Senin, 12 Februari 2018

ANALISIS MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN PERGURUAN TINGGI


ANALISIS MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN PERGURUAN TINGGI
Oleh: SUNARDIN, M.Pd.I



                                                                                              
PENDAHULUAN

Kepemimpinan yang baik selalu dikaitkan dengan keberhasilan sebuah institusi pendidikan. Ada korelasi yang signifikan antara peningkatan kinerja institusi pendidikan dengan keefektifan seorang pemimpin. Pemimpin  yang baik tidak semata-mata karena faktor bawaan, akan tetapi juga karena diusahakan. Latar sosial dan budaya seorang pemimpin menjadi salah satu yang berpengaruh terhadap keefektifan kepemimpinan, sehingga menjelaskan konstruksi sosial warga dan latar sosial dan budaya menjadi sebuah keharusan untuk mengungkap keberhasilan sebuah lembaga pendidikan.
Dalam kenyataannya para pemimpin dapat mempengaruhi moral dan kepuasan kerja, keamanan, kwalitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Para pemimpin juga memainkan paranan kritis dalam membantu kelompok, organisasi atau masyarakat untuk mencapai tujuan mereka.
Kemampuan dan keterampilan kepemimpinan dalam pengarahan adalah faktor penting efektifitas manajer. Bila organisasi dapat mengidentifikasikan kualitas –kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan, kemampuan untuk menseleksi pemimpin-pemimpin efektif akan meningkat. Dan bila organisasi dapat mengidentifikasikan perilaku dan teknik-teknik kepemimpinan efektif, akan dicapai pengembangan efektifitas personalia dalam organisasi.
Dalam sebuah institusi pendidikan, tentunya bukan hanya peran kepemimpinan dalam roda perjalanannya. Akan tetapi membutuhkan banyak elemen lain yang harus mendukung. Diantaranya adalah tuntutan adanyamanajemen,administrasiorganisasi yang solid.
Gabungan tiga elemen di atas akan meningkatkan mutu sebuah pendidikan, dimana peran masing-masing elemen tersebut amat berkaitan erat. Kinerja manajer lebih difokuskan kepada pencapaian tujuan, tanpa perlu memperhatikan penerimaan sosial atas kehadirannya. Pemimpin sebaliknya, ia tidak hanya mementingkan ketercapaian tujuan tetapi juga peduli pada sisi penerimaan social.
Pendidikan adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari siklus kehidupan manusia, sebuah fitrah dari makhluk yang dianugrahi akal dan pikiran. Proses pendidikan berjalan sejak dalam kandungan sampai keliang lahat (baca: meninggal dunia). Pendidikan bisa didapat dimana saja dan kapan saja. Proses pendidikan yang paling efektif adalah melalui pendidikan formal. Dimana sekolah merupakan perwujudan nyata pendidikan yang dilakukan secara berjenjang atas dasar sistem dan kebijakan tertentu.
Jejang pendidikan formal pasca sekolah lanjut atas adalah Perguruan Tinggi. Dimana pendidikan diklarifikasikan berdasarkan konsentrasi bidang keilmuan tertentu. Maka tidaklah mengherankan jika perguruan Tinggi menjadi pusat perubahan dan pengembangan ilmu pengetahuan, dimanapun di dunia itu. Itulah salah satu peran dan fungsi Perguruan Tinggi.
Dengan menyandang peran yang sangat penting tersebut sudah barang tentu Perguruan Tinggi harus menyediakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang siap menajdi troble shooter dalam kehidupan di masyarakat. Sekaligus mempu menjawab segala bentuk tantangan selaras dengan kepentingan rakyat banyak. Peran agen of chenge dapat dijadikan alternatif parameter berdasarkan idiologi Perguruan Tinggi atau lebih dikenal dengan Tri Darma Perguruan Tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat[1].
Dalam konteks Indonesia, kajian ulang tentang Perguruan Tinggi semakin menemukan momentumnya dengan terjadinya krisis moneter, yang disusul krisis ekonomi, politik dan sosial. Semua krisis ini tidak hanya menimbulkan keprihatinan mendalam tentang meningkatnya drop-out rate di kalangan mahasiswa, tetapi juga tentang semakin merosotnya efektivitas dan efisiensi Perguruan Tinggi dalam menghasilkan mahasiswa dan lulusan yang memiliki competitive advantage, memiliki daya saing yang andal dan tangguh dalam zaman globalisasi yang penuh tantangan seperti saat ini. Pengembangan perguruan-perguruan tinggi Islam (PTI), dengan demikian, juga harus dilihat dalam konteks perubahan-perubahan yang terjadi begitu cepat, baik pada tingkat konsep dan paradigma Perguruan Tinggi. Bahkan lebih jauh lagi, pengembangan PTI sekaligus pula harus mempertimbangkan perubahan dan transisi sosial, ekonomi dan politik nasional dan global.
Makalah ini mencoba mengkaji menganalisis manajemen dan kepemimpinan perguruan tinggi. dan lebih dalam membahas masalah manajemen perguruan tinggi.  
ANALISIS MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN PERGURUAN TINGGI
Mengenai definisi kepemimpinan, banyak perbedaan pendapat mengenainya. Hal ini disebabkan berbedanya sudut pandang dari masing-masing peneliti, maka mendefinisikan kepemimpinan sesuai dengan perspektif-perspektif individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik dari perhatian mereka.
a.    Jacobs & Jacques, mendefinisikan kepemimpinan sebagai sebuah proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran.[2]
b.    Sedangkan menurut Tannenbaum, Weschler & Massarik,   kepemimpinan adalah pengaruh antarpribadi, yang dijalankan dalam suatu sistem situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah pencapain satu tujuan atau bebrapa tujuan tertentu.[3]
c.    Mar’at mengutip pendapat Browr, menyatakan bahwa pemimpin adalah seseorang yang memiliki posisi dengan potensi tinggi di lapangan.[4]
d.   Kartini Kartono mengatakan, bahwa pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecakapan khusus dengan atau tanpa pengangkatan resmi untuk dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk melakukan usaha bersama mengarah kepada sasaran-sasaran tertentu.[5]
Dari pengertian di atas, bisa di tarik kesimpulan bahwa kepemimpinan merupakan suatu hubungan proses mempengaruhi yang terjadi dalam suatu komunitas yang di arahkan untuk tercapainya tujuan bersama.
Dibawah ini dijelaskan beberapa pendapat yang menjelaskan tentang pengertian manajemen.
a.    George R. terry dalam bukunya yang terkenal berjudul Principle of Management, dikemukakan bahwa:
"Manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan: perencanaan, pengorganisasian, kegiatan, dan tindakan pengawasan (controlling), yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lain.
b. The Liang Gie
Manajemen sebagai perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengontrolan terhadap sumber daya manusia dan alam untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
c. Sondang P. Siagian
Manajemen adalah kemampuan dan keterampilan untuk memperoleh hasil dalam rangka mencapai tujuan melalui kegiatan orang lain.
d. Malayu S.P. Hasibuan
Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya yang lain secara efektif dan efesien untuk mencapai tujuan tertentu.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwasanya manajemen adalah proses untuk mencapai tujuannya yang diinginkan dengan dibantu oleh faktor-faktor pendukung seperti perencanaan, pengorganisasian, dan  pengawasan (controlling) dengan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan lainnya.
Sebelum membicarakan manajemen perguruan tinggi, lebih dahulu perlu menelaah hakekat yang lebih utuh mengenai perguruan tinggi karena entitas perguruan tinggi mempunyai beberapa dimensi fungsi atau dimensi makna. Definisi dan penjelasan yang sudah diberikan menyebutkan bahwa perguruan tinggi adalah suatu satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi. Tujuan pendidikan tinggi ialah penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan meningkatkan taraf kehidupan masyarakat.
Dengan demikian, ada sekurang-kurangnya empat atau lima dimensi makna yang melekat pada perguruan tinggi, yaitu: (1) dimensi keilmuan (ilmu dan teknologi); (2) dimensi pendidikan (pendidikan tinggi); (3) dimensi sosial (kehidupan masyarakat); (4) dimensi korporasi (satuan pendidikan atau penyelenggara). Di atas semua itu, apabila pendidikan tinggi dimaksudkan untuk meningkatkan martabat manusia, maka dapat diangkat ke dalam dimensi makna yang lebih mendalam, yaitu (5) dimensi etis.[6] Saat membicarakan manajemen perguruan tinggi, berbagai dimensi maknalah antara lain yang membedakannya dengan manajemen perusahaan atau manajemen entitas lain. Oleh karena itu, sebelum membicarakan mengenai perguruan tinggi, ada baiknya kelima dimensi makna ditelaah satu persatu.
a.              Dimensi Etis
Universitas dikenal sebagai pusat kreativitas dan pusat penyebaran ilmu pengetahuan bukan demi kreativitas sendiri, tetapi demi kesejahteraan umat manusia. Hakekat tugas dan panggilan universitas ialah mengabdikan diri pada penelitian, pengajaran, dan pendidikan para mahasiswa yang dengan suka rela bergabung dengan para dosen dalam cinta yang sama akan pengetahuan. Universitas adalah suatu komunitas akademik yang dengan cermat dan kritis membantu melindungi dan meningkatkan martabat manusia dan warisan budaya melalui penelitian, pengajaran, dan berbagai pelayanan yang diberikan kepada komunitas setempat, nasional, dan bahkan internasional. Peran universitas pada perlindungan martabat manusia serta pada tanggungjawab moral penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah beberapa contoh dimensi etis dari makna perguruan tinggi.[7]

b.             Dimensi Keilmuan
Dunia perguruan tinggi adalah dunia ilmu pengetahuan. Tujuan utama pendidikan tinggi adalah mengembangkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan dengan proses belajar mengajar, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Hanya di perguruan tinggi melalui pendidikan tinggi, ilmu pengetahuan betul-betul dikembangkan dan bukan di pendidikan yang lebih rendah atau di tempat lain. Oleh karena itu, para dosen harus berusaha selalu meningkatkan kompetensi di bidang ilmu pengetahuan dan penelitian yang dikuasainya. Demikian pula, para mahasiswa dirangsang untuk berpikir secara kritis, sistematis dan taat asa serta mau dan mampu belajar seumur hidup.

c.              Dimensi Pendidikan
Pendidikan tinggi adalah pendidikan, yaitu pendidikan pada tingkat tinggi. Namun, hal ini sering menimbulkan polemik, apakah memang betul bahwa proses yang terjadi di universitas merupakan suatu pendidikan atau suatu pembelajaran karena arti “pendidikan” lain sama sekali dengan “pembelajaran”. Dalam proses pembelajaran, mahasiswa diusahakan menjadi orang yang belajar, mau belajar terus-menerus. Proses pembelajaran umumnya bersifat formal. Sebaliknya, pendidikan adalah proses penyiapan manusia muda menjadi manusia dewasa, yaitu manusia yang mandiri dan bertanggungjawab. Proses pendidikan bersifat informal dan terjadi terutama di dalam keluarga, tetapi dapat pula di dalam masyarakat dan sekolah.
Dalam proses pendidikan, termasuk pendidikan tinggi, tidak ada pengaturan, kurikulum, maupun penjenjangan. Yang ada hanyalah perjenjangan, pengaturan, perencanaan, struktur, dan sistem mengenai pembelajaran. Namun polemik mungkin dapat didamaikan dengan penjelasan bahwa di dalam perguruan tinggi terjadi pendidikan melalui pembelajaran. Pendidikan dapat diberikan, baik dalam kurikulum intra, kurikulum ekstra. Dalam kurikulum intra, pendidikan dapat diberikan dalam bentuk penjelasan dan contoh aplikasi ilmu pengetahuan. Dalam kurikulum ekstra, pendidikan dapat diberikan dalam seni budaya, seni olahraga, seni organisasi, dan sebagainya. Disiplin, keterbukaan, pelayanan, bantuan pada yang lemah, kejujuran, kerja keras, dan sebagainya yang diperlihatkan dalam pengelolaan universitas adalah nilai-nilai konkret yang merupakan contoh nyata untuk pendidikan.

d.             Dimensi Sosial
Penemuan ilmiah dan penemuan teknologi telah menciptakan pertumbuhan ekonomi dan industri yang sangat besar. Melalui pertumbuhan ekonomi dan industri, kesejahteraan manusia pun ditingkatkan. Melalui kegiatan dan perjuangan para ahli dan mahasiswa, kehidupan demokrasi ditingkatkan dan martabat manusia lebih dihargai. Perguruan tinggi mempersiapkan para mahasiswa untuk mengambil tanggungjawab di dalam masyarakat. Dari para lulusannya, masyarakat mengharapkan pembaruan dan perbaikan terus-menerus dalam tata kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Lebih lanjut, melalui pengajaran dan penelitian, perguruan tinggi diharapkan memberikan sumbangan dalam memecahkan berbagai problem yang sedang dihadapi masyarakat seperti kekurangan pangan, pengangguran, kekurangan pemeliharaan kesehatan, ketidakadilan, kebodohan, dan sebagainya.

e.              Dimensi Korporasi
Perguruan tinggi memberikan jasa kepada masyarakat berupa pendidikan tinggi dalam bentuk proses belajar mengajar dan penelitian. Yang diajarkan dan diteliti adalah ilmu pengetahuan. Jadi, bisnis pendidikan tinggi ialah ilmu pengetahuan. Perguruan tinggi mempunyai pelanggan, yaitu para mahasiswa dan masyarakat pengguna lulusannya. Perguruan tinggi menghadapi persaingan, yaitu antar perguruan tinggi lain, baik dari dalam maupun luar negari. Apabila mahasiswa (pelanggan) perguruan tinggi terlalu sedikit, perguruan tinggi tidak dapat membiayai dirinya sendiri, sehingga mengalami defisit dan kalau terus-menerus demikian, kelangsungan hidupnya akan terancam. Perguruan tinggi memiliki dan mengelola berbagai sumber daya seperti manusia, barang-barang, peralatan, keuangan, dan metode. Perguruan tinggi perlu memperkenalkan produknya pada masyarakat agar dikenal dan “dibeli”. Semua menunjukkan kesamaan antara perguran tinggi dengan perusahaan. Inilah dimensi korporasi perguruan tinggi.
Di era kontemporer, dunia pendidikan dikejutkan dengan adanya model pengelolaan pendidikan berbasisindustri. Pengelolaan model ini mensyaratkan adanya upaya pihak pengelola institusi pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan manajemen perusahaan. Penerapan manajemen mutu dalam pendidikan ini lebih populer dengan sebutan istilah Total Quality Education (TQE) yang dikembangkan dari konsep Total Quality Management (TQM), pada mulanya diterapkan pada dunia bisnis kemudian diterapkan pada dunia pendidikan (Salis, 2010).
Secara filosofis, konsep ini menekankan pada perbaikan yang berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Sehingga tidak mengherankan, jika institusi pendidikan, baik pendidikan dasar dan menengah mau pun pendidikan tinggi berlomba-lomba mengadopsi teori dan praktek manajemen mutu di perusahaan untuk diterapkan di institusi pendidikannya, yang disahkan melalui sertifikasi yang diberikan oleh lembaga yang berwenang. Salah satu jenis sertifikasi yang banyak dikejar oleh institusi pendidikan adalah sertifikasi ISO dengan berbagai variasinya. ISO sebetulnya berasal dari istilah International Organization for Standardization, supaya lebih mudah disingkat menjadi ISO (Chatab, 1996). Sertifikasi ISO akan diberikan jika institusi pendidikan tersebut telah berhasil menerapkan standar mutu pendidikan secara konsisten sesuai dengan persyaratan ISO.
Sejalan dengan penerapan manajemen mutu pada institusi pendidikan tinggi, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) telah mengeluarkan sebuah pedoman, yaitu Pedoman Penjaminan Mutu (Quality Assurance) Pendidikan Tinggi, yang secara tegas mensyaratkan bahwa proses penjaminan mutu di pendidikan tinggi merupakan keharusan yang tidak dapat ditawar lagi. Pedoman ini disusun tidak dengan maksud untuk ‘mendikte’ perguruan tinggi dalam melakukan proses penjaminan mutu pendidikan tinggi, melainkan untuk memberikan inspirasi tentang siapa, apa, mengapa, dan bagaimana penjaminan mutu tersebut dapat dijalankan (Departemen Pendidikan Nasional, 2003).
Dengan melaksanakan penjaminan mutu secara konsisten dan berkesinambungan diharapkan perguruan tinggi dapat meningkatkan kinerjanya dengan maksimum, sehingga dapat bersaing secara sehat dengan perguruan tinggi yang sejenis. Lebih jauh lagi, dengan pelaksanaan penjaminan mutu artinya perguruan tinggi tersebut bisa memberi kepastian dan keyakinan kepada para pemangku kepentingan (stakeholders) bahwa mutu pendidikan di perguruan tinggi tersebut sudah mengikuti standar-standar yang disyaratkan oleh lembaga pemberi sertifikasi atau akreditasi.
Di bagian akhir pedoman tersebut dijelaskan tentang pelaksanaan penjaminan mutu di perguruan tinggi, seperti kutipan berikut ini.
‘’Agar penjaminan mutu pendidikan tinggi di perguruan tinggi dapat dilaksanakan, maka terdapat beberapa prasyarat yang harus dipenuhi agar pelaksanaan penjaminan mutu tersebut dapat mencapai tujuannya, yaitu komitmen, perubahan paradigma, dan sikap mental para pelaku proses pendidikan tinggi, serta pengorganisasian penjaminan mutu di perguruan tinggi’’.
Komitmen adalah syarat pertama yang harus ada. Komitmen di sini meliputi komitmen semua pihak, baik pimpinan, tenaga edukatif, tenaga non edukatif, atau pun tenaga penunjang, dengan kata lain seluruh civitas academica. Tetapi yang terpenting adalah komitmen pimpinan, karena untuk mengubah paradigma dan sikap mental, serta pengorganisasian penjaminan mutu yang baik dibutuhkan komitmen pimpinan. Tanpa komitmen pimpinan semua hal yang sudah dirancang tidak akan ada gunanya.
Jelas sekali bahwa peran pimpinan dalam melaksanakan penjaminan mutu di perguruan tinggi sangatlah penting. Hal ini sejalan dengan pendapat Salis (2010) bahwa: “Kepemimpinan adalah unsur penting dalam TQM. Pemimpin harus memiliki visi dan mampu menerjemahkan visi tersebut ke dalam kebijakan yang jelas dan tujuan yang spesifik.
Pemangku Kepentingan di Perguruan Tinggi
Perguran tinggi di Indonesia dapat dibedakan menjadi Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Perguruan Tinggi Swasta (PTS), Perguruan Tinggi Kedinasan (PTK), dan Perguruan Tinggi Agama (PTA). Pada dasarnya pemangku kepentingan di semua perguruan tinggi di atas hampir sama, yang membedakan adalah lembaga penyelenggaranya. PTN diselenggarakan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional, PTS diselenggarakan oleh yayasan pribadi, PTK diselenggarakan oleh kementerian lain di luar Kementerian Pendidikan Nasional, dan PTA diselenggarakan oleh Kementerian Agama.
Untuk merinci pemangku kepentingan di perguruan tinggi bisa digunakan pendekatan sistem, yaitu dengan melihat mekanisme input-proses-output di perguruan tinggi, dengan menganggap bahwa perguruan tinggi sebagai sistem terbuka. Berdasarkan gambar mekanisme input-proses-output perguruan tinggi, maka dapat dirinci pemangku kepentingan di perguruan tinggi secara umum adalah:
a.     Dosen
b.    Mahasiswa
c.     Tenaga non edukatif
d.    Lembaga penyelenggara
e.     Pemerintah
f.     Unsur pimpinan (Rektor, Dekan, Ketua Jurusan/Prodi, Kepala Lembaga, Kepala Biro, Kepala Bagian, Kepala Unit, dan pimpinan satuan kerja lainnya)
g.    Alumni
h.    Lembaga lain
i.      Masyarakat



Problematika PTAIS
Terkait dengan perguruan tinggi Islam swasta, dewasa ini, jumlah perguruan tinggi Agama Islam dari hari ke hari secara kuantitas mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Ada 400 lebih PTAIS yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, baik dalam bentuk Sekolah Tinggi, Universitas dan lain sebagainya. Tentu saja dengan jumlah tersebut, dilihat dari segi kuantitasnya, patutlah untuk disyukuri. Namun demikian perlu dipertanyakan sejauhmanakah kondisi dari sebagian PTAIS tersebut. Artinya, sejauhmana kualitas PTAIS dibanding dengan PTAIN dan PTUN? Apakah mereka sudah benar-benar menjadi Perguruan Tinggi, atau hanya sekedar menjadi lembaga "penjual" ijazah, yang tidak pernah mengetahui bagaimanakah kompetensi dan daya serap (akseptabilitas) lulusannya di masyarakat. Oleh karena itu, melihat keadaan makro PTAIS sekarang ini, pengembangan PTAIS menjadi kebutuhan yang amat mendesak, apalagi dikaitkan dengan tugas pemerintah (baca: Depag) untuk mengembangkan PTAIS.[8]
Seiring berkembang dan majunya PTAIS, tidak terlepas dari berbagai problem yang merintangi perjalanannya. Permasalahan yang dialami oleh PTAIS sangat kompleks, meliputi infrastruktur, mahasiswa, pembiayaan, proses akademik, dan kualitas lulusan. Dari segi inftastruktur, walaupun pada umumnya PTAIS telah memiliki kampus, namun bervariasi antara yang berada di tanah milik dilengkapi dengan bangunan dan sarana yang memadai, namun ada juga yang masih menyewa, atau di kampus sendiri namun sarananya masih sederhana dan terbatas. Kampus PTAIS yang berada di pondok pesantren sangat ideal, namun mahasiswa yang mondok di pesantren terbatas jumlahnya. Kampus PTAIS rata-rata dilengkapi dengan perpustakaan namun bervariasi antara yang banyak dan sedikit buku pustakanya. Sedangkan laboratorium, baik micro teaching, komputer atau bahasa, rata-rata masih terbatas, bahkan ada yang belum memiliki.[9]
Dari segi mahasiswa, rata-rata Program Studi PTAIS kecil sekali animonya, apalagi yang selain Prodi PAI, sehingga kualitas in put tidak biasa diseleksi. Penurunan penerimaan mahasiswa terjadi di semua perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, hal tersebut karena angka partisipasi kasar nasional masih rendah, sementara PTN memperluas Program Studi yang menyedot animo yang biasa masuk PTAIS, dan jumlah PTAIS makin banyak. Salah satu implikasi dari kondisi ini, PTAIS membuka kelas jauh untuk mengejar animo dengan mendekatkan jarak antara mahasiswa dengan kampus.
Dampak Dari kecilnya jumlah penerimaan mahasiswa maka mengakibatkan sulitnya pembiayaan PTAIS, sebab rata-rata pembiayaan PTAIS tergantung pada dana Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP). Sedikit sekali, bahkan hampir bisa dikatakan tidak ada, PTAIS yang mempunyai sumber lain yang menjadi kiprah usahanya untuk membiayai program akademik. Bantuan dari pemerintah belum terbuka, harusnya Pemerintah menyetarakan anggaran bagi perguruan tinggi negeri dan swasta. Terdapat PTAIS yang secara berkala mendapat alokasi anggaran dari Pemerintah Daerah setempat, terutama yang secara historis kelembagaannya dibidani oleh Pemerintah Daerah.
Dari problematika sarana yang terbatas, input mahasiswa yang kecil, jumlah biaya yang tidak memadai, berimplikasi pada problematika proses akademik. Dari segi kurikulum ditempuh pengurangan SKS sampai batas yang limitatif, dari segi hari perkuliahan dikurangi jumlahnya perminggu, rekruting dosen terbatas pada pemenuhan kebutuhan pokok, tidak mustahil terjadi penyederhanaan dalam proses perkuliahan dan ujian. Yang pasti, darma penelitian masih sangat terabaikan, kecuali dalam penelitian skripsi yang dilakukan mahasiswa. Begitu juga Kuliah Kerja Nyata atau yang sejenisnya sebagai salah satu program untuk darma pengabdian kepada masyarakat, ditunaikan dalam porsi yang terbatas.[10]
Dalam pada itu PTAIS justru menikmati keterbatasan, walaupun tidak tersedia sarana dan dana yang banyak namun tetap berjuang maksimal dalam proses akademik melalui mekanisme yang sesuai dengan standar regulasi untuk mengantarkan para mahasiswa menjadi alumni yang memenuhi kompetensinya.
Problematika di atas berimplikasi bagi masalah kualitas yang belum optimal, baik kualitas kelembagaannya maupun kualitas lulusan yang menjadi out put PTAIS. Namun patut disyukuri bahwa berdasarkan hasil akreditasi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, PTAIS mendapat akreditasi yang tidak buruk, walau belum banyak yang mendapat akreditasi puncak, rata-rata sedang-sedang saja, antara B dan C. Begitu juga lulusan PTAIS, rata-rata mendapat job di masyarakat karena mayoritas adalah guru agama yang sudah mendapat status sebelum masuk kuliah atau mendapat tugas setelah lulus, baik sebagai guru, mubalig, pimpinan organisasi Islam, kader politik dan lain-lain. Memang masih banyak alumni yang berorientasi untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil baik di lingkungan Depertemen Agama atau Departemen lain dan Pemerintah Daerah. Mereka menekuni proses testing yang sudah berulang-ulang namun kebanyakan dari mereka menjadi Guru Honorer.
PENUTUP                                                                                            
Dari pemaparan tersebut di atas dapat penulis memberikan kesimpulan bahwa pendidikan tinggi saat ini sudah berkembang dengan pesat, ini tidak terlepas dari manajemen dan kepemimpinan dan kerjasama pihak yang berwewenang dari segala sisi yang dimaksud adalah. DosenMahasiswaTenaga non edukatifLembaga penyelenggaraPemerintahUnsur pimpinan (Rektor, Dekan, Ketua Jurusan/Prodi, Kepala Lembaga, Kepala Biro, Kepala Bagian, Kepala Unit, dan pimpinan satuan kerja lainnya)AlumniLembaga lainMasyarakat.
Seiring berkembang dan majunya PTAIS, tidak terlepas dari berbagai problem yang merintangi perjalanannya. Permasalahan yang dialami oleh PTAIS sangat kompleks, meliputi infrastruktur, mahasiswa, pembiayaan, proses akademik, dan kualitas lulusan.




DAFTAR PUSTAKA

Yukl Gary. 1994Kepemimpinan Dalam organisasi. (Terj, Jusuf Udaya). Jakarta. Prenhallindo.

Marno dan Triyo Supriyatno. 2008Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam.. Malang. Refika Aditama.

R. Djokopranoto & R. Eko Indrajit, Manajemen Perguruan Tinggi Modern, Yogyakarta: Andi Offset, 2006,

Furchan, Arief, 2004. Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia.Yogyakarta: Gama   Media.

Indrajit, R. Eko. 2006, Manajemen Perguruan Tinggi Modern (Yogyakarta: Andi Offset.
www.beritamakasar.com. juga baca di http:// alumnigontor.blogspot. 

Minggu, 04 Februari 2018

SIAPA SASARAN DAKWAH KITA?


KODI Provinsi DKI Jakarta

SIAPA SASARAN DAKWAH KITA?
Oleh: SUNARDIN




           a.      Latar Belakang
Dinamika masyarakat Islam di Indonesia telah menjadi fenomena tersendiri. Berbagai permasalahan keummatan terjadi silih berganti, datang dan pergi. Masalah-masalah keummatan yang didasarkan dari aspek sosiologis hingga aspek permasalahan akidah mudah didapatkan ditubuh ummat Islam belakangan ini. Ummat saat ini membutuhkan bimbingan yang benar dalam hidup mereka dan mengarahkan kembali untuk dapat mengentaskan solusi permasalahan yang dihadapinya. Terjadinya banyak permasalahan ummat masyarakat Islam  tak dapat dipungkiri bahwa hal itu memiliki keterkaitan dengan para pendakwah yang berkualitas atau mungkin sasaran dakwah ini belum dimaksimalkan,  adanya berbagai permasalahan keummatan yang terjadi tak terlepas dari faktor para da’i yang mengemban tugas mulia yaitu dakwah ilallah.
Masyarakat modern merupakan masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban masa kini. Kebiasaan dari masyarakat modern adalah mencari hal-hal mudah, sehingga penggabungan nilai-nilai lama dengan kebudayaan birokrasi modern diarahkan untuk kenikmatan pribadi. Sehingga, muncullah praktek-peraktek kotor seperti nepotisme, korupsi, dan masih banyak masalah lainnya yang menyebabkan penampilan mutu umat Islam yang amat rendah. Sehingga hal ini lah yang menjadi pekerjaan rumah bagi para pendakwah di zaman modern sekarang ini.
Dalam situasi masyarakat masa kini yang mengikuti alur perkembangan dalam era globalisasi, dakwah perlu digerakkan sebagai membimbing manusia ke jalan yang benar[1]. Oleh karena itu, setiap individu Muslim perlu bergandengan bahu untuk sama-sama melaksanakan dakwah, menyampaikan ajaran Islam serta memberikan kesadaran mengenai ketinggian Islam bagi mewujudkan masyarakat muslim yang terbaik. 
Dakwah merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah perkembangan Islam. Ajaran-ajaran Islam yang dianut oleh manusia di berbagai belahan dunia merupakan bukti paling kongkrit dari aktivitas dakwah yang dilakukan selama ini. Signifikansi dakwah ini akan terus berlangsung sampai akhir zaman, sebab dakwah merupakan usaha sosialisasi dan internalisasi ajaran-ajaran islam ke dalam berbagai aspek kehidupan umat manusia. Dakwah selalu hadir memberikan solusi-alternatif terhadap berbagai problem keummatan.
Sebagai seorang muslim dakwah adalah kewajiban. Tanpa proses dakwah islam tidak akan tersebar Luas. Keadilan, dan kebenaran tidak akan tegak dimuka bumi. Karena dakwah sangat penting, maka Nabi menilai orang yang hanya mampu berdoa ketika melihat kemunkaran disebut selemah-lemah iman[2]. Maka dari itu sebagai seorang muslim perlu mengetahui seluk beluk dakwah. Mulai dari hakekat, dasar hukum, materi, sistematika, hingga kepada siapa sasaran kita berdakwah. Semakin baik pemahan terhadap dakwah, maka seseorang dapat memosisikan diri dalam dunia dakwah. Akan berperan dalam hal apa? sebab dakwah tidak hanya tugas para ustadz/ustadzah di PKM Provinsi DKI saja, atau mahasiswa jurusan agama Islam saja, melainkan tugas sebagai seorang muslim. Selama masih menyandang gelar sebagai seorang muslim, maka kewajiban dakwah itu harus di jalankan.
Mengingat dakwah merupakan manifestasi dari kesadaran spiritual dalam bentuk ikhtiar muslim untuk mewujudnyatakan ajaran-ajaran Islam, maka diperlukan pemahaman yang tuntas dan komprehensif mengenai sasaran dakwah itu sendiri. pemahaman tentang sasaran dakwah sangat diperlukan sebab merupakan landasan filosofis dan normatif untuk menggerakkan dakwah seiring dengan tingkat dinamika sosial kemasyarakatan terutama dakwah dalam masyarakat modern saat ini
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis lebih fokuskan pembahasan ini mengenai “Siapa Sasaran Dakwah Kita?”
    b.      Pengertian Dakwah

   Dakwah menurut bahasa yaitu Dakwah secara bahasa (etimologi) merupakan sebuah kata dari bahasa Arab dalam bentuk masdar. Kata dakwah berasal dari kata:  دعا يدعو -دعوة (daa, yadu, dawatan) yang berarti seruan, panggilan, undangan atau do’a. dan dakwah menurut istilah yaitu Dakwah menurut istilah yaitu mengajak manusia kepada jalan Allah SWT (sistem islam) secara menyeluruh; baik dengan lisan, tulisan, maupun dengan perbuatan sebagai ikhtiar (upaya) muslim mewujudkan nilai-nilai ajaran Islam dengan realitas kehidupan pribadi (syahsiyah), keluarga (usrah) dan masyarakat (jama’ah) dalam segi kehidupan secara menyeluruh sehingga terwujud khairul ummah. 

Dakwah adalah agen perubahan, dan pembaharuan manusia yang mutlak dilakukan.  Dakwah adalah suatu aktifitas yang berorientasi pada pengembangan masyarakat muslim [3]. Dalam pengertian agama, dakwah mengandung arti panggilan dari Allah dan Nabi untuk umat manusia agar percaya kepada ajaran Islam dan mewujudkan ajaran yang dipercayainya itu kedalam segala aspek kehidupan.

Sedangkan pengertian dakwah menurut istilah adalah menyeru, memanggil, mengajak dan menjamu, dengan proses yang ditangani oleh para pengembang dakwah[4]. Hal ini dikarenakan Islam adalah dakwah, artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah dan mengentaskan segala permasalahan yang timbul di masyarakat indonesia.

Dari definisi di atas paling tidak dapat diambil kesimpulan tentang dakwah: a. Dakwah itu adalah suatu usaha yang dilakukan dengan sadar dan terencana, b. Usaha dakwah itu adalah untuk memperbaiki situasi yang lebih baik   dengan mengajak manusia untuk selalu ke jalan Allah SWT, c. Proses penyelengaraan itu adalah untuk mencapai tujuan yang  bahagia dan sejahtera, baik di dunia maupun akhirat.

Sedangkan Objek/sasaran dakwah adalah setiap orang atau sekelompok orang yang dituju atau menjadi sasaran suatu kegiatan dakwah. Berdasarkan pengertian tersebut maka setiap manusia tanpa membedakan jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, warna kulit, dan lain sebagainya, adalah sebagai objek dakwah. Hal ini sesuai dengan sifat keuniversalan dari agama Islam dan tugas kerisalahan Rasulullah.


c.       Bagaiman Berdakwah

Al-Quran telah menyebutkan berbagai tehnik atau metode dakwah yang sesuai dengan karakter manusia. Yaitu dengan hikmah, dengan nasehat yang baik, dengan dialog yang baik, dan dengan kekuatan. Dalam praktiknya penggunaan metode tersebut harus sesuai dengan urutannya. Nasehat yang baik harus sesuai dengan situasi dan kondisinya. Disamping itu perlu disertai penjelasan yang benar dan landasan dalil-dalil yang efektif dan semua itu harus dilakukan dengan penuh bijaksana.bertitik tolak dari firman Allah SWT. Dalam surat An-Nahl :125, yang secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian:

1. Hikmah (Bijaksana); Hikmah artinya segala sikap, Dakwak dalam ucap dan tindakan yang dilakukan berdasarkan yang benar karena didorong oleh rasa keadilan serta pertimbangan yangi seksama sambil memperhatikan situasi dan kondisi medan serta sasaran ddaam mencapai tujuan.

2. Mau'izhah Hasanah (nasehat yang baik); Mau'izhah Hasanah yaitu tutur kata, pendidikan dan nasehat yang baik-baik. da'wah dengan Mau'izhah Hasanah ini adalah yang paling mudah dilakukan dan paling cepat sampai pada sasaran serta  paling murah biayanya, karena yang digunakan obyek da'wah hanyalah indra pendengaran dan indra penglihatan. Beberapa contoh Mauizhah Hasanah dapat berupa kegiatan: kunjungan keluarga, Sarasehan, penataran atau kursus-kursus, pengajian berkala di masjid ta'lim, ceramah, tabligh penyuluhan, dan Iain-lain.

3. Mujadalah Billati Hiya Ahsan (Berdiskusi); yaitu bertukar fikiran dengan baik, mengindahkan kode etik atau kesopanan dan bukan untuk mencari kemenangan dan popularitas melainkan untuk mencari mutiara kebenaran. Bentu c-bentuk Mujadalah Billatii Hiya Ahsan diantaranya, misalnya adalah panel Diskusi, seminar, dialog, loka karya, debat, dan lain sebagainya.

Dalam praktiknya penggunaan metode tersebut harus sesuai dengan urutannya. Nasehat yang baik harus sesuai dengan situasi dan kondisinya. Disamping itu perlu disertai penjelasan yang benar dan landasan dalil-dalil yang efektif dan semua itu harus dilakukan dengan penuh bijaksana.
Metode dakwah Rasulullah SAW pada awalnya dilakukan melalui pendekatan individual (personal approach) dengan mengumpulkan kaum kerabatnya di bukit Shafa. Kemudian berkembang melalui pen­dekatan kolektif seperti yang dilakukan saat ber­dakwah ke Thaif dan pada musim haji.

Ada yang berpendapat bahwa berdakwah itu hukum­nya fardhu kifayah, dengan menisbatkan pada lokasi-lokasi yang didiami para dai dan muballigh. Artinya, jika pada satu kawasan sudah ada yang melakukan dakwah, maka dakwah ketika itu hukumnya fardhu kifayah. Tetapi jika dalam satu kawasan tidak ada orang yang melakukan dakwah pada­hal mereka mampu, maka seluruh penghuni kawasan itu berdosa di mata Allah. Dengan demikian sebenarnya dakwah merupakan kewajiban dan tugas setiap individu. Hanya dalam pelaksana­annya disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi di lapangan.

Jadi pada dasarnya setiap muslim wajib melaksanakan dakwah Islamiyah, karena merupakan tugas ‘ubudiyah dan bukti keikhlasan kepada Allah SWT. Penyampaian dakwah Islamiyah haruslah disempurnakan dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga cahaya hidayah Allah SWT tidak terputus sepanjang masa.

d.      Sasaran Dakwah

Ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW sangat luas, mencakup semua bidang kehidupan manusia. Tak hanya soal fikih dan ibadah, namun ajaran Islam juga menyangkut kehidupan sosial masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Dakwah atau menyuruh kepada yang ma’ruf merupakan salah satu prasyarat dalam membangun khairu ummah (umat pilihan). Pada dasarnya, setiap Muslim dan Muslimah diwajibkan untuk mendakwahkan Islam kepada orang lain, baik Muslim maupun Non Muslim. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam surah an-Nahl ayat 125:

ٱدۡعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِۖ وَجَٰدِلۡهُم بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ ١٢٥

   Artinya “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”(al-Nahl:125)

 Ayat diatas jelas menunjukkan bahwa berdakwah merupakan perintah Allah SWT kepada umatnya, dan perintah Allah SWT  itu wajib untuk dikerjakan. Masih banyak firman-firman Allah SWT yang menjelaskan tentang kewajiban berdakwah.Terdapat dalam surat Al-Imran ayat 104 yang artinya ”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.” (Q.S. Ali Imran, 3 : 104).

 Maksud ayat yang diatas yaitu jadilah kamu sekelompok orang dari umat yang melaksanakan kewajiban dakwah. Kewajiban dakwah berlaku bagi setiap muslim, sebagaimana dijelaskan dalam sabda Rasulullah SAW. ”Siapa pun yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya, kalau tidak mampu, hendaklah mengubah dengan lisannya, kalau tidak mampu hendaklah mengubah dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman.” (HR. Bukhori Muslim).

Maka dari itu, kita sebagai kaum muslimin harus tahu bahwa dakwah untuk menegakkan ajaran-ajaran Allah SWT merupakan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah SWT dan juga menjadi tanggung jawab yang harus dipikul oleh kaum muslimin seluruhnya. Artinya setiap muslim dituntut untuk berdakwah sesuai kemampuannya dan peluang yang dimilikinya. Oleh sebab itu wajiblah bagi kita untuk senantiasa bersemangat dan berpartisipasi dalam berdakwah menyebarkan Islam ke mana pun kita menuju dan di mana saja kita berada.

Berangkat dari penjelasan tersebut bahwa objek dan Sasaran dakwah untuk menyampaikan ajaran Islam pun tak terbatas hanya pada orang-orang yang gemar mendatangi masjid ataupun majelis taklim. Seluruh lapisan masyarakat, termasuk generasi muda yang jarang pergi ke masjid maupun majelis taklim, juga merupakan sasaran dakwah. Mereka membutuhkan pengajaran dan pembinaan yang mampu membimbing langkah maupun pergaulan sehari-hari.

Objek/sasaran dakwah atau disebut dengan Mad'u adalah orang yang menjadi sasaran dakwah, yaitu semua manusia tanpa pandang buluh, sebagaimana firman ALLAH SWT, Sumber utama yang menjadi dasar bagi sasaran dakwah adalah ayat berikut ini:[5]
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah” (QS. Ali Imron: 110).
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Artinya: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (Q. S. Fushshilat: 33).
وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
Artinya: “Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)” (QS. Luqman: 17).

Berdasarkan ayat-ayat diatas  dapat dipahami bahwa objek dakwah atau sasaran dakwah secara umum adalah seluruh manusia, dan objek dakwah secara khusus dapat ditinjau dari berbagai aspek. Secara khusus sebagai berikut :
1.    Aspek usia : anak-anak, remaja dan orang tua
2.    Aspek kelamin : Laki-laki dan Perempuan
3.    Aspek agama : Islam dan kafir atau non muslim
4.    Aspek sosiologis : masyarakat terasing, pedesaan, kota keci dan kota besar, serta masyarakat marjinal dari kota besar
5.    Aspek struktur kelembagaan : Priyayi, abangan dan santri
6.    Aspek ekonomi : Golongan kaya, menengah,dan miskin
7.    Aspek mata pencaharian : Petani,peternak, pedagang,nelayan,pegawai,dll
8.    Aspek khusus : Golongan masyarakat tuna susila, tuna netra, tuna rungu, tuna wisma
9.    Aspek komunitas masyarakat seniman, baik musik, seni lukis, seni pahat, seni tari, dll
e.       Tujuan 

Sebagai bagian dari kegiatan dakwah Islam tentunya mempunyai tujuan. Secara hakiki dakwah mempunyai tujuan menyampaikan kebenaran ajaran yang ada dalam al-Qur’an-al-Hadits dan mengajak manusia untuk mengamalkanya. Tujuan dakwah ini dapat dibagi menjadi, tujuan yang berkaitan dengan materi dan objek dakwah.38 Dilihat dari aspek tujuan objek dakwah ada empat tujuan yang meliputi: tujuan perorangan, tujuan untuk keluarga, tujuan untuk masyarakat, dan tujuan manusia sedunia. Sedangkan tujuan dakwah dilihat dari aspek materi, menurut Masyhur Amin ada tiga tujuan yang meliput: Pertama, tujuan akidah, yaitu tertanamnya akidah yang mantap bagi tiap-tiap manusia. Kedua, tujuan hukum, aktivitas dakwah bertujuan terbentuknya umat manusia yang mematuhi hukum-hukum yang telah disyariatkan oleh Allah SWT. Ketiga, tujuan akhlak, yaitu terwujudnya pribadi muslim yang berbudi luhur dan berakhlakul karimah.

f.       Penutup
 Pada pembahasan ini adapun Objek/sasaran dakwah atau disebut dengan Mad'u adalah orang yang menjadi sasaran dakwah, yaitu semua manusia tanpa pandang buluh.  Sasaran dakwah untuk menyampaikan ajaran Islam pun tak terbatas hanya pada orang-orang yang gemar mendatangi masjid ataupun majelis taklim. Seluruh lapisan masyarakat, termasuk generasi muda yang jarang pergi ke masjid maupun majelis taklim, juga merupakan sasaran dakwah.

SUMBER RUJUKAN
Kementrian Agama RI, Syaamil al-Qur’an: 2010. Miracle The Reference, 22 Keunggulan Yang Memudahkan dalam 1 al-Qur’an Dengan Referensi yang Sahih, Lengkap, dan Komprehensif  (Bandung: Sygma Publishing).
 M.Munir   Wahyu Ilahi 2012Manajemen Dakwah, Jakarta : Prenada Media
Abdurrahman.2013. Dakwa Sesuai dengan kemampuanSumber: https://rumaysho.com/2389-b.htm
Fidian Rahman Kemampuan Berdakwah, Sumber.  http://remajasampit.blogspot.co.id/2012/04/ .
  Muhamad Sulthon. 2003. Desain Ilmu Dakwah. Pustaka Pelajar. Semarang.
  Acep Aripudin , 2011Pengembangan Metode Dakwah, (Jakarta: Rajawali Pers,




[1] M.Munir   Wahyu Ilahi. 2012Manajemen Dakwah, Jakarta : Prenada Media, hal.23
[2] Fidian Rahman Kemampuan Berdakwah, Sumber.  http://remajasampit.blogspot.co.id/2012/04/ 
[3] Muhamad Sulthon. Desain Ilmu Dakwah. Pustaka Pelajar. Semarang. 2003. Hal. 13
[4] Acep Aripudin , 2011Pengembangan Metode Dakwah, (Jakarta: Rajawali Pers,), hlm. 113.