merupakan makhluk yang memiliki kemampuan untuk beragama. Hal demikian sejalan dengan hadits Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa setiap anak yang dilahirkan memiliki fitrah (potensi beragama).  “Dengan demikian manusia sepanjang masa senantiasa beragama, karena manusia adalah makhluk yang memiliki fitrah beragama yang oleh C.G.Jung disebut naturaliter religiosa (bakat beragama).” Dari uraian tersebut dapat ditegaskan bahwa latar belakang perlunya manusia pada agama karena dalam diri manusia sudah terdapat potensi untuk beragama. Potensi beragama ini perlu pembinaan, pengarahan, pengembangan dengan cara mengenalkan agama kepada setiap manusia[33].

Kedua, kelemahan dan kekurangan manusia. Menrut Quraish Shihab, bahwa dalam pandangan al-Qur’an, nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna yang berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia inilah yang oleh al-Qur’an dianjurkan untuk diberi perhatian lebih besar. Di antara ayat yang menjelaskan hal ini terdapat dalam surat As-Syams ayat 7-8, bahwa “ Demi nafs serta penyempurnaan ciptaan, Allah mengilhamkan kepadanya kafasikan dan ketaqwaan”.

 وَنَفۡسٖ وَمَا سَوَّىٰهَا ٧ فَأَلۡهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقۡوَىٰهَا ٨

Atinya:.dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),  maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.[34]

 Menurut Quraish Shihab, bahwa kata mengilhamkan berarti potensi agar manusia melalui nafs menangkap makna baik dan buruk. Di sini berbeda dengan terminologi kaum Sufi bahwa nafs adalah sesuatu yang melahirkan sifat tercela dan prilaku buruk dan dalam hal ini sama dengan pengertian yang terdapat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia. Lebih jauh Qurash Shihab berpendapat bahwa kendatipun nafs berpotensi positif dan negatif, namun diperoleh pula isyarat bahwa pada hakikatnya potensi positif manusia lebih kuat dari potensi negatifnya, hanya saja dorongan dan daya tarik keburukan lebih kuat dari pada daya tarik kebaikan.

Ketiga, tantangan manusia. Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama karena manusia dalam kehidupannya menghadapi berbagai tantangan baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan (lihat QS 12:5; 17:53). Sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya- upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupaya ingin memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya, tenaga dan pikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang di dalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari tuhan. Kita misalkan membaca ayat yang berbunyi“ Sesungguhnya orang- orang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk menghalangi orang dari jalan Allah (QS al-Anfal,36).

Sumber lain bahwa di sebutkan Ada beberapa argumen mengapa agama sangat dibutuhkan oleh manusia.

Pertama, agama merupakan sumber kebenaran mutlak. Setiap penganut agama pasti mengakui kebenaran ajaran agama secara mutlak, terutama yang dinyatakan dalam kitab sucinya. Islam, misalnya, sangat menjunjung tinggi kebenaran yang dinyatakan dalam al-Quran, baik dalam hal ketuhanan (aqidah) maupun kebenaran tentang berbagai aturan dan hukum.

Kedua, agama sebagai sumber informasi tentang hal-hal yang gaib. Hanya agama yang dapat menjelaskan secara pasti masalah-masalah gaib seperti Tuhan, malaikat, surga, neraka, dan lain sebagainya. Informasi tentang hal ini selain dari agama tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan tidak boleh diyakini (diimani).

Ketiga, agama sebagai sumber ajaran moral. Agama melalui kitab sucinya dengan rinci menjelaskan mana yang baik dan buruk, benar dan salah, serta mana yang harus dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Dengan menaati seluruh aturan agama, maka manusia akan bersikap dan berperilaku yang benar dan terhindar dari sikap dan perilaku tercela.

Keempat, agama dapat memberikan nasihat yang sangat berharga bagi manusia baik di kala suka maupun duka. Dengan nasihat-nasihat agama, orang yang sedang suka dan mendapatkan berbagai kenikmatan tidak akan menjadi manusia yang sombong dan congkak, dan orang yang sedang duka dan mendapatkan berbagai cobaan dan kesempitan tidak akan putus asa.

h.   Harkat dan martabat  manusia sebagai emotonal intellegence

 Martabat dan derajat manusia dibanding makhluk lainnya ialah yang paling tinggi karena dibekali akal untuk berpikir, hati untuk merasakan, serta nafsu atau keinginan sebagai pendorong. Bahkan manusia diberi kemampuan untuk berbicara sesuai bahasa masing - masing[35].

Tinggi dan rendahnya martabat dan derajat manusia tergantung masing-masing mereka dalam menggunakan akal, hati atau perasaan serta nafsunya untuk hal-hal baik atau buruk.  Dengan kelebihan-kelebihan sebagai makhluk paling sempurna tersebut maka manusia dijadikan khalifah di muka bumi (mengelola dan memelihara alam).

Gambaran bahwa manusia merupakan makhluk yang sempurna, mungkin dapat dilihat dari kemampuannya untuk menentukan tujuan hidup. Tujuan hidup itu berdasarkan satu tata nilai yang memberikan corak pada seluruh kehidupan manusia yang terdiri dari proses mengetahui, mengalami, memikirkan, merasakan, dan membentuk sikap tertentu yang akhirnya tersusun pada suatu pola perilaku yang dapat menghasilkan karya manusia,  baik yang bersifat fisik maupun bersifat nonfisik. Tinggi rendahnya derajat kemampuan, sempit luasnya cakupan tergantung pada kapasitas otak  intellegence .

Melalui pusat susunan syaraf (terletak pada sumsum tulang belakang) sehingga memungkinkan seluruh anggota badan berfungsi dalam rangka pencapaian cita-cita. Cita-cita tersebut sering kali diistilahkan dengan akhlakul karimah atau perilaku yang baik. Manusia ialah makhluk yang utama dan terutama di antara semua makhluk yang ada. Keutamaan manusia dapat dilihat dengan adanya potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia, yang tidak terdapat pada makhluk lain. Dengan kelebihan itu manusia dijadikan sebagai khalifah Allah di bumi.

Kedudukan manusia sebagai khalifah Allah inilah, yang menjadikan mereka mempunyai sejumlah hak dan kewajiban. Hak di sini adalah suatu imbalan dari kewajiban-kewajiban yang telah ditunaikannya. Kewajiban dalam konteks dengan hukum Islam, berarti pekerjaan yang akan mendapat sanksi hukum apabila ditinggalkan. Menurut kodratnya, manusia adalah makhluk yang paling mulia. Sesuai dengan namanya manusia adalah makhluk yang mempunyai naluri berperasaan, berkelompok, dan berpribadi. Selain itu manusia memiliki sifat pelupa atau  cenderung memilih berbuat kesalahan. Dari sifat-sifatnya itu posisi manusia akan berbalik menjadi makhluk yang paling hina, bahkan lebih hina dari binatang.

Manusia diciptakan untuk mengelola dan memanfaatkan alam untuk mencapai kehidupan materi yang sejahtera dan bahagia di dunia, sekaligus dengan demikian ia dapat melaksanakan tugas beribadah kepada Pencipta untuk mencapai kebahagiaan immateri di akhirat kelak. Fungsi ganda manusia itu dikenal dalam istilah agama sebagai fungsi kekhalifahan dan kehambaan (untuk mengabdi dan beribadah) (Q.S Adzariyat:56).

 

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ ٥٦

Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.[36]

i.        PENUTUP

Agama berarti tidak berantakan atau teratur. Dengan makna ini, dapat dipahami bahwa agama memberikan serangkaian aturan kepada para penganutnya sehingga hidupnya tidak berantakan. Agama memiliki keterkaitan erat dengan manusia, dalam Al-Qur’an, ada beberapa konsep berkenaan dengan manusia. Yaitu Konsep Al-Basyr, Konsep Al-Insan, Konsep Al-Naas, Konsep Bani Adam, Konsep Al-Ins, Konsep Abdu Allah (Hamba Allah). Manusia merupakan mahluk Tuhan yang paling sempurna karena manusia memiliki segala unsur dari mahluk hidup lainnya ditambah dengan akal pikiran. Manusia membutuhkan agama karena hal tersebut merupakan fitrah manusia. Fitrah tersebutlah yang menyebabkan manusia berhubungan dengan agama untuk mencari jati dirinya.

Bahwa hakekat agama adalah kemampuan dalam diri manusia untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan hal di atas kita dapat memperoleh gambaran bahwa manusia dapat menentukan dirinya dalam tindakannya itu apakah ia akan berbuat baik atau akan berbuat buruk, apakah perbuatan baik yang dilakukan itu sesuai dengan kehendak Tuhan ataukah bertentangan dengan Tuhan.

Pada dasarnya manusia memiliki keterbatasan pengetahuan dalam banyak hal, baik mengenai sesuatu yang tampak maupun yang gaib, dan juga keterbatasan dalam memprediksi apa yang akan terjadi pada diri nya dan orang lain, dan sebagainya. Oleh karena keterbatasan itulah maka manusia perlu memerlukan agama untuk membantu dan memberikan pencerahan spiritual kepada diri nya. Manusia membutuhkan agama tidak sekedar untuk kebaikan diri nya di hadapan Tuhan saja, melainkan juga untuk membantu dirinya dalam menghadapi bermacam-macam problema yang kadang-kadang tidak dapat dipahami nya.

Agama merupakan suatu kebutuhan yang teramat sangat penting bagi manusia, disadari atau tidak, setiap manusia pasti membutuhkan agama. Sedang agama Islam itu sendiri adalah agama penyempurna agama-agama terdahulu. sumber- sumber hukum islam adalah Al quran, al hadits, dan al ijtihad.

Tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada Allah dan menjadi khalifah fil ardi. Agama memiliki tujuan untuk menjadikan manusia melakasankan segala peran yang diperintahkan Allah. Sehingga agama mengatur segala sendi kehidupan manusia dan dapat dikatakan agama merupakan pengatur manusia untuk menjalankan perannya di muka bumi.

Dalam sebuah agama terdapat beberapa unsur dan itu menjadi pedoman pokok  bagi agama tersebut antara lain adalah: a. Adanya keyakinan pada yang gaib, b.Adanya kitab suci sebagai pedoman, c. Adanya Rasul pembawanya, d. Adanya ajaran yang bisa dipatuhi, e. Adanya upacara ibadah yang standar[37]. 

Berdasarkan hal itu dapatlah kita mendapat gambaran bahwa agama merupakan teman hidup yang tidak dapat dipisahkan, bilamana manusia dapat memisahkan dari kehidupan, manusia itu dalam dirinyan sendiri sudah tidak dapat mempertahankan nilai-nilai kemanusiaanya. Dengan demikian, jelaslah bahwa keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dengan agama.

Daftar Pustaka

 

Hasan, Al-Banna,.( 2007). Tafsir Al-Banna. Surakarta: Aulia Press Solo.

Al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurrahman. (2012). Shahi Tafsir Ibnu Kasir, Pengesahan Hadist Berdasarkan Kitab-kitab Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Abani r.a. dan Ulama Ahli Hadits Lainnya disertai Pembahasan yang Rinci dan Mudah Difahami. Jilid 7. Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir.

Kementrian Agama RI. (2010). Syaamil Al- Qur’an. Miracle The Reference, 22 Keunggulan Yang Memudahkan Dalam 1 Al-Qur’an Dengan Referensi Yang Sahih, lengkap, dan Komprensif. Bandung: Sygma Publishing.

Ahmadi, Abu. 2018. Psikologi Umum, PT, Jakarta, Rineka Cipta,.

Zakky Mubarok, 2018. Menjadi Cendekiawan Muslim, Kuliah Islam Di Perguruan Tinggi, Jakarta. PT. Yayaan Ukhuwah Insaniah,

Quraih Shihab, M. 1998. Wawasan Al-Qur’an,Tafsir Maudhu’I Atas Berbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan.

Muhammaddin, 2013. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama, Jurnal. JIA/Juni /Th.XIV/Nomor 1/99-114.

Bin Salman, Abdul Matin,2014.  Agama dan Manusia, Al-A’raf Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat Diterbitkan oleh Jurusan Tafsi Hadis dan Akidah Filsafat IAIN Surakarta. Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 ISSN: 1693-9867.

HM. Zainuddin, Manusia Dalam Perspektif  Filsafat, 2013, https://uin-malang.ac.id. Di akses tanggal  23 Juni 2020, Pukul, 10.30.

Rahmat Kamaruddin, Pengertian Agama, http://penaraka.blogspot.com/2012/04/. Di akses tanggal  22 Juni 2020. Pukul 19.20.

Gholib. Achmad.  2006. Study  Islam, Pengantar  Memahami  Agama,  Al-Qur’an al  Hadits  dan Sejarah  Peradaban  Islam.  (Jakarta, Faza Media.

Marzali, Amri. Agama dan Kebudayaan , UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology,  Departemen Antropologi dan Sosiologi, Universitas Malaya amarzali@yahoo.com . file:///C:/Users/user/Downloads/barutulisan%20upn%20silabus/9604-16880-1-SM.pdf.

Nurmadiah,  2019. PENDAIS Volume I Nomor 1, Manusia  Dan Agama  (Konsep Manusia dan  Agama  dalam  Al-quran)  (Dosen Fakultas Agama Islam UIT)Madiah712@gmail.com.

Koentjaraningrat, 1962, Pengantar Antroologi, (yogyakata:),

De Vos H. 1987. Pengantar Etika, Diterjemahkan oleh Moortono.

Matin Bin Salman, Abdul. 2014.  Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 ISSN: 1693-9867 Al-A’raf Diterbitkan oleh Jurusan Tafsi Hadis dan Akidah Filsafat IAIN Surakarta.

Al Qazwini, Moustafa, 2003. Panggilan Islam. Jakarta: Pustaka Zahra,

Muniron dkk, 2010. Studi Islam di Perguruan Tinggi (Jember, STAIN Jember Press,

Nasution,  Harun. 1985. Islam  Ditinjau  dari  Berbagai  Aspeknya, Jilid I (Cet.V; Jakarta: Universitas Indonesia Press,

Ramayulis. 2007). Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia...hal

Hashi, A. A. 2011. Islamic ethics: An outline of its principles and scope. Revelationand Science,

Marzali, Amri. Agama dan Kebudayaan , UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology,  Departemen Antropologi dan Sosiologi, Universitas Malaya amarzali@yahoo.com file:///C:/Users/user/silabus/9604-16880-1-SM.pdf.

Nata, Abuddin, 2011. Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada),

Arifin, HM, 1998. Menguak Misteri Ajaran Agama Agama Besar, ( Jakarta: Golden Trayon Press),

Syaiful Mikdar,  http://fee88isa.blogspot.com/2015/03/hakikat-martabat-dan-tanggung-jawab.html

 

 

 



[1] Abu Ahmadi, Psikologi Umum, PT, Jakarta, Rineka Cipta, 2018, Hal.189

[2]  Zakky Mubarok, Menjadi Cendekiawan Muslim, Kuliah Islam Di Perguruan Tinggi, Jakarta. PT. Yayaan Ukhuwah Insaniah, 2018. Hal.1

[3] M. Quraih Shihab. Wawasan Al-Qur’an,Tafsir Maudhu’I Atas Berbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan. (1998) Hal. 367

[4] Muhammaddin, Kebutuhan Manusia Terhadap Agama, Jurnal. JIA/Juni 2013/Th.XIV/Nomor 1/99-114. Hal 99

[5] Muhammaddin, Kebutuhan Manusia Terhadap Agama, Jurnal……………………..2013, hal. 100.

[6] Abdul Matin Bin Salman, Agama dan Manusia, Al-A’raf Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat Diterbitkan oleh Jurusan Tafsi Hadis dan Akidah Filsafat IAIN Surakarta. Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 ISSN: 1693-9867.

[7]  HM. Zainuddin, Manusia Dalam Perspektif  Filsafat, 2013, https://uin-malang.ac.id. Di akses tanggal  23 Juni 2020, Pukul, 10.30.

[8] M. Quraih Shihab (1998). Wawasan Al-Qur’an,Tafsir Maudhu’I Atas Berbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan.  Hal 367.

[9] Kementrian Agama RI. (2010). Syaamil Al- Qur’an. Miracle The Reference, 22 Keunggulan Yang Memudahkan Dalam 1 Al-Qur’an Dengan Referensi Yang Sahih, lengkap, dan Komprensif. Bandung: Sygma Publishing. (QS. Al Baqarah: 34)

[10] Kementrian Agama RI. (2010). Syaamil Al- Qur’an. Miracle The Reference, 22 Keunggulan Yang Memudahkan Dalam 1 Al-Qur’an Dengan Referensi Yang Sahih, lengkap, dan Komprensif. Bandung: Sygma Publishing. (QS. Al Baqarah: 30)

[11]Harun Nasution, Islam  Ditinjau  dari  Berbagai Aspeknya, Jilid I (Cet.V; Jakarta: Universitas    Indonesia  Press, 1985), h. 9-13.

          [12]Rahmatn Kamaruddin, Pengertian Agama,   http:// penaraka. blogspot. Com /2012/04/.  Di  akses  tanggal   22  Juni 2020.  Pukul 19. 20.

[13]Achmad  Gholib . Study  Islam, Pengantar  Memahami  Agama,  Al-Qur’an al  Hadits  dan Sejarah  Peradaban  Islam.  (Jakarta, Faza Media:2006).hla. 12

[14] Kementrian Agama RI. (2010). Syaamil Al- Qur’an. Miracle The Reference, 22 Keunggulan Yang Memudahkan Dalam 1 Al-Qur’an Dengan Referensi Yang Sahih, lengkap, dan Komprensif. Bandung: Sygma Publishing. (QS. Al Imran: 85)

[15] Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan , UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology,  Departemen Antropologi dan Sosiologi, Universitas Malaya amarzali@yahoo.comfile:///C:/Users/user/Downloads/barutulisan%20upn%20silabus/9604-16880-1-SM.pdf. hal. 61

[16] Nurmadiah,  PENDAIS Volume I Nomor 1 2019, Manusia  Dan Agama  (Konsep Manusia dan  Agama  dalam  Al-quran)  (Dosen Fakultas Agama Islam UIT)Madiah712@gmail.com. Hal 29-30

[17] Kementrian Agama RI. (2010). Syaamil Al- Qur’an. Miracle The Reference, 22 Keunggulan Yang Memudahkan Dalam 1 Al-Qur’an Dengan Referensi Yang Sahih, lengkap, dan Komprensif. Bandung: Sygma Publishing. (QS. Al Araf: 172)

[18] Zakky Mubarak, Menjadi Cendekiawan Muslim…….. 018. Hal. 31

[19] Koentjaraningrat, Pengantar Antroologi, (yogyakata: 1962), Hlm. 385

[20]Rahmat Kamaruddin, Pengertian Agama, http:// penaraka. blogspot. com/ 2012/04/.  Di akses tanggal  22 Juni 2020. Pukul 20.00.

[21] De Vos H. Pengantar Etika, Diterjemahkan oleh Moortono, Hal. 42.

       [22] Abdul Matin Bin Salman , Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 ISSN: 1693-9867 Al-A’raf Diterbitkan oleh Jurusan Tafsi Hadis dan Akidah Filsafat IAIN Surakarta. hal.2

[23] Al Qazwini, Moustafa. Panggilan Islam. Jakarta: Pustaka Zahra, 2003

[24] Dr. Muniron dkk, Studi Islam di Perguruan Tinggi (Jember, STAIN Jember Press, 2010), h. 21

[25] Harun Nasution,  Islam  Ditinjau  dari  Berbagai  Aspeknya, Jilid I (Cet.V; Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1985), h. 9-13.

[26] Harun Nasution,  Islam  Ditinjau  dari  Berbagai  Aspeknya, Jilid I (Cet.V; Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1985), h. 9-13.

[27] Ramayulis. (2007). Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia...hal

[28] Kementrian Agama RI. (2010). Syaamil Al- Qur’an. Miracle The Reference, 22 Keunggulan Yang Memudahkan Dalam 1 Al-Qur’an Dengan Referensi Yang Sahih, lengkap, dan Komprensif. Bandung: Sygma Publishing. (QS.Arra’du: 28)

[29] Hashi, A. A. (2011). Islamic ethics: An outline of its principles and scope. Revelation and Science, 1 (3), 122-130.

[30] Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan , UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology,  Departemen Antropologi dan Sosiologi, Universitas Malaya amarzali@yahoo.com file:///C:/Users/user/silabus/9604-16880-1-SM.pdf. hal. 61

[31] Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 2011

[32] Kementrian Agama RI. (2010). Syaamil Al- Qur’an. Miracle The Reference, 22 Keunggulan Yang Memudahkan Dalam 1 Al-Qur’an Dengan Referensi Yang Sahih, lengkap, dan Komprensif. Bandung: Sygma Publishing. (QS.Araf: 172)

[33] Arifin, HM, Menguak Misteri Ajaran Agama Agama Besar, ( Jakarta: Golden Trayon Press), 1998.hal

[34]Kementrian Agama RI. (2010). Syaamil Al- Qur’an. Miracle The Reference, 22 Keunggulan Yang Memudahkan Dalam 1 Al-Qur’an Dengan Referensi Yang Sahih, lengkap, dan Komprensif. Bandung: Sygma Publishing. (QS. As-Syams ayat 7-8)hal:

[36] Kementrian Agama RI. (2010). Syaamil Al- Qur’an. Miracle The Reference, 22 Keunggulan Yang Memudahkan Dalam 1 Al-Qur’an Dengan Referensi Yang Sahih, lengkap, dan Komprensif. Bandung: Sygma Publishing. (Q.S Adzariyat:56)

[37]Rahmat Kamaruddin, Pengertian Agama, http:// penaraka. blogspot. com/ 2012/04/.  Di akses tanggal  22 Juni 2020. Pukul 20.00.