Sabtu, 03 Februari 2018

NILAI KEHIDUPAN DALAM PELAKSANAAN QURBAN


NILAI KEHIDUPAN DALAM PELAKSANAAN QURBAN



SUNARDIN[1]

(Tuliasan ini pernah di muat di Majalah KODI DKI / Juli 2017) 

A.    Latar Belakang
Kita patut bersyukur kepada Allah Rabbul Alamin, yang dengan kasih sayang-Nya berkenan menjaga keimanan dan ke-Islaman kita, sehingga kita tetap menjadi pemeluk Islam, dan dapat menjalankan ibadah shalat Idul Adha 1437 H pada hari senin tanggal 12 Oktober 2016, dengan baik. Kita sambut Hari Raya Idu-l-Adha ini dengan takbir, tahmid, dan istighfar memecahakan kesunyian malam yang indah. Kalimat tauhid kita kumandangkan, mengisi jiwa dan hati yang tulus ikhlas bersama gerimis malam dan embun pagi..
Tanpa penjagaan dari Allah, bukan mustahil sewaktu-waktu iman dan Islam kita berubah sehingga kita menjadi orang munafik, karena tidak konsisten dengan aqidah dan syariah yang Allah perintahkan untuk dilaksanakan. Boleh jadi juga kita berubah jadi orang musyrik, karena ridha bertuhan pada selain Allah, menyembah thaghut, dan memuja patung ataupun berhala. Mungkin saja kita berubah jadi orang kafir, karena mengingkari semua aqidah dan syariah Islam. Atau bisa juga menjadi orang liberal karena menganggap semua agama sama.
Hari Idul Adha merupakan salah satu hari besar dalam sejarah agama Islam. Pada masa lalu, hari itu terjadi peristiwa kurban seperti tradisi yang di lakukan Nabi Allah terdahulu. Dalam suasana ‘Idul Adha seperti sekarang ini, perhatian kita minimal tertuju kepada dua hal, yaitu ibadah haji dengan serangkaian kegiatan ritualnya, sejak niat, memakai pakaian ihram sampai kepada tahallul, memotong rambut atau mencukurnya dan pelaksanaan ibadah qurban berupa penyembelihan hewan ternak sebagai tanda semakin semaraknya syiar Islam, yang dilaksanakan sejak pelaksanaan shalat ‘Idul Adha sampai tiga hari berikutnya. Sejak awal rangkaian ibadah haji, seluruh jama’ah haji tenggelam dalam suasana persaudaraan dan persamaan, tanpa ada perasaan perbedaan. Perbedaan warna kulit lenyap tertutup oleh pakaian ihram putih bersih; perbedaan bahasa sirna oleh gemuruh zikir dan takbir serta suara do’a yang menggunakan satu bahasa. Suasana yang demikian merupakan visualisasi dari dasar “persamaan” yang menjadi salah satu dasar Islam dalam membangun dan membina masyarakatnya. Menurut syari’at Islam, semua manusia adalah sama derajatnya dihadapan Allah. Oleh karena itu, dalam Islam tidak dikenal adanya stratifikasi sosial dll.
Idul Adha yang kita rayakan pada setiap tanggal 10 Dzulhijjah kemarin juga disebut dengan sebuatan “Hari Raya Haji”, karena terkait dengan kaum muslimin yang sedang menunaikan ibadah haji, yaitu rukun Islam yang kelima. Ibadah haji merupakan karunia Ilahy, namun tidak semua orang bisa meraihnya, karena berbagai sebab. Berapa banyak orang yang memiliki kecukupan harta, sehat fisik dan rohaninya, namun ia tidak sungguh-sungguh berniat berangkat ke Baitullah al-Haram, sehingga ia tidak dapat menyambut panggilan Allah itu. Sebaliknya, berapa banyak orang yang berniat haji, ingin berangkat ke tanah suci Makkah, namun tidak memiliki kemampuan harta atau sedang mengalami sakit yang menghalangi mereka menunaikan rukun Islam kelima itu.
Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu peristiwa penting yang merupakan essensial dari Idul Adha ini adalah penyemblihan hewan qurban, yang dilakukan bukan saja oleh jamaah-jamaah haji, melainkan dapat dikatakan oleh kaum Muslimin diseluruh penjuru dunia. Sesorang yang mengorbankan sesuatu menurut pandangan Islam, sesungguhnya adalah mengharap keridhoan Allah semata, bukan karena yang lain. Oleh karena itu, ia akan mengorbankan apa yang dimilikinya, meskipun karena itu ia tidak akan disukai, dibenci, bahkan dimusuhi oleh selain Allah.
Seorang yang berkorban sesungguhnya adalah orang yang menukarkan apa yang dimilikinya dengan yang lebih baik. Itulah nilai kehidupan yang terkandung dalam pelaksanaan qurban yang sebenarnya. Berangkat dari latarbelakang tersebut diatas maka dalam tulisan ini di fokuskan pada topik nilai kehidupan dalam pelaksanaan qurban.

B.     Pengertian Qurban
Kamus besar  Bahasa Indonesia, kata qurban diartikan dengan beberapa makna, yaitu pemberian untuk menyatakan kebaktian dan kesetiaan; binatang disembelih sebagai persembahan dan untuk mendekatkan hubungan dengan Tuhan. Kata ini merupakan serapan dari bahasa Arab, qurban yang berasal dari akar kata dengan huruf qaf  ra dan ba, dan memiliki makna kedekatan. Imbuhan an pada akar kata dasar qurb menujukan kedekatan yang sempurna.
Dalam kitab Al Fiqyah al Islami karangan Muhammad Rifa’i disebutkan bahwa  الأضحية (al-udhiyah / qurban) menurut syariat adalah sesuatu yang disembelih dari binatang ternak yang berupa unta, sapi dan kambing untuk mendekatkan diri kepada Allah yang disembelih pada hari raya Idul Adha dan Hari Tasyrik. Hari Tasyrik  adalah hari ke 11, 12, dan 13 Dzulhijah. Sedangkan dalam Insklopedi Islam AL-KAMIL karangan Syeikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, bahwa qurban adalah hewan yang disembeli pada hari raya Idul Adha berupa Unta, sapi dan kambing yang dimaksudkan dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri pada Allah).
Sedangkan hukum berkurban adalah sunnah muakkadah bagi kaum muslimin yang mampu.  Sebagaimana Firman Allah bahwa qurban berdasarkan perintah Allah dalam Al Qur’an salah satu diantaranya adalah surah Al Kautsar: 2:
 فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ ٢                                                  
Artinya: Maka dirikanlah sholat karena Rabbmu, dan berkurbanlah (Q.S. Al- Kautsar:2)

 Kata qurban ditemukan dalam Al Qur’an sebanyak tiga kali, yaitu QS Ali Imran [3] :183, QS Al Maidah [5] :27 dan QS Al Ahqaf [46] :28. Pakar Al Qur’an, al-Raghib al-Isfahani, mengartikan sebagai segala sesuatu yang digunkan untuk mendekatkan diri pada Allah. Dalam perkembangannya kata qurban lebih spesifik bermakna hewan yang disembelih pada raya  qurban/dul adha dan tiga hari sesudahnya (hari-hari tasyriq) untuk mendekatkan diri pada Allah SWT.
Jadi qurban merupakan wujud kesediaan seseorang untuk mengorbankan yang dicintainya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Qurban adalah suatu amalan yang diisyariatkan Islam pada tahun kedua Hijriyah berdasarkan dalil Al-Qur’an, Hadits dan Ijma. Ibadah Qurban merupakan bentuk wujud SYUKUR kita atas segala nikmat yang telah diberikan Allah SWT (nikmat sehat, nikmat selamat, nikmat materi dan masih beribu nikmat lainnya).

C.    Nilai Kehidupan dalam Pelaksanaan Qurban
Qurban Dalam Islam bukan sekedar upacara penyembelihan binatang, dan aktivitas membagikan daging hewan pada mereka yang tidak punya uang. Lebih dari itu, Qurban memiliki akar sejarah yang demikian kuat, dan memiliki posisi yang sangat penting ditengah-tengah masyarakat, selain memiliki ukuran religi yang menghubungkan antara makhluq dan kholiq. Dengan demikian, qurban dapat mempererat tali ikatan, sekaligus qurban menjadi cermin yang memberikan informasi sejauh mana seseorang muslim mau berkorban kepada sesama.
Tradisi mempersembahkan sesuatu sebagai qurban sudah ada sejak awal sejarah kemanusiaan. Seperti di jelaskan salahsatu diantaranya QS Al Maidah [5] :27-31, yang menceritakan sejarah dua orang putra Nabi Adam As, yang disebut-sebut bernama Qabil dan Habil. Dalam beberapa literatur klasik  dijelaskan bahwa kisah  Qabil dan Habil bermula dari kebiasaan Nabi Adam mengawinkan anak-anaknya secara silang. Konon, hawa, isteri adam, setiap kali hamil melahirkan dua anak;laki-laki dan perempuan kembar. Untuk menjaga kesinambungan keturunan, Adam mengawinkan anak perempuan dari satu kembaran dengan anak laki-laki dari kembaran lain, begitu sebaliknya, saudara kembar Qabil bernama Iqlima yyang berparasnya cantik, ketika diminta untuk dikawinkan dengan saudaranya yang lebih muda, Habil, ia tidak mau melepaskannya, iqlima di perebutkan oleh Qabil dan Habil.
Mukhlis Hanafi dewak pakar Mesjid Sunda Kelapa, menyebutkan dalam khutbah Idu Adhanya, mengenai siapa yang lebih berhak atas Iqlima, Nabi Adam menggunakan mediasi qurban (pesembahan) di harapkan kedua belah pihak dapat menerima. Sesuai kebiasaan pada saai itu, qurban diterima ditandai dengan api dari langit yang menyambar dan memakannya, sebaliknya, bila tidak diterima api tidak turun menyambarnya.
Sebagai seorang yang bekerja di sektor pertanian, Qabil mempersembahkan beberapa tangkai bahan makanan, alih-alih memilih yang terbaik dia malah mempersembahkan produk yang terburu dengan satu keyakinan, diterima atau tidak, Iqlima akan tetap menjadi miliknya. Sebaliknya, Habil, yang menekuni bidang peternakan memilih domba gemuk yang  terbaik untuk menjadi persembahannya. Ketika qurban keduanya diletakkan di sebuah bukit/gunung, api menyambar domba gemuk persembahan Habil sebagai tanda diterimanya qurban tersebut. Allah menjelaskan alasan diterimanya qurban Habil adalah karena kadar keikhlasan dan ketaqwaan yang lebih tinggi QS Al Maidah [5] :27. Dari qurban harus dalam bentuk yang sempurna, tidak cacat dan harus pula di persembahkan secara ikhlas.
Selain sejarah Nabi Adam dan keluarganya juga disebutkan sejarah Nabi Ibrahim dan kelaurganya. Tradisi qurban juga bermula pada masa nabi Ibrahim AS. Pada masa Nabi Ismail bin Ibrahim berusia 7 tahun, tepatnya pada tanggal kedelapan (bulan Dzulhijjah). Nabi Ibrahim bermimpi mendapat perintah dari Allah untuk menyembelih Nabi Ismail, lantas Nabi Ibrahim berfikir, apakah mimpi tersebut dari Allah? Atau dari syaithan. Maka dari itulah hari tersebut di kenal dengan hari Tarwiyah (hari yang meragukan). Malam berikutnya, yakni malam kesembilan bulan Dzulhijjah Nabi Ibrahim bermimpi kembali dan akhirnya Nabi Ibrahim yaqin bahwa mimpi itu benar-benar dari Allah SWT oleh sebab itu, tanggal 9 dzulhijjah dikenal dengan hari arafah.
Pada malam berikutnya, yaitu malam kesepuluh bulan dzulhijjah Nabi Ibrahim bermimpi lagi, akhirnya pada keesokan harinya Nabi Ibrahim berangkat bersama nabi Isma'il untuk melaksanakan perintah Allah, yang bertepatan dengan 10 dzulhijjah, dan hari itu pulalah disebut dengan hari nahr (hari penyembelihan atau qurban). Dengan kesabaran, ketabahan dan ketaatan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS,untuk meneruskan prosesi qurban, dan Allah SWT  menggantinya dengan seekor sembelihan (kambing).
Perintah Allah melalui mimpi kepada Nabi Ibrahim AS. Yang berakhir dengan di batalkannya penyembelihan tersebut dengan digantikannya seekor domba yang gemuk disebutkan dalam QS Al Shoffat  [37] :101-107. Menunjukan bahwa manusia terlalu mahal untuk jadikan qurban. Manusia adalah makhluk yang sangat mulia dalam pandangan Tuhan QS Al Isra [17] :70.
Di sisi lain, sikap Nabi Ibrahim yang berkehendak menyembelih  Ismail atas adasar perintah wayhu yang menunjukkan bahwa tidak ada yang mahal untuk di qurbankan ketika datang panggilan ilahi. Memang dalam mendekatkan diri pada Allah melalui berqurban, infak atau lainnya, kita diminta untuk mempersembahkan bukan hnaya yang baik, tetapi juga yang paling kita cinta, QS Al Imran [3] :92. Itulah pengorbanan dan kebaktian sejati. Ketika panggilan ilahi datang untuk berqurban, tidak ada satu apa pun, jiwa, harta, keluarga kesenangan dunia lainnya yang dipandang mahal untuk dipersembahkan QS At Taubah [9] :24.
قُلۡ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمۡ وَأَبۡنَآؤُكُمۡ وَإِخۡوَٰنُكُمۡ وَأَزۡوَٰجُكُمۡ وَعَشِيرَتُكُمۡ وَأَمۡوَٰلٌ ٱقۡتَرَفۡتُمُوهَا وَتِجَٰرَةٞ تَخۡشَوۡنَ كَسَادَهَا وَمَسَٰكِنُ تَرۡضَوۡنَهَآ أَحَبَّ إِلَيۡكُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٖ فِي سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّىٰ يَأۡتِيَ ٱللَّهُ بِأَمۡرِهِۦۗ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡفَٰسِقِينَ
Artinya: Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik

Ibrahim adalah suri tauladan abadi. Ketundukannya kepada sistem kepercayaan, nilai-nilai dan tata aturan ilahiah selalu menjadi contoh yang hidup sepanjang masa. “Ketika Allah berfirman kepadanya, “Tunduk patuhlah (Islamlah),” maka ia tidak pernah menunda-nundanya walau sesaat, tidak pernah terdetik rasa keraguan sedikit pun, apa lagi menyimpang. Ia menerima perintah itu dengan seketika dan dengan penuh ketulusan. Ternyata keislaman Ibrahim tidak hanya untuk dirinya sendiri, ketundukannya kepada ajaran-ajaran dan syari’at Allah bukan hanya buat dirinya sendiri, bahkan tidak hanya untuk generasi sezamannya, melainkan untuk seluruh generasi ummat manusia. Atas dasar itulah beliau wariskan nilsi-nilsi kehidupan dalam Islam dan sikap ketundukan kepadanya untuk anak cucu sepeninggalnya, untuk generasi berikutnya sampai akhir masa, adapun nilai kehidupan tersebut adalah:
a.        Nilai Sprititual
a.    Nilai Ketaqwaan. Betapa berat ujian Allah yang diberikan kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya, namun karena taat dan cintanya kepada Allah melebihi segala-galanya, Nabi Ibrahim tidak ragu-ragu melaksanakan perintah Allah yang sangat berat ini. Kecintaannya kepada Allah dan kepatuhannya terhadap orang tua, Ismail calon nabi rela menjulurkan lehernya untuk disembelih. Dengan ketakwaannya terhadap Allah dan kesetiaannya kepada suami, Siti Hajar memasrahkan putra satu-satunya untuk disembelih, walaupun diiringi isak tangis dan derai air mata sang ibu membasahi pipi.
Seperti ibadah lainnya, ibadah qurban ini disyari’atkan oleh Allah adalah untuk menguji keimanan dan ketakwaan hamba-Nya. Apa pun jenis hewan ternak dan berapa pun jumlahnya yang disembelih hari ini, yang sampai dan diterima oleh Allah adalah ketakwaan  seseorang, bukan daging atau darah hewan qurban tersebut. Sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya : “Bukanlah daging dan darah hewan qurban itu yang sampai kepada Allah, melainkan ketakwaan kalian yang mencapai ridha-Nya.” ( Al-Hajj/22 : 37 ) Beruntunglah hamba-hamba Allah yang diberi kemurahan rezki dan ikhlas melaksanakan ibadah qurban pada Hari Raya Adha tahun ini. Semakin sering, apa lagi setiap tahun, seseorang hamba melaksanakan ibadah qurban, maka semakin teruji dan terbukti pulalah ketakwaannya.

b.    Nilai keikhlasan. Hajar istri nabi Ibrahim, kita dapat belajar keikhlasannya dalam mengorbankan putra satu-satunya yang tercinta, setelah sekian lama bersusah payah dalam mengandung dan melahirkan, dilanjutkan dengan berbagai kesusahan untuk mempertahankan hidup putranya yang ditinggal suaminya di tengah padang pasir yang kering kerontang. Ibu mana yang hidup di jaman modern ini yang akan merelakan anaknya disembelih suaminya yang katanya atas perintah Allah. Hajar, yang karena keimanannya yakin betul bahwa suaminya tidak akan menyalahi perintah Allah, merelakan anaknya disembelih untuk memenuhi seruan Allah. Keikhlasan Hajar dalam mengorbankan putranya dapat dijadikan teladan bagi para ibu dalam menumbuhkan jiwa berkorban.

b.   Nilai Sosial/Kemasyarakatan
Islam tidak melarang bahkan menganjurkan agar umat-Nya hidup kaya raya, tetapi kekayaan itu harus dimanfaatkan untuk menuju jalan Allah Yang Maha Rahman, karena kekayaan yang dimiliki di dunia pada hakekatnya bukan milik kita, melainkan milik dan titipan Allah yang setiap saat dapat diambil kembali, karena itu, Hari Raya Qurbanpun merupakan Hari Rayayang berdimensi sosial kemasyarakatan yang sangat dalam. Hal itu terlihat ketika pelaksanaan pemotongan hewan yang akan dikorbankan, para mustahik yang akan menerima daging-daging kurban itu berkumpul. Mereka satu sama lainya meluapkan rasa gembira dan sukacita yang dalam. Yang kaya dan yang miskin saling berpadu, berinteraksi sesamanya. Luapan kegembiraan di hari itu, terutama bagi orang miskin dan fakir, lebih-lebih dalam situasi krisi ekonomi dan moneter yang dialami sekarang ini, sangat tinggi nilainya, ketika mereka menerima daging hewan kurban tersebut.
Dengan syari’at qurban ini, kaum muslimin dilatih untuk menebalkan rasa kemanusiaannya, mengasah kepekaannya dan menghidupkan hati nuraninya. Ibadah qurban ini sarat dengan nilai kemanusiaan dan mengandung nilai-nilai sosial yang tinggi. Oleh karenanya orang Islam yang tidak mampu mewujudkan nilai-nilai kemasyarakatan, dianggap sebagai pendusta agama(QS Al-Ma’un, 107:1-3).  
Makna sosial lain yaitu, di mana Rasulullah melarang kaum mukmin mendekati orang-orang yang memiliki kelebihan rezeki, akan tetapi tidak menunaikan perintah kurban. Dalam konteks itu, Nabi bermaksud mendidik umatnya agar memiliki kepekaan dan solidaritas tinggi terhadap sesama. Qurban adalah media ritual, selain zakat, infak, dan sedekah yang disiapkan Islam untuk mengejewantahkan sikap kepekaaan sosial itu. Sofian Sauri  dalam tulisannya Nilai Sosial Qurban menyebutkan sikap tolong-menolong harus terus dipelihara. Si miskin dan kaya, kata dia, harus saling tolongmenolong serta melarang untuk sombong dan congkak yang selama ini masih sering diperlihatkan. “Orang kaya yang berpenghasilan ratusan ribu bahkan jutaan per hari tidak akan bisa membangun rumah mewah tanpa adanya buruh dan tukang.
Karena itulah masyarakat harus saling tolong menolong selama itu dalam kebaikan. Tetapi sebaliknya jangan tolong menolong kalau dalam keburukan. Dalam kesempatan dan cuaca yang cerah tersebut, Ramli menyampaikan umat Islam di Tanah Air hendak menjalankan ibadah haji dari waktu ke waktu semakin meningkat drastis.

D.    Penutup Kesimpulan
Sebagai akhir dari uraian yang telah dipaparkan bahwa,  qurban merupakan wujud kesediaan seseorang untuk mengorbankan yang dicintainya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ibadah Qurban merupakan bentuk wujud SYUKUR kita atas segala nikmat yang telah diberikan Allah SWT (nikmat sehat, nikmat selamat, nikmat materi dan masih beribu nikmat lainnya). Sedangkan nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam ibadah qurban adalah. a, nilai spritual yaitu nilai ketaqwaan dan nilai keikhlasan dan  b. Nilai sosial kemasyarakatan.


Sumber Bacaan

Kementrian Agama RI, Syaamil al-Qur’an: 2010. Miracle The Reference, 22 Keunggulan Yang Memudahkan dalam 1 al-Qur’an Dengan Referensi yang Sahih, Lengkap, dan Komprehensif  (Bandung: Sygma Publishing).

Muhammad Basam Rusydi Az –Zain, 2007. Sekolah Para Nabi, Menabur Kasih Syang di Bumi, Jakarta: PT.Buku Kita.

Hadiyah Salim, 1987. Qishashul Ambiya (Sejarah 25 Nabi), Bandung: Alma’ rif

Sofyan Suari, http:http//www. Qurban dalam Idul Qurban. com. di akses 15/9/2015         
Satibi Darwis, http:http//www. Refleksi Wasiat Nabi Ibrahim.com. di akses 11/9/2015
Dinas Pendidikan,http://www. Anak,Nilai-nilai qurban.com. di akses 14 /9/2015



[1] Adalah Mahasiswa Koder Muballigh Angkatan ke XXIII DKI Jakarta, 2016/2017.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar