INOVASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM (PAI)
“Pembelajaran PAI Berbasis Inquiri’’
Tugas ini ditulis sebagai tugas UAS mata kuliah Inovasi Pembelajaran Pai
Dosen
Pengampu : Prof. Dr. Muhaimin M.A
Dr. Hj. Sutiah, M.Pd
Dr. Hj. Sutiah, M.Pd
Oleh
:
Sunardin Syamsuddin
201010290211005
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU AGAMA ISLAM
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
A. Pendahuluan
Lembaga
pendidikan Islam bisa dikategorikan sebagai lembaga industri mulia (noble industri) karena mengemban misi
ganda, yaitu profit sakaligus sosial. Misi profit, yaitu untuk mencapai keuntungan, ini dapat dicapai ketika
efisiensi dan efektivitas dana bisa tercapai, sehingga pemasukan (income) lebih besar dari biaya
operasional. Misi Sosial bertujuan
untuk mewariskan dan menginternalisasikan nilai luhur. Misi kedua ini dapat
dicapai secara maksimal apabila lembaga pendidikan Islam tersebut memiliki
modal human-capital dan sosial capital yang memadai dan juga
memiliki tingkat keefektifan dan efesiensi yang tinggi, itulah sebabnya
mengelola lembaga pendidikan Islam tidak hanya dibutuhkan profesionalisme yang
tinggi, tetapi juga niat-niat suci lainnya[1],
termasuk didalamnya menginovasi berbagai metode pembelajaran.
Pada
dasarnya pendidikan Islam menekankan pada “bimbingan”
bukan “pengajaran” yang mengandung
konotasi otoritatif pihak pelaksana pendidikan, katakanlah guru, dengan
bimbingan sesuai dengan ajaran-ajaran Islam, maka anak didik mempunyai ruang
gerak yang cukup luas mengaktualisasikan segala potensi yang di milikinya.
Disini guru, berfungsi sebagai “fasilitator” penunjuk jalan kearah penggalian potensi
anak didik, dengan demikian guru bukanlah segala-galanya, sehingga guru
cenderung menganggap anak didik bukan apa-apa, selain manusia yang kosong yang
perlu di isi[2].
Dengan kerangka dasar pengertian ini, maka guru menghormati anak didik sebagai
individu yang memilliki berbagai potensi, Dari kerangka pengertian dan hubungan
antara peserta didik dengan pendidik, dapat pula sekaligus dihindari, apa yang
disebut “Bangking concep[3]”
dalam pendidikan yang banyak dikritik dewasa ini. Penerapan semacam ini yang
dicoba inquiri.
Pendidikan
Islam dalam era globalisasi ini menghadapi tantangan terutama moral sosial
yaitu kegiatan penataan kehidupan yang paling baik yang seharusnya dialami oleh
generasi muda agar mampu menghadapi masa depan dengan integritas (kesatuan)
yang tangguh. Untuk itu maka Pendidikan Islam diharapkan mampu menyusun polapikir
yang sistematis untuk membina pribadi muslim yang kreatif dan berintegritas
tinggi, sehingga mampu menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di
masyarakat. Dengan demikian maka pendidikan Islam dapat mengajarkan moral
positif yang berakar pada nilai-nilai Islami, sebagai pendorong moral reasoning
atau penalaran akhlak yang sangat dibutuhkan untuk menentukan pilihan dan
keputusan tentang masalah-masalah baru yang muncul dalam proses pembangunan ini[4].
Keberhasilan proses belajar mengajar dalam rangka
mewujudkan tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Baik itu
secara teknis maupun nonteknis. Tidak hanya guru dan murid yang berperan dalam keberhasilan
pendidikan akan tetapi lebih dari itu juga harus ditunjang aspek lain. Salah satu
aspek yang sangat penting dalam rangka mencapai tujuan pendidikan adalah
metode.
Seorang guru perlu mengetahui sekaligus mengusai berbagai
metode dan strategi belajar mengajar yang digunakan dalam kegiatan belajar
mengajar. Mengingat posisi guru yang sangat signifikan dengan pendidikan
sebagai fasilitator dan pembimbing, maka dari sini sesungguhnya guru memiliki
tugas yang lebih berat tidak hanya memegang fungsi transfer pengetahuan akan
tetapi lebih dari itu guru harus mampu menfasilitasi siswa dalam mengembangkan
dirinya disertai dengan bimbingan yang intensif. Oleh karena itu guru dituntut
untuk lebih kreatif, selektif dan proaktif dalam mengakomodir kebutuhan
siswa guru juga lebih peka terhadap karakteristik maupun psikis siswa. Beberapa
usaha yang dapat dilakukan guru dalam rangka menciptakan kondisi yang efektif
dan kondusif adalah kecekataan dalam memilih sebuah metode dengan pendekatan
emosional dan psikologis siswa untuk itu seorang guru bukan hanya dituntut
untuk bisa menguasai teknik pengelolahan kelas, keterampilan, mengajar,
pemanfaatan sumber belajar, penguasaan emosional siswa, penguasaan kondisi
kelas dan sebagainya.
Dalam pengelolahan kelas dan penguasaan emosional siswa,
biasanya sangat tergantung pada metode pengajaran guru disaat kegiatan
pembelajaran berlangsung. Jika guru kurang jeli dalam memilih metode Mengajar
maka akan menimbulkan kondisi jenuh, membosankan, monoton dan kurang direspon
oleh siswa yang berujung pada tidak maksimalnya pemahaman siswa terhadap
materi. Oleh karena itu menghindari keadaan seperti itu maka harus diambil
sebuah kebijakan dengan menerapkan sebuah metode yang sekiranya dapat
mengantisipasi demi tercapainya tujuan belajar. Sebenarnya dari beberapa metode
mengajar tersebut tidak ada satupun yang merupakan metode mengajar yang
terbaik. Karena hal ini tergantung dari kondisi siswa itu sendiri pada
hakikatnya sebuah metode mengajar adalah baik, karena mengandung unsur
keaktifan belajar dari semua komponen maka dari itu dalam penilaian metode
hendaknya disesuaikan dengan karakteristik dan kondisi siswa.
Selama ini metode yang digunakan oleh guru-guru dalam
proses pembelajaran adalah metode pembelajaran konvensional yang hanya meliputi
siswa datang, duduk, menulis materi yang telah dituliskan oleh guru dipapan
tulis, mendengarkan guru menjelaskan materi dan mengerjakan tugas, dengan
menggunakan metode yang masih konvensioanal yaitu metode ceramah, dengan
menggunakan metode ceramah cenderung pasif dalam proses pembelajaran, dan cepat
bosan bila mendengarkan penjelasan dari guru, banyak siswa yang ngantuk ketika
mengikuti pembelajaran.
Dari situasi pembelajaran semacam ini hampir tidak ada
kesempatan bagi siswa untuk menuangkan kreatifitasnya (rasa, cipta, karsa) guna
mengaktualisasikan potensi dirinya untuk berinovasi, ataupun berbagi diri
(sharing) untuk sedini mungkin mengoptimalkan kemampuan, mengidentifikasi,
merumuskan, mendiagnosis, dan sedapat mungkin memecahkan masalah (problem
solving).
Demikian juga para guru kurang atau hampir tidak di
bekali dengan metodologi yang variatif untuk membelajarkan materi pelajaran
secara inovatif dan pembelajaran yang aktif (active learning). Pikiran
para guru selalu dipenuhi dengan upaya mengajarkan apa yang ada dalam kurikulum
dan sedapat mungkin mengejar target mata pelajaran yang telah dirumuskan dalam
kurikulum, mereka hampir tidak perpikir akan upaya meyakinkan siswa untuk
belajar dikelas maupun di luar kelas yang memiliki relevansi dan kondisi
perubahan sosial masyarakat yang ada disekitar kehidupannya. Suatu kondisi yang
akan segera mereka temui setelah menyelesaikan studinya, lebih-lebih sekolah
yang memiliki misi yang menyiapkan calon pelajar pada jenjang yang lebih tinggi.
Seyogyanya sudah harus dibiasakan akan model pembelajaran aktif, sebab tanpa
dasar pengalaman belajar aktif akan sangat sulit bagi mereka untuk menerapkan
strategi pembelajaran aktif dikelas–kelas yang mereka hadapi.
Model pembelajaran aktif nampaknya merupakan jawaban atas
permasalahan tentang rendahnya mutu kualitas pembelajaran ini diharapkan lebih
meningkat, sebab pada model pembelajaran ini keaktifan siswa atau peserta didik
lebih diutamakan. Dengan pelibatan mereka secara aktif dalam proses pembelajaran,
maka mereka mengalami atau bahkan menemukan ilmu yang akan menjadi pengetahuan
yang mempribadi. Untuk mencapai kualitas pembelajaran itulah, maka keterampilan
guru dalam proses pembelajaran antara lain mencakup; keterampilan merencanakan
pembelajaran, keterampilan melaksanakan pembelajaran dan keterampilan mengevaluasi
proses pembelajaran baik yang akan dilaksanakan mupun yang sudah dilaksanakan.
Pendekatan pembelajaranpun seharusnya juga diubah,
pendekatan pembelajaran yang berorentasi pada guru (teacher oriented) harus
diubah menjadi pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa (student
oriented) Pentingnya perubahan pendekatan pembelajaran ini dapat kita
kaitkan dengan ungkapan filosofis besar cina Konfusius yakni “apa yang saya
dengar, saya lupa; apa yang saya lihat, saya ingat; apa yang saya lakukan, saya
paham”. Ungkapan Konfisius tersebut memberikan inspirasi terhadap pendekatan
pembelajaran dikelas yang sering dikenal dengan istilah (active learning).
Dalam model ini, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan ditemukan, dibentuk
dan dikembangkan oleh siswa sendiri[5].
Berangkat dari
inovasi pembelajaran dan
pentingnya perubahan pendekatan pembelajaran yang juga karena tuntutan
perubahan kurikulum dan demi peningkatan kualitas out put pendidikan, maka tulisan fokuskan pada pembahasan ini pada metode pembelajaran inquiry.
B. Pembelajaran berbasis inquiri
Inquiry berasal
dari bahasa inggris “inquiry”, yang
secara harfiah berarti penyelidikan. Carin dan Sund (1975) mengemukakan bahwa inquiry adalah the process of investigation a problem. Adapun Piaget mengemukakan bahwa metode inquiry merupakan metode yang mempersiapkan peserta didik untuk
melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin
melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari jawabannya
sendiri, serta menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan
apa yang ditemukan peserta didik lain.[6]
Inquiry adalah yaitu menemukan.
Metode inquiry adalah suatu teknik atau cara yang digunakan guru untuk
mengajar kedepan kelas, adapun pelaksanaannya sebagai berikut: guru membagi
tugas meneliti sesuatu masalah, siswa dibagi beberapa kelompok, dan masing-masing
kelompok mendapat tugas tertentu. Kemudian mereka mempelajari, meneliti dan
membahas tugasnya didalam kelompok. Setelah hasil kerja kelompok mereka mendiskusikan,
kemudian baru didiskusikan dalam forum[7].
Metode inquiry adalah cara
penyampaian bahan pengajaran dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk
belajar mengembangkan potensi intelektualnya dalam jalinan kegiatan yang
disusunnya sendiri untuk menemukan sesuatu sebagai jawaban yang meyakinkan
terhadap permasalahan yang dihadapkan kepadanya melalui proses pelacakan data
dan informasi serta pemikiran yang logis, kritis (teliti dalam menghadapi
sesuatu) dan sistematis (teratur).[8]
Pembelajaran
dengan metode inquiry merupakan satu komponen penting dalam pembaruan
pendidikan. Karena dalam pembelajaran dengan metode ini siswa di dorong untuk
belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri. dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki
pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan
prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri[9].
Jadi
inquiry memberikan kepada siswa pengalaman-pengalaman belajar yang nyata
dan kreatif. Siswa diharapkan mengambil inisiatif, mereka dilatih bagaimana
memecahkan masalah, membuat keputusan, dan memperoleh keterampilan. inquiry memungkinkan
siswa dalam berbagai tahap perkembangannya bekerja dengan masalah-masalah yang
sama dan bahkan mereka bekerja sama mencari solusi terhadap masalah-masalah
yang sedang dihadapi.
Melakukan
inquiry berarti melibatkan diri dalam tanya jawab, mencari informasi dan
melakukan penyelidikan. Karena itu metode inquiry dalam proses belajar
mengajar adalah strategi yang melibatkan siswa dalam tanya jawab, mencari
informasi, dan melakukan penyelidikan. Dalam pelaksanaan siswa bertanggung
jawab untuk memberi ide atau pemikiran dan pertanyaan untuk dieksplorasi
(diselidiki), mengajukan hipotesa untuk diuji, mengumpulkan dan mengorganisir data
yang dipakai untuk menguji hipotesa dan sampai pada pengambilan kesimpulan yang
masih tentative (sebagai percobaan)[10].
Juga
pembelajaran inquiri merupakan pembelajaran yang menyenangkan/gembira, dimana
dalam prakteknya langsung pada lapangan dan bukan hanya teori, hal ini
sebagaimana pendapat (Darmansyah :2010)
Hasil penelitian dalam dekade terakhir mengungkapkan belajar yang
efektif, jika peserta didik dalam keadaan gembira. Kegembiraan dalam belajar
telah terbukti memberikan efek yang luar biasa terhadap pencapaian hasil
belajar peserta didik. Bahkan potensi kecerdasan intelektual yang selama ini
menjadi “Primadona” sebagai penentu keberhasilan
belajar, ternyata tidak sepenuhnya benar, kecerdasan emosional telah memberikan
kontibusi yang signifikan terhadap efektivitas pembelajaran disamping kecerdasan
intelektual[11].
Ketika peserta
didik mendapat rangsangan menyenangkan dari lingkungannya, akan terjadi
berbagai”sentuhan tingkat tinggi” pada
diri peserta yang membuat mereka lebih aktif dan kreatif secara mental dan
fisik, inilah pembelajaran inquiri mental dan fisik diutamakan, ketika
tersenyum atau tertawa aliran darahnya akan semakin lancar”menjalar” ke seluruh anggota tubuh yang membuatnya semakin aktif.
Otak mereka menerima suplai darah yang memadai (ketika bahagia/tersenyum) akan
mempermudahkan mereka berpikir dan memproses informasi, baik dalam memori jangka
pendek dan jangka panjang, informasi yang masuk kedalam otak memori yang
melibatkan emosi secara mendalam, akan memudahkan siswa mengingat pelajaran
saat mereka perlukan, Artinya kenyamanan dan kesenangan yang dinikmati oleh
peserta didik itu sangat membantu mereka mencapai hasil belajar secara optimal.
Metode inquiry
ini berasal dari John Dewey.
Maksud utama metode ini adalah memberikan latihan kepada murid dalam berfikir.
Metode ini dapat menghindarkan untuk membuat kesimpulan tergesa-gesa,
menimbang-nimbang kemungkinan pemecahan dan menangguhkan pengambilan keputusan
sampai terdapat bukti-bukti yang cukup[12].
Metode inquiry
juga dikembangkan oleh Suchman
untuk mengajar siswa memahami proses penelitian. Metode inquiry menurut Suchman adalah suatu metode yang
merangsang murid untuk berfikir, menganalisa suatu persoalan sehingga menemukan
pemecahannya. Suchman tertarik untuk
membantu siswa melakukan penelitian secara mandiri dan disiplin. Hal ini
didasarkan pada pemikiran bahwa anak-anak selalu memiliki rasa ingin tahu. Suchman menginginkan siswa
mempertanyakan mengapa suatu peristiwa terjadi dan menelitinya dengan cara
mengumpulkan data dan mengolah data secara logis. Dengan demikian maka metode inquiry
akan memperkuat dorongan alami untuk melakukan eksplorasi dengan semangat
besar dan dengan penuh kesungguhan.
Metode
ini mengembangkan kemampuan berfikir yang dipupuk dengan adanya kesempatan
untuk mengobservasi problema mengumpulkan data, menganalisa data, menyusun
suatu hipotesa, mencari hubungan data yang hilang dari data yang telah
terkumpul untuk kemudian menarik kesimpulan yang merupakan hasil pemecahan
masalah tersebut.
Cara
berfikir yang menghasilkan suatu kesimpulan atau keputusan yang diyakini
kebenarannya karena seluruh proses pemecahan masalah itu telah diikuti dan di
kontrol dari data yang pertama dan yang berhasil dikumpulkan dan di analisa
sampai kepada kesimpulan yang ditarik atau ditetapkan. Cara berfikir semacam
itu benar-benar dapat dikembangkan dengan menggunakan metode pemecahan masalah.
Inquiry merupakan teknik yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk
melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin
melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mencari jawabannya
sendiri, serta -menghubungkan penemuan yang lain, membandingkan apa yang
ditemukannya dengan yang ditemukan peserta didik lainnya. inquiry sebagai
teknik pengajaran mengandung arti bahwa dalam proses kegiatan mengajar
berlangsung harus dapat mendorong dan dapat memberi kesempatan kepada siswa
untuk lebih aktif dalam belajar.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode inquiry adalah suatu metode
pengajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan sendiri
pengetahuan yang sebelumnya belum mereka ketahui.
C. Landasan Filosifis Kontruktivistik Dalam Metode Inquiry
Teori pembelajaran
kontruktivistik merupakan teori pembelajaran inquiry, merupakan teori
pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan
siswa harus menemukan sendiri dan menstransformasikan informasi kompleks,
mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila
aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan
dapat menerapakan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah,
menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susuh payah dengan ide-ide[13].
Konstruktivistik juga merupakan landasan berfikir pembelajaran kontekstual,
yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak
sekonyong-konyong. Pengetahuaan
bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil
dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuaan itu dan memberi makna
melalui pengalaman nyata[14].
Menurut
teori ini, satu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa
guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus
membangun sendiri pengetahuan dibenaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk
proses ini, dengan memberikan siswa kesempatan untuk menemukan dan menerapkan
ide-ide mereka sendiri, dan membelajarkan siswa dengan cara sadar menggunakan
strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga
yang membawa siswa kepemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri
yang harus memanjatnya. Esensi dari teory kontrutivistik dan metode inquiry adalah
ide bahwa harus siswa sendiri yang menemukan dan menstransformasikan sendiri
suatu informasi kompleks apabila mereka menginginkan informasi itu menjadi miliknya.
Kontrutivisme adalah suatu pendapat yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif
merupakan suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem arti dan
pemahaman terhadap realita melalui pengalaman dan interaksi mereka.
Menurut
pandangan kontrutivisme anak secara aktif membangun pengetahuan dengan cara
terus menerus mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru, dengan kata lain
kontrutivisme adalah teori perkembangan kognitif yang menekankan peran aktif
siswa dalam membangun pemahaman mereka tentang realita. Pendekatan kontruktivis
dalam pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara intensif, atas dasar
teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami kosep-konsep yang
sulit apabila mereka dapat saling mediskusikan masalah-masalah itu dengan
temannya. Dan pada dasarnya aliran kontrutuvistik menghendaki
bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci
utama dari belajar bermakna. Belajar bermakna tidak akan terwujud hanya dengan mendengarkan
ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain. Siswa perlu dibiasakan
untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan
bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan
kepada siswa. Siswa harus mengkontruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri.
Esensi dari teori kontruktivistik adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentrasformasikan
suatu informasi kompleks kesituasi lai, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuaan mereka melalui
- Penggunaan Metode Inquiry
Menemukan
merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan
ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat
fakta-fakta, akan tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu
merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan. Siklus Inquiry antara
lain:
a. Observasi (observation)
b. Bertanya (questioning)
c. Mengajukan dugaan (Hypothesis)
d. Pengumpulan data (Data
Gathering)
e. Penyimpulan (Conclusion)
Langkah-langkah
kegiatan menemukan (Inquiry), yaitu:
a. Merumuskan masalah
b. Mengamati atau melakukan
observasi
c. Menganalisis dan menyajikan
hasil dalam tulisan, gambar, bagan, table,
dan lainnya.
d. Mengkomunikasikan atau
menyajikan hasil karya pada teman sekelas,
guru
atau audien yang lain[15].
- Tingkatan-tingkatan Inquiry
Berdasarkan komponen-komponen dalam proses Inquiry
yang meliputi topik masalah, sumber masalah atau pertanyaan, bahan, prosedur
atau rancangan kegiatan, pengumpulan dan analisis data serta pengambilan
kesimpulan Bonnstetter (2000) membedakan Inquiry menjadi lima tingkat yaitu
praktikum (tradisional hands-on),
pengalaman sains terstruktur (structured
science experiences), Inquiry terbimbing (guided inquiry), Inquiry siswa mandiri (student directed inquiry), dan Penelitian siswa (student research). Klasifikasi Inquiry
menurut Bonnstetter (2000) didasarkan pada tingkat kesederhanaan kegiatan siswa
dan dinyatakan sebaiknya penerapan Inquiry merupakan suatu kontinum yaitu
dimulai dari yang paling sederhana terlebih dahulu.
a. Traditional hands-on Praktikum
(tradisional hands-on) adalah tipe Inquiry yang paling sederhana. Dalam
praktikum guru menyediakan seluruh keperluan mulai dari topik sampai kesimpulan
yang harus ditemukan siswa dalam bentuk buku petunjuk yang lengkap. Pada
tingkat ini komponen esensial dari Inquiry yakni pertanyaan atau masalah tidak
muncul,
b. Pengalaman
sains terstruktur (structured science
experiences), yaitu kegiatan Inquiry di mana guru menentukan topik, pertanyaan,
bahan dan prosedur sedangkan analisis hasil dan kesimpulan dilakukan oleh
siswa.
c. Jenis
yang ketiga ialah Inquiry terbimbing
( guided inquiry ), di mana siswa diberikan kesempatan untuk bekerja merumuskan
prosedur, menganalisis hasil dan mengambil kesimpulan secara mandiri, sedangkan
dalam hal menentukan topik, pertanyaan dan bahan penunjang, guru hanya berperan
sebagai fasilitator.
d. Inquiry Siswa Mandiri (student directed inquiry), dapat dikatakan
sebagai Inquiry penuh (Martin-Hansen, 2002) karena pada tingkatan ini siswa
bertanggung jawab secara penuh terhadap proses belajarnya, dan guru hanya
memberikan bimbingan terbatas pada pemilihan topik dan pengembangan pertanyaan.
e. Tipe
Inquiry yang paling kompleks ialah penelitian siswa
( student research ). Dalam Inquiry tipe ini, guru hanya berperan sebagai
fasilitator dan pembimbing sedangkan penentuan atau pemilihan dan pelaksanaan
proses dari seluruh komponen Inquiry menjadi tangung jawab siswa.
F. Tujuan Metode Inquiry
Tujuan
metode inquiry adalah agar siswa terangsang oleh tugas, dan kreatif mencari
serta meneliti sendiri pemecahan masalah itu, mencari sumber, dan mereka
belajar bersama dalam kelompok. Tujuan utama dari pada penggunaan metode inquiry
adalah untuk mengembangkan kemampuan berfikir, terutama di dalam mencari
sebab akibat dan tujuan suatu masalah. Metode ini melatih murid-murid dalam
cara-cara mendekati dan cara-cara mengambil langkah-langkah bila akan
memecahkan suatu masalah yaitu dengan memberikan kepada murid pengetahuan
kecakapan praktis yang bernilai bagi keperluan hidup sehari-hari.
Metode
ini memberikan dasar-dasar pengalaman yang praktis mengenai bagaimana cara-cara
memecahkan suatu masalah dan kecakapan ini dapat diterapkan bagi keperluan
menghadapi masalah-masalah lainnya di dalam masyarakat.
Sedangkan
menurut Roestiyah tujuan metode inquiry
adalah agar siswa terangsang oleh tugas, dan kreatif mencari serta meneliti
sendiri pemecahan masalah itu, mencari sumber sendiri dan mereka belajar
sendiri dalam kelompok. Mengingat tujuan tersebut di atas maka pemecahan suatu
masalah jangan di ajarkan sebagai pengetahuan saja, melainkan harus menjadi
alat bagi murid untuk selanjutnya dapat memecahkan masalah sendiri dari segala
macam masalah yang mungkin akan dijumpainya, sekarang maupun kelak, di sekolah,
di rumah maupun di masyarakat. Tujuan-tujuan lainnya selain dari tujuan utama
yang telah disebutkan di atas adalah:
1. Belajar bagaimana bertindak di
dalam suatu situasi baru.
2. Belajar bagaimana caranya
keluar dari situasi yag sulit.
3. Belajar bagaimana caranya
mempertimbangkan suatu keputusan.
4. Belajar bagaimana caranya
membatasi suatu persoalan.
5. Belajar bagaimana caranya
menemukan pemecahan-pemecahan.
6. Belajar menyadari bahwa setiap
masalah pasti ada cara tertentu untuk memecahkannya.
7. Belajar meneliti suatu masalah
dari semua sudut pemecahan.
8. Belajar bekerja secara
sistematis di waktu memecahkan suatu masalah.
9. Belajar menguji kebenaran
suatu keputusan yang telah ditetapkan.
Selain
itu juga disebutkan tujuan umum dari latihan inquiry adalah menolong
siswa mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan yang dibutuhkan
dengan memberikan pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin
tahu. Dapat disimpulkan tujuan dari metode inquiry ini adalah untuk
membantu siswa dalam mengembangkan intelektual dan ketrampilannya yang timbul
dari pertanyaan-pertanyaan dan menyelidikinya untuk mendapatkan jawaban sesuai
dengan keingintahuan mereka.
G.
Model Penerapan Inquiry
Contoh sederhana tentang pembelajaran AL-Qur’an berbasis inquiri adalah
sebagai berikut: Pembelajaran AL Qur’an tentang kandungan ayat “wa’fu anna wagfir lana warhamna” menurut
Ath- Thabathaba’i (1983), bahwa “al-al afwu hiya idzhabu atsar adz-dzanbi wal
maghfirah satruhu” ayat ini berkaitan dengan QS AL Zalzalah ayat 7-8” Faman ya’mal mistqala zarrah khairan yarah
waman ya’mal zarrah syarran yarah”, kemudian dikaitkan dengan konteks
kehidupan sehari-hari menyangkut profil manusia yang hidupnya diwarnai oleh
nilai-nilai kebaikan dan keburukan[16].
Contoh lainnya mengenai pembelajaran AL Qur’an dan Hadis yang kandungannya
menyangkut aspek keimanan, sebagaimana diketahui bahwa masalah keimanan/aqidah banyak
menyentuh aspek metafisika abstrak atau supra-rasional. seorang yang banyak
terlatih dengan hal-hal yang bersifat rasional mungkin sulit mencerna dan
menghayati hal-hal yang supra-rasional tersebut. Untuk mengatasi kesulitan ini
dapat diketahui dengan jalan mengembangkan keimanan berbasis inquiri berbasis
kontestual. Melalui pendekatan ini, peserta didik diajak untuk mengamati dan
mengkaji peristiwa-peristiwa kehidupan sebagai laboratorium (pendidikan agama
islam), baik yang terkait dengan fenomena alam (komologi, flora,fauna,
astronomi, geografi, metereologi, oceanografi, kimia, dll), fenomenal sosial,
psikologis, budaya, maupun fenomena seseorang yang memiliki komitmen adan
loyalitas serta dedikasi yang tinggi terhadap ajaran, nilai-nilai dan petunjuk
Tuhan, ataupun sebaliknya seseorang yang kafir. Dari hasil pengamatan dan
kajian peristiwa-peristiwa kehidupan (sabagai laboratorium pendidikan agama islam).
Misalnya pembelajran tentang
keimanan akan adanya Allah, takdir dan siksa neraka. Dalam hal ini terdapat
kisah yang menarik sebagai berikut:
Ada seorang pemuda lulusan dari negeri Paman Sam, kembal ke tanah air,
sesampainya dirumah ia meminta kepada orang tuanya untuk mencari seoarng guru
agama, kiai, atau siapapun yang bisa menjawab tiga pertanyaannya,
Akhirnya orang tua pemud itu mendapatkan orang guru tersebut.
·
Pemuda : Anda siapa? Dan apakah bisa menjawab pertanyaan saya?
·
Kiai : Saya hamba Allah dengan izin-Nya
saya akan menjawab pertanyaan anda.
·
Pemuda : Anda yakin ? sedangkan Profesor dan orang pintar saja tidak mampu menjawab
pertanyaan saya.
·
Kiai : Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya.
·
Pemuda : Saya punya tiga pertanyaan :
1. Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukan wajud Tuhan
kepada saya.
2. Apakah yang dinamaka TAQDIR?
3. Kalau setan diciptkan dari api kenapa dimasukkan ke
neraka yang dibuat dari api, tentu tidak menyakitkan buat setan, sebab mereka
memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak pernah berpikir sajauh itu.
Tiba-tiba kiai tersebut menampar pipi si pemuda
dengan keras
·
Pemuda : Kenapa Anda kepada saya? (sambil
menahan sakit)
·
Kiai : Saya tidak marah...Tamparan itu adalah jawaban
saya atas tiga pertanyaan yang anda ajukan kepada saya.
·
Pemuda : Saya sungguh-sungguh tidak mengerti
·
Kiai : Bagaiman rasanya tamparan saya?
·
Pemuda : Tentu saja saya merasakan sakit
·
Kiai : Anda percaya bahwa sakit itu ada?
·
Pemuda : YA
·
Kiai : Itulah jawaban pertanyaan pertama : kita semua
merasakan keberadaan Tuhan tanpa mampu melihat wajudnya.
·
Kiai : apakah anda tadi malam bermimpi bahwa akan
ditampar oleh saya?
·
Pemuda : Tidak
·
Kiai : Apakah pernah terpikir oleh Anda akan menerima
sebuah tamparan dari saya hari ini?
·
Pemuda : Tidak
·
Kiai : Itulah yang dinamakan Takdir
·
Kiai : Terbuat dari apa tangan saya yang saya gunakan untuk menampar pipi
anda?
·
Pemuda : Kulit
·
Kiai : terbuat dari apa pipi anda
·
Pemuda : kulit
·
Kiai : Bagaimana rasanya tamparan saya?
·
Pemuda : Sakit
·
Kiai : Walaupun setan terbuat dari
api, dan neraka terbuat dari api, Jika
Tuhan berkhendak maka neraka akan menjadi tempat menyakitkan untuk setan.
H.
Keunggulan dan
Kelamahan Model Inquiry
Model Inquiry
ini memiliki keunggulan yaitu :
a)
Dapat membentuk dan
mengembangkan konsep dasar kepada siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang
konsep dasar ide-ide dengan lebih baik.
b)
Membantu dalam
menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru.
c)
Mendorong siswa untuk
berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersifat jujur, obyektif, dan
terbuka.
d)
Mendorong siswa untuk
berpikir intuitif dan merumuskan hipotesanya sendiri.
e)
Memberi kepuasan yang
bersifat intrinsik.
f)
Situasi pembelajaran
lebih menggairahkan.
g)
Dapat mengembangkan
bakat atau kecakapan individu.
h)
Memberi kebebasan siswa
untuk belajar sendiri.
i)
Menghindarkan diri dari
cara belajar tradisional.
Kelemahan
model Inquiry :
a)
Memerlukan waktu yang
cukup lama.
b)
Tidak semua materi
pelajaran mengandung masalah
c)
Memerlukan perencanaan
yang teratur dan matang
d)
Tidak efektif jika
terdapat beberapa siswa yang pasif.
e)
Siswa harus memiliki
kesiapan dan kematangan mental, siswa harus berani dan berkeinginan untuk
mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.
f)
Keadaan kelas di
Indonesia yang pada kenyataannya memiliki jumlah yang tidak ideal per kelasnya
membuat pembelajaran inquiry ini kemungkinan besar tidak mencapai hasil yang
memuaskan.
g)
Ada kritik, bahwa dalam
model inquiry ini terlalu mementingkan proses pengertian saja atau lebih banyak
menguras aspek kognitif namun kurang memperhatikan perkembangan sikap bagi
siswa.
I.
Penutup
Dari pemaparan-pemaparan
di atas, dapat penulis memberikan kesimpulan bahwa untuk memahami pendidikan
secara komprehensif menyeluruh maka kita menggunakan berbagai macam metode,
diantarannya adalah Inquiry berasal dari bahasa inggris “inquiry”,
yang secara harfiah berarti penyelidikan. Pembelajaran dengan metode inquiry merupakan
satu komponen penting dalam pembaruan pendidikan. Karena dalam pembelajaran
dengan metode ini siswa di dorong untuk belajar sebagian besar melalui
keterlibatan aktif mereka sendiri. dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip,
dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang
memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
Diantara
metodenya adalah: Observasi (observation), Bertanya (questioning),
Mengajukan dugaan (Hypothesis), Pengumpulan data (Data Gathering),
Penyimpulan (Conclusion).
Tujuan
utama dari pada penggunaan metode inquiry adalah untuk mengembangkan
kemampuan berfikir, terutama di dalam mencari sebab akibat dan tujuan suatu
masalah. Metode ini melatih murid-murid dalam cara-cara mendekati dan cara-cara
mengambil langkah-langkah bila akan memecahkan suatu masalah yaitu dengan
memberikan kepada murid pengetahuan kecakapan praktis yang bernilai bagi
keperluan hidup sehari-hari. Waallahu a’lam bisshowab.
Saran-saran :
“Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis
memberikan saran dan harapan bahwa metode pembelajaran PAI berbasis inquiry,
sudah seharusnya guru guru mempelajari, mendalami dan mempraktikkan dalam
proses belajar mengajarnya terutama Guru PAI. Sehingga terwujud pembelajaran
yang menyenangkan”.
Daftar
Pustaka
Sutiah, Dkk. 2009.. Manajemen
Pendidikan Aplikasinya dalam Penyusunan
Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah. Jakarta : Pernada Media Group,
Silberman & Fatah Yasin, 2008, Dimensi – Dimensi Pendidikan Islam (Malang:
UIN – Malang Pres).
Mulyasa, 2008..
Menjadi Guru Profesional Menciptakan
Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.
Darmansyah. 2010. Strategi
Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor. Jakarta Bumi Aksara.
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu Dalam Teori Dan Praktek. Jakarta
: Prestasi Pustaka,
Slameto. 1993. Proses Belajar Mengajar Dalam
Proses Kredit Semester SKS. (Jakarta: Bumi
Aksara,
Nurhadi & A. G Senduk. 2004. Pembelajaran
kontekstual (CTL) Dan Penerapannya dalam KBK. (Malang: Universitas Negeri
Malang,)
Rostiyah, 1991. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta : PT. Rineka
Cipta,)
________, 1989. Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Bima Aksara,)
Sunaryo. 1989. Strategi Belajar Mengajar Ilmu
Pengetahuan Sosial (Malang: IKIP Malang,)
Muhaimin, 1996. Strategi Belajar Mengajar (Surabaya:
CV Citra media,)
___________. 2009.
Rekonstruksi Pendidikan Islam. Jakarta
: Raja Grafindo
Tim Dosen IAIN Sunan Ampel Malang. Dasar-Dasar Kependidikan Islam (Surabaya:
P.T
Karya Aditama)
[1] . Sutiah, Dkk. Manajemen Pendidikan Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana
Pengembangan Sekolah/Madrasah. Jakarta : Pernada Media Group, 2009. Hal.5
[2] . Azymardi Azra. Pendidikan Islam, Tradisi dan modernisasi Menuju
Milenium Baru. Jakarta. Wacana Ilmu.2002. hal. 6-7
[3] . Bangking
Concep of Education, (konsep
pendidikan anak) adalah satu istilah
yang diperkenalkan Paulo Faire, Pedagogy of the opressed, Pinguin Books.
1978. konsep ini merupakan satu gejala dimana guru berlaku sebagai penyimpan yang memperlakukan murid-muridnya sebagai tempat penyimpan
semacam Bank, yang kosong dan perlu diisi. Dalam proses semacam ini murid-murid
tidak lebih sebagai gudang, yang tidak kreatif sama sekali. Murid dianggap berada
dalam kebodohan absolut (absolute
ignorance), ini merupakan satu penindasan kesadaran manusia. membangkitkan kesadaran
manusia yang tertindas dalam kultur bisu (cultur
of silance) ini diperlukan conscientization
atau proses penyadaran.
Karya Aditama) hlm 127.
[5] M. Silberman dalam Fatah Yasin, Dimensi – Dimensi Pendidikan
Islam (Malang: UIN – Malang Pres 2008), hlm. 181
[6] Mulyasa. Menjadi Guru Profesional Menciptakan
Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.
2008., hal. 108
Aksara, 1993) hlm 116.
[9]. Nurhadi & A. G Senduk. Pembelajaran
kontekstual (CTL) Dan Penerapannya dalam KBK. (Malang: Universitas Negeri
Malang, 2004)
[10] . Sunaryo. Strategi Belajar
Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (Malang: IKIP Malang, 1989) hal 117.
[11] . Darmansyah. Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan
Humor. Jakarta Bumi Aksara. 2010.hal 3-4
Pustaka, 2007) hlm 26
(Malang: Universitas Negeri
Malang, 2004).