Rabu, 26 September 2012

Pembelajaran Menyenangkan Dengan Humor



SUNARDIN, M.Pd.I /FAI UNIAT JAKARTA

STRATEGI PEMBELAJARAN MENYENANGKAN


 Strategi Pembelajaran Menyenangkan Dengan Humor

Pendahuluan
Dunia pendidikan mengalami perkembangan luarbiasa diawal milenium ketiga, perekembangan fenomenal yang mengejutkan dunia itu ditandai dengan ditemukannya cara belajar terbaik diabad ini, Temuan diperoleh melalui riset mendalam tentang pembelajaran kemudian di tulis dalam bentuk buku Gordon dan Dr.Jeanete Vos tahun 2000 (edisi terjemah) dengan melahirkan karya yang berjudul Revolusi cara belajar.
                        Jika dicermati lebih dalam, sebenarnya revolusi cara belajar yang diusung kedua penulis buku diatas dan beberapa ahli pendidikan lainnya, bertumpu pada kecerdasan lain selain kecerdasan intelektual yang selama ini diagungkan sebagai penentu keberhasilan. Kini terbukti tidak sepenuhnya benar. Kecerdasan intelektual menjadi tidak berarti sama sekali, jika tidak didukung oleh kecerdasan emosional yang memadai. kecerdasan emosional itulah yang memungkinkan seseorang mampu menikmati pembelajaran secara menyenangkan. Kesimpulan terakhir dari penelitian itulah yang memungkinkan seseorang mampu menikmati pembelajaran secara menyenangkan. Kesimpulan terakhir akhir dari penelitian itu ditulis dalam sampul bukunya”Belajar efektif kalau anda dalam keadaan menyenangkan menyenangkan”  
                        Pembelajaran yang menyenangkan dapat diciptakan melalui penerapan berbagai strategi pembelajaran, Peserta didik dapat menikmati pembelajaran menyenangkan, jika lingkungan fisiknya kondusif untuk belajar, pembelajaran menyenangkan akan tercipta, apabila suasananya betul-betul dapat menikmati secara nyaman, mislanya dengan iringan musik, peserta didik akan merasa senang jika interaksi dan komunikasi dengan gurunya penuh keakraban, saling menghargai, dan penuh tawa.
                        Interkasi dan komunikasi menyenangkan antara pendidik dan peserta didik merupakan faktor terpenting dalam menerapkan strategi pembelajaran menyenangkan. Apapun usaha yang dilakukan untuk menciptkan lngkungan fisik dan membangun suasana senyaman mungkin, akan jadi sia-sia belaka, jika interaksi dan komunikasi antara guru dan peserta didikn tidak menyenangkan. oleh karena itu, strategi pembelajaran menyenangkan sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam menciptkan interaksi dan komunikasi yang bermutu.
                        Salah satu bentuk interaksi dan komunikasi menyenangkan yang sedang berkembang dalam pembelajaran saat ini adalah menggunakan sisipan humor, humor ternyata memberikan dampak sangat baik terhadap peningkatan kualitas interaksi dan komunikasi bila digunakan secara tepat, humor bahkan dapat membantu peserta didik dalam meningkatkan daya ingat, mengurangi stres, dan mempermudah pemahaman dalam bidang-bidang tertentu. Humor telah terbukti dalam beberapa penelitian meningkatkan daya afirmatife peserta didik dalam pembelajaran.
Pengertian
Istilah humor sendiri merupakan kata-kata yang memiliki banyak makna. Akar kata “umor” mengandung arti cairan (liquidor fluid). Pada Abad Pertengahan, humor menunjuk kepada suatu energi yang berpikir untuk berhubungan dengan suatu cairan tubuh dan keadaan emosional. Energi ini telah dipercaya untuk menentukan kesehatan dan karakter.
Menurut Freud, tujuan dari lelucon atau humor itu adalah untuk memberikan kesenangan, memunculkan hal yang sebelumnya tersembunyi atau tidak diakui. Freud membagi dua jenis humor yaitu1) Humor polos,Yakni berupa sekedar permainan kata. Dalam lelucon yangmenyenangkan, terdapat rasa kepuasan, senyum samar dansuasana yang sesaat menjadi ringan. 2) Humor tendensius, humor yang memiliki motif jahat.
Lelucon yang dilontarkan oleh orang jahat yang memiliki motif menyerang, mengejek atau membela diri. Referensi tentang manfaat humor terhadap kesehatan ditemukan pada abad 14, di mana seorang ahli bedah perancis, Henri de Monville menuliskan bahwa seorang pasien bedah harus mendapatkan kebahagiaan atau kegembiraan dalam hidupnya untuk membentuk proses penyembuhan. Menurutnya kegembiraan tersebut dapat diperoleh ketika pasien berkumpul bersama dengan keluarga dan teman-teman yang dapat menghiburnya dengan lelucon-lelucon dan humor.
Persepsi humor melibatkan keseluruhan otak dan mengintegrasikan serta menyeimbangkan aktivitas kita di dalam belahan kedua-duanya (otak kiri dan otak kanan). Derks telah menunjukkan bahwa ada suatu pola yang unik dari otak yang beraktivitas memancarkan gelombang persepsi humor. EEG’stelah merekam subjek-subjek tertentu ketika subjek-subjek itu hadir sebagai bahan- bahan yang lucu dan menggelikan. Selama pengaturan canda, belahan otak bagian kiri memulai fungsi analitisnya terhadap proses pengaturan kata-kata. Segera setelah itu, kebanyakan dari aktivitas otak bergerak ke coping depanyang mana merupakan pusat emosionalitas (center ofemotionality).
Menurut Eysenck (1972), humor adalah sesuatu yang dapat membuat tertawa. Searah dengan definisi Eysenck ini, Munandar(1996) menyatakan bahwa humor dapat dirumuskan sebagai semacam perangsangan (stimulus) yang memancing reflekstawa.
Humor menurut Razi dalam Mario adalah kata-kata, perbuatan atau peristiwa yang bisa membuat syahwat tertawa kita bangkit. Humor itu perlu bahkan penting untuk hidup. Begitupentingnya, humor bisa disamakan dengan kebutuhan oksigen bagi paru-paru manusia. Humor yang baik adalah humor yangbisa membuat kita tersenyum tanpa membuat orang lain sakithati. Semakin tinggi selera dan sensitifitas humor kita, maka kitaakan semakin diterima oleh lingkungan sekitar. Intinya, timingkapan kita tertawa dan kapan kita tidak tertawa itu tak kalahpentingnya. Ini juga berkaitan dengan level pendidikan dan wawasan kita. Satu hal lagi yang perlu dicatat, bahwa seseorang pehumor tidak otomatis harus lucu seperti pelawak. Yang paling penting adalah dia bisa mengapresiasi humor. Bisa tersenyum atau tertawa pada humor yang baik, sehat dan bisa bersikap bijakdan berusaha menetralisir pada humor.
Perlu untuk diingat bahwa rangsangan untuk tertawa haruslah bersifat mental, bukan karena digelitiki sampai tertawatawa. Sering kali kita tertawa atau tergelitik oleh suatu kejadian, tulisan atau perilaku dimana tidak semua orang tidak sama reaksinya. Pada saat kita tertawa, sebagian dari surplus ketegangan yang kita rasakan dapat berkurang.



Comentar sara-saran
          Menggunakan sisipan humor dalam proses belajar mengajar dapat menggugah siswa secara emosional yang memacu mereka untuk tertawa, ketika mereka tertawa itulah tercipta suasana menyenangkan akan dapat meningkatkan pemahaman, mempertinggi daya ingat dan memberi peluang kepada siswa untuk menfungsikan otak memori da otak berpikir mereka secara optimal.
            Sisipan humor yang menciptakan kesenangan belajar penuh tawa akan meningkatkan keingintahuan siswa dan mendorong mereka lebih kreatif. Loomas Kolberg (1993), menyatakan bahwa sifat humoris guru dan kemampuan guru menggunakan berbagai sumber untuk menciptkan suasana yang humoris akan membuat siswa lebih kreatif. lebih lanjut ia menyatakan, bahwa jika kelas merupakan lingkungan yang hidup, kreatif dan penuh tawa, maka murid dari segala usia memiliki saluran keluar ilmiah, dimaan rasa keingintahuan meraka berkembang. 
            Penggunaan humor dalam pembelajaran sudah banyak dibuktikan melalui berbagai penelitian para ahli, Humor memiliki pengaruh yang snagat baik terhadap aktivitas pembelajaran. Selingan humor sangat membantu peserta didik meningkatkan kegairahan belajar, terutama mereka sedang mengalami penuruan konsentras, jenuh, bosan, kehilangan motivasi dalam belajar, Bahkan humor dapat meningkatkan daya ingat dan kemampuan memahami pelajaran lebih abstrak sekalipun.
           
sara-saran
Bagi guru-guru atau Dosen yang tidak memiliki sense of humor  sebenarnya sisipan humor dalam pembelajaran masih bisa dilakukan. Hambatan tersebut bukan lagi menjadi masalah karena ada upaya lain yang dapat dilakukan lagi menjadi masalah karena ada upaya lain yang dapat di lakukan untuk mengatasinya. Guru dapat memilih humor yang biasa disebut Planned humor . Humor ini adalah humor yang direncanakan dengan memanfaatkan berbagai sumber yang memungkinkan seperti karikatur, kartun, cerita singkat/anekdot humor, dan lain-lain. Humor ini daoat ditayangkan, diceritakan ulang pada siswa, didialogkan antara dua oarang atau lebih, dll. Bahkan cara yang telah banyak dilakukan oleh pakar asing adalah dengan memasukan unsur humor itu kedalam soal, silabus, materi dan sebgainya.
Disini bahwa menggunakan humor dalam proses belajar memberi hasil dan proses belajar yang menggembirakan, menyenangkan, sehingga materi bisa diterima denga baik.
Sumber:
  Buku                           : Strategi Pembelajaran Menyenangkan Dengan Humor  
  Pengarang      : Darmansyah, S.T. M.Pd.
            Penerbit         : Bumi Aksara Jakarta,2011.

 

2.      Ikhtisar Buku
IKHTISAR

INOVASI PENDIDIKAN

Judul Buku    : Inovasi Pendidikan
Pengarang     : Ibrhim
Penerbit         : Departemen Pendidkan dan Kebudayaan DITJEN Pendidikan Tinggi,         Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan

Pendahuluan
            Kata “inovation” (bahasa inggris) sering diterjemahkan segala hal yang baru atau pembaharuan (S. Wojowasito, 1972) tetapi ada yang menjadikan kata inovation menjadi kata Indonesia inovasi. Inovasi juga kadang-kadang juga dipakai untuk menyatakan penemuan, karena hal yang baru itu hasil penemuan. Kata penemuan juga sering digunakan untuk menerjemahkan kata dari bahasa Inggris, “discovery” dan “inovetion”. Ada juga yang mengaitkan antara pengertian inovasi dan modernisasi, karena keduanya membicarakan usaha pembaharuan.
Inovasi
            Beberapa para ahli mendefinisikan inovasi dapat ditemukan bahwa tidak ada perbedaan yang mendasar tentang pengertian  inovasi antara yang satu dengan yang lain. Jika terjadi ketidaksamaan hanya dalam satu susunan kalimat atau penekanan maksud, tetapi pada dasarnya pengertianya sama. Semua devinisai pera ahli menyatakan bahwa inovasi adalah suatu ide, hal-hal yang praktis, metode, cara, barang-barang buatan manusia, yang diamati atau dirasakan sebagai suatu yang baru bagi seorang atau kelompok orang (masyarakat). Hal yang baru itu dapat berupa hasil invensi atau discoveri, yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahhkan masalah.[1]    
Diskoveri, Invensi, Dan Innovasi
            Diskoveri, Invensi, dan Innovasi, dapat diartikan sebagai penemuan, maksudnya ketiga kata tersebut mengundang arti ditmukannya sesuatu yang baru, baik sebenarnya barangnya itu sendiri sudah ada lama kemudian kemudian baru diketahui atau memang benar-benar baru dalam arti sebelumnya tidak ada.
            Diskoveri adalah suatu penemuan sesuatu yang sebenarnya benda atau hal yang ditemukan itu sudah ada, tetapi belum diketahui orang. Invensi adalah suatu penemuan sesuatu yang nemar-benar baru artinya hasil kreasi manusia benda atau yang ditemukan itu benar-benar sebelumnya ada, kemudian diadakan dengan hasil kreasi baru. Inovasi adalah suatu ide, barang, kejadian, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil invensi maupun diskoveri. Inovasi diadakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah tertentu.
Inovasi dan Modernisasi
Antara kedua istilah inovasi dan modernisasi, tampak persamaan yaitu kedua-duanya merupakan perubahan sosial. Dan di atas telah dibicarakan tentang inovasi, maka sekarang perlu dibicarakan modernisasi.
Modernisasi adalah proses perubahan sosial, dari masyarakat tradisional (yang belum modern) ke masyarakat yang lebih maju (masyarakat industri yang sudah moder). Di antara tanda-tanda masyarakat yang sudah maju (modern) ialah bidang ekonomi telah makmur, bidang politik sudah stabil, terpenuhi pelayanan pendidikan dan kesehatan.
Inkeles menekankan pada perubahan pribadi (individu), artinya perubahan individu dari gaya atau pola hidup tradisional ke gaya hidup atau pola hidup modern. Perubahan sikap, sifat atau gaya hidup individu itu terjadi akibat terjadi perubahan kehidupan masyarakat yakni dari masyarakat tradisional kemasyarakat yang sudah maju (industri)
Dari beberapa defenisi kedua hal tersebut, maka yang perlu diketahui kaitan antara inovasi dan modernisasi. Inovasi dan modernisasi kedua-duanya merupakan perubahan sosial, perbedaanya hanya pada penekanan ciri dari perubahan itu. Inovasi menekankan pada ciiri adanya sesuatu yang diamati sebagai sesuatu yang baru bagi individu masyarakat, sedangkan modernisasi menekankan pada perubahan dari masyarakat yang tradisional ke masyarakat modern, atau dari yang belum maju ke yang sudah maju.[2]
Karateristik Inovasi
            Karakteristik inovasi merupakan sesuatu yang mempengaruhi cepat lambatnya inovasi. Everet M. Rogers (1983) mengemukakan 5 macam karakteristik inovasi: keuntungan relatif, kompetibel, kompleksitas, trialabilitas, dapat diamati (observabilitas).[3]
            Zaltman, Duncan, dan holbek (1973), mengemukakan atribut inovasi dapat berpengaruh terhadap cepat lambatnya diterimanya suatu inovasi, yaitu pembiayaan, modal, resiko dan ketidak pastian, mudah dikomunikasikan, kompatabilitas, kompleksitas, status ilmiah, kadar keaslian, dapat dilihat kemanfaatanya, dapat dilihat batas sebelumnya, keterlibatan sasaran perubahan, hubungan interpersonal, kepentingan umum atau pribadi, tersedianya penyuluh inovasi.
Inovasi Pendidikan
            Inovasi pendidikan adalam inovasi dalam pendidikan atau inovasi untuk memecahkan masalah pendidikan atau untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Inovasi pendidikan mencakup komponen sistem pendidikan, baik sistem dalam arti sekolah, perguruan tinggi atau lembaga pendidikan yang lain, maupun sistem arti yang luas misalnya sistem pendidikan nasional. Antara lain komponen inovasi pendidikan sperti dalam: pembinaan personalia, banyak personal dan wilayah kerja, fasilitas fisik, penggunaan waktu, perumusan tujuan, prosedur, peran yang diperlukan, wawasan dan perasaan, bentuk hubungan antar bagian (mekanisme kerja), hubungan dengan sistem yang lain.[4]
            Strategi untuk melaksanakan inovasi biasanya dilakukan terhaadap inovasi, penilaian terhadap inovasi, percobaan inovasi.

I.         MODEL INOVASI PENDIDIKAN
Pendahuluan
            Model inovasi pendidikan yang akan dibicarakan di sini adalah model inovasi pendidikan yang menerapkan difusi inovasi dalam bidang pendidkan. Kita telah mengetahui bahwa inovasi termasuk bagian dari perubahan sosial, dan inovasi pendidikan merupakan bagian dari inovasi. Mengingat dalam penyelenggara pendidikan formal adalah suatu organisasi maka pola inovasi dalam organisasi yang lebih sesuai diterapkan dalam bidang pendidikan. Namun demikian organisasi pendidikan mempunyai karakteristik atau keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan organisasi yang lain diluar bidang pendidikan.
            Inovasi pendidikan sangat perlu melakukan perencanaan, karena tanpa rencana yang mantap inovasi tidak akan efektif, setelah diketahui tentang model perencanaan inovasi pendidikan, dilanjutkan dengan pembicaraan tentang beberapa model inovasi pendidikan. Kemudian juga perlu deketahui tentang petunjuk untuk mengadakan inovasi pendidikan di sekolah.[5]
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Inovasi Pendidikan
            Lembaga pendidikan formal seperti sekolah dasar, sekolah menengah, dan perguruan tinggi, adalah suatu sub sistem dari sistem sosial. Jika terjadi perubahan dalam sistem sosial, maka lembaga pendidkan formal tersebut juga akan mengalami perubahan, dan sebaliknyajika lembaga pendidkan mengalami perubahan maka hasilnya akan berpengaruh terhadap sistem sosial.
            Faktor-faktor yang mempengaruhi proses inovasi pendidikan yaitu: kegiatan belajar-mengajar, faktor internal dan eksternal, dan sistem pendidikan (pengelolaan dan pengawasan).[6]
            Kagiatan belajar-mengajar  banyak mengandung kelemahan maka sangat besar pengaruhnya untuk menimbulkan gagasan prlunya inovasi. Faktor internal yang mempengaruhi inovasi pendidikan ialah siswa, sedangkan faktor eksternal orang tua murid dan warga masyarakat. Adapun guru, konselor, administrator pendidikan, para ahli pendidik (profesi pendidikan) termasuk faktor internal maupun ekternal dalam proses inovasi pendidikan.
Perencanaan Inovasi Pendidikan
            Perencanaan adalah suatu suatu persiapan dan pengambilan keputusan untuk berbuat secara sistematik yaitu merupakan serangkaian keaktifan berkelanjutan dan saling melengkapi untuk mencapai suatuu tujuan. Perencanaan merupakn hal yang mutlak diperlukan suksesnya inovasi pendidkan. Ada tiga macam hubungan antara sistem dengan lingkungannya yaitu: reaktif, proaktif, dan interaktif.
            Hubungan proaktif dan interaktif yang relefan dengan adanya inovasi pendidikan (perubahan inovasi yang direncanakan). Model perencanaan inovasi pendidikan proaktif interaktif dengan ciri utama: terbuka, fleksibel, keseluruhan dan hubungan.
Beberapa Model Inovasi Pendidikan
Berdasarkan berbagai model perencanaan pendidikan maka terdapat juga berbagai model inovasi pendidikan. Model penelitian pengembangan dan difusi(RD & D model), model pengembangan organisasi dan moddel konfigurasi.
Model Inovasi Penelitian, Pengembangan Dan Difusi (Rd & D Model)
Model inovasi penelitian, pengembangan dan difusi (RD & D model) sangat besar pengaruhnya terhadap pengembangan pendidikan. Model inovasi ini berdasarkan pemikiran bahwa setiap orang tentu memerlukan perubahan, dan unsur pokok dari dari perubahan ialah penelitian, pengemabangan, dan difusi. Agar benar-benar diketahu dengan tepat permasalahan yang dihadapi serta kebutuhan yang diperlukan, maka langkah pertama yang harus dilakukan dalam usaha mengadakan perubahan pendidikan ialah melakukan kegiatan penelitian pendidikan. Hasil penelitian tidak dapat langsung didayagunakan oleh pemakai perlu dikembangkan lebih dahulu dalam pola yang bersifat operasional. Guru harus mampu mengembangkan pikiran anak melalui langkah-langkah mengajar yang tepat berdasarkan proses perkembangan pikir anak. Dengan demikian langkah kedua yang harus dilakukan ialah langkah: pengembangan. Hasil proses pengembangan berupa suatu inovasi, yang harus disebarluaskan atau di difusikan. Maka langkah yang ketiga ialah langkah difusi.
Educationnal respouces Informastion Center (ERIC) ialah suatu jaringan yang mencakup wilayah nasional untuk mencari, menyeleksi, mengabstraksi, membuat indeks, menyimpan, menyempurnakan dan mendiseminasikan informasi tentang penelitian dan sumber pendidikan.
Research and Developmenn Center terdapat di pergurruan tinggi atau lembaga pendidikan yang lain, dengan staf (pengurus) yang memilki keahlian dalam bidang atau permasalahan tertentu dan diharapkan dapat segera menangani masalah pendidikan atau menghasilkan suatu inovasi pendidikan.
Regional Educational Laboratories, ialah suatu lembaga yang didesain untuk menangani pengembangan pendidikan dan strategi penerapan inovasi pendidikan . setiap laboratorium memusatkan peerhatiannya pada masalah tertentu, dan bertugas untuk mengembangkan dan mendemonstrsikan alternatif pemecahan masalah pendidikan, seperti materials (bahan media instruksional) dan berbagai macam latihan atau metode yang digunakan di sekolah.

Model Pengembangan Organisasi
            Moodel ini lebih berorientasi pada organisasi daripada berorientasi dari pada sistem sosial. Model ini berpusat pada sekolah atau sistem persekolahan. Model pengembangan organisasi ini berbeda dengan model pengembangan dan difusi. Model penelitian pengembangan dan difusi (RD & D) lebih tepat untuk menyebarkan inovasi pada tingkan regional atau nasional, karena penelitian pendidikan lebih tepat jika dilakukan pada tingkat regional atau nasional. Dengan menggunakan model ini diharapkan sekolah mampu memprsiapkan diri untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
Moddel Konfigurasi
            Model konfigurasi atau juga disebut konfigurasi teori difusi inovasi dan juga dikenal dengan istilah CLER (Cofiguratioans, Lingkages, Environment, and  Resources) ialah pendekatan secara komprehensif untuk mengembangkan strategi inovasi pada situasi yang berbeda. Model ini bersifat umum yang memungkinkan adanya klaasifikasi dari situasi perubahan yang terjadi. Model ini menekankan pada batasan tentang serangkaian situasi perubahan pada waktu tertentu.
            Model konfigurasi pada hakikatnya merupakan model untuk mengatur keempat faktor yang mempengaruhi inovasi, sehingga penerapan inovasi yang dilkukan dapat berfungsi secara optimal. Keempat faktor tersebut ialah: Konfigurasi, Hubungan, Hubungan, Lingkungan dan Sumber.[7]
Petunjuk Penerapan Inovasi Pada Suatu Sekolah
            Petunjuk penerapan inovasi pada suatu sekolah yaitu dengan cara penerapan ide untuk memperbaiki atau memecahkan masalah sekolah yang penerapannya merupakan sesuatu yang diamati sebagai sesuatu yang baru (inovasi):
·      Buatlah rumusan yang jelas tentang inovasi yang akan diterapkan
·      Gunakan metode atau cara yang memberikan kesempatan anggota sistem sekolah untuk berpartisipasi secara aktif dalam usaha merubah pribadinya atau sekolah.
·      Gunakan berbagai macam alternatif untuk mempermudah penerapan inovasi.
·      Gunakan berbagai macam alternatif untuk mempermudah penerapan inovasi.
·      Gunakan data atau informasiyang sudah ada untuk bahan pertimbangan dalam menysun perencanaan dan penerapan inovasi.
·      Gunakan tambahan data untuk mempermudah fasilitas terjadi penerapan inovasi.
·      Gunakan pemanfaatan dari pengalaman sekolah atau lembaga lain. Buatlah secara positif untuk mendapatkan kepercayaan.
·      Mau menerima tanggung jawab pribadi.
·      Usakan adanya pengorganisasian kegiatan yang memungkinkan terjadinya kepemimpinan yang efektif.
·      Usahakan mencari jawaban atas berbagai macam pertanyaan dasar tentang inovasi di sekolah. Dengan menjawab pertanyaan tersebut dapat menunjang kelancaran program inovasi yang dilakukan di sekolah.
·      Proses penerapan inovasi pendidikan akan lancar dan dapat mencapai tujuan dengan efektif jika program inovasi dipersiapkan  dan direncanakan dengan matang.[8]

II.      HAMBATAN DIFUSI INOVASI
Pendahuluan
            Sudah diketahui bahwa inovasi merupakan bagian dari perubahan sistem sosial. Sasaran inovasi adalah anggota sistem sosial, yang hidup dalam sistem sosial yang diatur dengan berbagai macam pranata peraturan sosial. Dengan demikian maka proses inovasi dipengaruhi oleh berbagai macam pranata sosial. Dari hasil penelitian yang dilakukanoleh para ahli ternyata terdapat berbagai faktor yang merupakan hambatan proses difusi inovasi yang berkaitan dengan aplikasi bidang ilmu dalam sistem sosial seperti: ekonomi, sejarah, geografi, politik, antropologi, sosiologi, dan peikologi.[9]
            Di samping itu juga enam faktor utama yang menghambat difusi inovasi yang ditemukan bedasarkan penggolongan dari berbagai macam faktor yang menghambat pelaksanaan difusi inovasi.
Dengan mengetahui berbagai penghambat inovasi tentu kita akan dapat  memahami betapa sukarnya untuk melaksanakan difusi inovasi secara efektif. Berdasarkan pemahaman tentang hal-hal yang dapat menghambat difusi inovaasi, kita dapat berusaha menghindari atau mengatasi kemungkinan hambatan yang akan terjadi jika kita ikut berpartisipasi dalam kegiatan difusi inovasi.
Dengan demikian perlu diketahui faktor-faktor yang menghambat difusi inovasi dalam kaitannya dengan pranata sistem sosial, kemudian dilanjutkan dengan enam faktor utama yang menghambat difusi inovasi.
Faktor-Faktor Hambatan Difusi Inovasi Berkaitan Dengan Pranata Sosial
            Berdasarkan tinjauan dari aplikasi bidang ilmu pengetahuan sosial,yang sudah sering disebut dalam pelaksanaan difusi inovasi di negara berkembang. Bagian-bagian ilmu sosial yang mencakup geografi, sejarah, politik, sosial budaya, psikologi dan ekonomi, kemudian ditambah satu lagi kategori yang disebut “prosedur” untuk menampung berbagai kejadian yang tidak jelas masuk dalam salah satu bidang ilmu tersebut.[10]
Enam Faktor Utama Hambatan Inovasi
            Dari berbagi macam hambatan nyang dikemukakan tersebut, merupakan kombinasi penafsiran pengertian dari orang yang menyusun item dan dari responden. Oleh karena dapat juga terjadi perbedaan arti dari responden yang berbeda. Ada kecenderungan responden tertentu akan memberikan respon yang hampir sama terhadap keseluruhan item. Kemudian setelah data dianalisis kembali berdasarkan penafsiran yang umunya diberikan responden disamping analisa sstatistik dan juga variasi jawaban responden, maka diperoleh 6 faktor utama hambatan difusi inovasi yaitu: Estimasi tidak tepat, konflik pribadi dan motivasi, proses inovasi tidak berkembang, masalah finansial, penolakan dari kelompok tertentu, dan kurangnya hubungan sosial.[11]





[1]  Ibrahim, Inovasi Pendidikan (Bab II), Departemen Pendidkan dan Kebudayaan DITJEN Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Jakarta 1988, Hal. 42
[2]  Ibid, Hal. 44
[3]  Ibid, Hal. 58
[4]  Ibid, Hal. 56
[5]  Ibrahim, Inovasi Pendidikan (Bab VIII), Departemen Pendidkan dan Kebudayaan DITJEN Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Jakarta 1988, Hal 161.

[6]  Ibid, Hal. 162
[7]  Ibid, Hal. 181
[8]  Ibid, Hal. Hal. 186
[9]  Ibrahim, Inovasi Pendidikan (Bab VI), Departemen Pendidkan dan Kebudayaan DITJEN Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Jakarta 1988, Hal 118.

[10]  Ibid, Hal. 119
[11]  Ibid, Hal. 122

INOVASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM



INOVASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
“Pembelajaran PAI Berbasis Inquiri’’

Tugas ini ditulis sebagai tugas UAS mata kuliah Inovasi Pembelajaran Pai
                         Dosen Pengampu : Prof. Dr. Muhaimin M.A
                                                       Dr. Hj. Sutiah, M.Pd



Oleh :
Sunardin Syamsuddin
201010290211005


PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU AGAMA ISLAM
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

A.    Pendahuluan
Lembaga pendidikan Islam bisa dikategorikan sebagai lembaga industri mulia (noble industri) karena mengemban misi ganda, yaitu profit sakaligus sosial. Misi profit, yaitu untuk mencapai keuntungan, ini dapat dicapai ketika efisiensi dan efektivitas dana bisa tercapai, sehingga pemasukan (income) lebih besar dari biaya operasional. Misi Sosial bertujuan untuk mewariskan dan menginternalisasikan nilai luhur. Misi kedua ini dapat dicapai secara maksimal apabila lembaga pendidikan Islam tersebut memiliki modal human-capital dan sosial capital yang memadai dan juga memiliki tingkat keefektifan dan efesiensi yang tinggi, itulah sebabnya mengelola lembaga pendidikan Islam tidak hanya dibutuhkan profesionalisme yang tinggi, tetapi juga niat-niat suci lainnya[1], termasuk didalamnya menginovasi berbagai metode pembelajaran.  
Pada dasarnya pendidikan Islam menekankan pada “bimbingan” bukan “pengajaran” yang mengandung konotasi otoritatif pihak pelaksana pendidikan, katakanlah guru, dengan bimbingan sesuai dengan ajaran-ajaran Islam, maka anak didik mempunyai ruang gerak yang cukup luas mengaktualisasikan segala potensi yang di milikinya. Disini guru, berfungsi sebagai “fasilitator” penunjuk jalan kearah penggalian potensi anak didik, dengan demikian guru bukanlah segala-galanya, sehingga guru cenderung menganggap anak didik bukan apa-apa, selain manusia yang kosong yang perlu di isi[2]. Dengan kerangka dasar pengertian ini, maka guru menghormati anak didik sebagai individu yang memilliki berbagai potensi, Dari kerangka pengertian dan hubungan antara peserta didik dengan pendidik, dapat pula sekaligus dihindari, apa yang disebut “Bangking concep[3]” dalam pendidikan yang banyak dikritik dewasa ini. Penerapan semacam ini yang dicoba inquiri.
Pendidikan Islam dalam era globalisasi ini menghadapi tantangan terutama moral sosial yaitu kegiatan penataan kehidupan yang paling baik yang seharusnya dialami oleh generasi muda agar mampu menghadapi masa depan dengan integritas (kesatuan) yang tangguh. Untuk itu maka Pendidikan Islam diharapkan mampu menyusun polapikir yang sistematis untuk membina pribadi muslim yang kreatif dan berintegritas tinggi, sehingga mampu menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di masyarakat. Dengan demikian maka pendidikan Islam dapat mengajarkan moral positif yang berakar pada nilai-nilai Islami, sebagai pendorong moral reasoning atau penalaran akhlak yang sangat dibutuhkan untuk menentukan pilihan dan keputusan tentang masalah-masalah baru yang muncul dalam proses pembangunan ini[4].
Keberhasilan proses belajar mengajar dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Baik itu secara teknis maupun nonteknis. Tidak hanya guru dan murid yang berperan dalam keberhasilan pendidikan akan tetapi lebih dari itu juga harus ditunjang aspek lain. Salah satu aspek yang sangat penting dalam rangka mencapai tujuan pendidikan adalah metode.
Seorang guru perlu mengetahui sekaligus mengusai berbagai metode dan strategi belajar mengajar yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Mengingat posisi guru yang sangat signifikan dengan pendidikan sebagai fasilitator dan pembimbing, maka dari sini sesungguhnya guru memiliki tugas yang lebih berat tidak hanya memegang fungsi transfer pengetahuan akan tetapi lebih dari itu guru harus mampu menfasilitasi siswa dalam mengembangkan dirinya disertai dengan bimbingan yang intensif. Oleh karena itu guru dituntut untuk lebih kreatif, selektif dan proaktif dalam mengakomodir kebutuhan siswa guru juga lebih peka terhadap karakteristik maupun psikis siswa. Beberapa usaha yang dapat dilakukan guru dalam rangka menciptakan kondisi yang efektif dan kondusif adalah kecekataan dalam memilih sebuah metode dengan pendekatan emosional dan psikologis siswa untuk itu seorang guru bukan hanya dituntut untuk bisa menguasai teknik pengelolahan kelas, keterampilan, mengajar, pemanfaatan sumber belajar, penguasaan emosional siswa, penguasaan kondisi kelas dan sebagainya.
Dalam pengelolahan kelas dan penguasaan emosional siswa, biasanya sangat tergantung pada metode pengajaran guru disaat kegiatan pembelajaran berlangsung. Jika guru kurang jeli dalam memilih metode Mengajar maka akan menimbulkan kondisi jenuh, membosankan, monoton dan kurang direspon oleh siswa yang berujung pada tidak maksimalnya pemahaman siswa terhadap materi. Oleh karena itu menghindari keadaan seperti itu maka harus diambil sebuah kebijakan dengan menerapkan sebuah metode yang sekiranya dapat mengantisipasi demi tercapainya tujuan belajar. Sebenarnya dari beberapa metode mengajar tersebut tidak ada satupun yang merupakan metode mengajar yang terbaik. Karena hal ini tergantung dari kondisi siswa itu sendiri pada hakikatnya sebuah metode mengajar adalah baik, karena mengandung unsur keaktifan belajar dari semua komponen maka dari itu dalam penilaian metode hendaknya disesuaikan dengan karakteristik dan kondisi siswa.
Selama ini metode yang digunakan oleh guru-guru dalam proses pembelajaran adalah metode pembelajaran konvensional yang hanya meliputi siswa datang, duduk, menulis materi yang telah dituliskan oleh guru dipapan tulis, mendengarkan guru menjelaskan materi dan mengerjakan tugas, dengan menggunakan metode yang masih konvensioanal yaitu metode ceramah, dengan menggunakan metode ceramah cenderung pasif dalam proses pembelajaran, dan cepat bosan bila mendengarkan penjelasan dari guru, banyak siswa yang ngantuk ketika mengikuti pembelajaran.
Dari situasi pembelajaran semacam ini hampir tidak ada kesempatan bagi siswa untuk menuangkan kreatifitasnya (rasa, cipta, karsa) guna mengaktualisasikan potensi dirinya untuk berinovasi, ataupun berbagi diri (sharing) untuk sedini mungkin mengoptimalkan kemampuan, mengidentifikasi, merumuskan, mendiagnosis, dan sedapat mungkin memecahkan masalah (problem solving).
Demikian juga para guru kurang atau hampir tidak di bekali dengan metodologi yang variatif untuk membelajarkan materi pelajaran secara inovatif dan pembelajaran yang aktif (active learning). Pikiran para guru selalu dipenuhi dengan upaya mengajarkan apa yang ada dalam kurikulum dan sedapat mungkin mengejar target mata pelajaran yang telah dirumuskan dalam kurikulum, mereka hampir tidak perpikir akan upaya meyakinkan siswa untuk belajar dikelas maupun di luar kelas yang memiliki relevansi dan kondisi perubahan sosial masyarakat yang ada disekitar kehidupannya. Suatu kondisi yang akan segera mereka temui setelah menyelesaikan studinya, lebih-lebih sekolah yang memiliki misi yang menyiapkan calon pelajar pada jenjang yang lebih tinggi. Seyogyanya sudah harus dibiasakan akan model pembelajaran aktif, sebab tanpa dasar pengalaman belajar aktif akan sangat sulit bagi mereka untuk menerapkan strategi pembelajaran aktif dikelas–kelas yang mereka hadapi.
Model pembelajaran aktif nampaknya merupakan jawaban atas permasalahan tentang rendahnya mutu kualitas pembelajaran ini diharapkan lebih meningkat, sebab pada model pembelajaran ini keaktifan siswa atau peserta didik lebih diutamakan. Dengan pelibatan mereka secara aktif dalam proses pembelajaran, maka mereka mengalami atau bahkan menemukan ilmu yang akan menjadi pengetahuan yang mempribadi. Untuk mencapai kualitas pembelajaran itulah, maka keterampilan guru dalam proses pembelajaran antara lain mencakup; keterampilan merencanakan pembelajaran, keterampilan melaksanakan pembelajaran dan keterampilan mengevaluasi proses pembelajaran baik yang akan dilaksanakan mupun yang sudah dilaksanakan.
Pendekatan pembelajaranpun seharusnya juga diubah, pendekatan pembelajaran yang berorentasi pada guru (teacher oriented) harus diubah menjadi pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa (student oriented) Pentingnya perubahan pendekatan pembelajaran ini dapat kita kaitkan dengan ungkapan filosofis besar cina Konfusius yakni “apa yang saya dengar, saya lupa; apa yang saya lihat, saya ingat; apa yang saya lakukan, saya paham”. Ungkapan Konfisius tersebut memberikan inspirasi terhadap pendekatan pembelajaran dikelas yang sering dikenal dengan istilah (active learning). Dalam model ini, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan ditemukan, dibentuk dan dikembangkan oleh siswa sendiri[5].
Berangkat dari inovasi pembelajaran dan pentingnya perubahan pendekatan pembelajaran yang juga karena tuntutan perubahan kurikulum dan demi peningkatan kualitas out put pendidikan, maka tulisan fokuskan pada pembahasan ini pada metode pembelajaran inquiry.
B.     Pembelajaran berbasis inquiri

Inquiry berasal dari bahasa inggris “inquiry”, yang secara harfiah berarti penyelidikan. Carin dan Sund (1975) mengemukakan bahwa inquiry adalah the process of investigation a problem. Adapun Piaget mengemukakan bahwa metode inquiry merupakan metode yang mempersiapkan peserta didik untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari jawabannya sendiri, serta menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan peserta didik lain.[6]
Inquiry adalah yaitu menemukan. Metode inquiry adalah suatu teknik atau cara yang digunakan guru untuk mengajar kedepan kelas, adapun pelaksanaannya sebagai berikut: guru membagi tugas meneliti sesuatu masalah, siswa dibagi beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu. Kemudian mereka mempelajari, meneliti dan membahas tugasnya didalam kelompok. Setelah hasil kerja kelompok mereka mendiskusikan, kemudian baru didiskusikan dalam forum[7].
Metode inquiry adalah cara penyampaian bahan pengajaran dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar mengembangkan potensi intelektualnya dalam jalinan kegiatan yang disusunnya sendiri untuk menemukan sesuatu sebagai jawaban yang meyakinkan terhadap permasalahan yang dihadapkan kepadanya melalui proses pelacakan data dan informasi serta pemikiran yang logis, kritis (teliti dalam menghadapi sesuatu) dan sistematis (teratur).[8]
Pembelajaran dengan metode inquiry merupakan satu komponen penting dalam pembaruan pendidikan. Karena dalam pembelajaran dengan metode ini siswa di dorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri. dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri[9].
            Jadi inquiry memberikan kepada siswa pengalaman-pengalaman belajar yang nyata dan kreatif. Siswa diharapkan mengambil inisiatif, mereka dilatih bagaimana memecahkan masalah, membuat keputusan, dan memperoleh keterampilan. inquiry memungkinkan siswa dalam berbagai tahap perkembangannya bekerja dengan masalah-masalah yang sama dan bahkan mereka bekerja sama mencari solusi terhadap masalah-masalah yang sedang dihadapi.
Melakukan inquiry berarti melibatkan diri dalam tanya jawab, mencari informasi dan melakukan penyelidikan. Karena itu metode inquiry dalam proses belajar mengajar adalah strategi yang melibatkan siswa dalam tanya jawab, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan. Dalam pelaksanaan siswa bertanggung jawab untuk memberi ide atau pemikiran dan pertanyaan untuk dieksplorasi (diselidiki), mengajukan hipotesa untuk diuji, mengumpulkan dan mengorganisir data yang dipakai untuk menguji hipotesa dan sampai pada pengambilan kesimpulan yang masih tentative (sebagai percobaan)[10].
Juga pembelajaran inquiri merupakan pembelajaran yang menyenangkan/gembira, dimana dalam prakteknya langsung pada lapangan dan bukan hanya teori, hal ini sebagaimana pendapat (Darmansyah :2010)  Hasil penelitian dalam dekade terakhir mengungkapkan belajar yang efektif, jika peserta didik dalam keadaan gembira. Kegembiraan dalam belajar telah terbukti memberikan efek yang luar biasa terhadap pencapaian hasil belajar peserta didik. Bahkan potensi kecerdasan intelektual yang selama ini menjadi “Primadona” sebagai penentu keberhasilan belajar, ternyata tidak sepenuhnya benar, kecerdasan emosional telah memberikan kontibusi yang signifikan terhadap efektivitas pembelajaran disamping kecerdasan intelektual[11].
Ketika peserta didik mendapat rangsangan menyenangkan dari lingkungannya, akan terjadi berbagai”sentuhan tingkat tinggi” pada diri peserta yang membuat mereka lebih aktif dan kreatif secara mental dan fisik, inilah pembelajaran inquiri mental dan fisik diutamakan, ketika tersenyum atau tertawa aliran darahnya akan semakin lancar”menjalar” ke seluruh anggota tubuh yang membuatnya semakin aktif. Otak mereka menerima suplai darah yang memadai (ketika bahagia/tersenyum) akan mempermudahkan mereka berpikir dan memproses informasi, baik dalam memori jangka pendek dan jangka panjang, informasi yang masuk kedalam otak memori yang melibatkan emosi secara mendalam, akan memudahkan siswa mengingat pelajaran saat mereka perlukan, Artinya kenyamanan dan kesenangan yang dinikmati oleh peserta didik itu sangat membantu mereka mencapai hasil belajar secara optimal.
Metode inquiry ini berasal dari John Dewey. Maksud utama metode ini adalah memberikan latihan kepada murid dalam berfikir. Metode ini dapat menghindarkan untuk membuat kesimpulan tergesa-gesa, menimbang-nimbang kemungkinan pemecahan dan menangguhkan pengambilan keputusan sampai terdapat bukti-bukti yang cukup[12].
Metode inquiry juga dikembangkan oleh Suchman untuk mengajar siswa memahami proses penelitian. Metode inquiry menurut Suchman adalah suatu metode yang merangsang murid untuk berfikir, menganalisa suatu persoalan sehingga menemukan pemecahannya. Suchman tertarik untuk membantu siswa melakukan penelitian secara mandiri dan disiplin. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa anak-anak selalu memiliki rasa ingin tahu. Suchman menginginkan siswa mempertanyakan mengapa suatu peristiwa terjadi dan menelitinya dengan cara mengumpulkan data dan mengolah data secara logis. Dengan demikian maka metode inquiry akan memperkuat dorongan alami untuk melakukan eksplorasi dengan semangat besar dan dengan penuh kesungguhan.
Metode ini mengembangkan kemampuan berfikir yang dipupuk dengan adanya kesempatan untuk mengobservasi problema mengumpulkan data, menganalisa data, menyusun suatu hipotesa, mencari hubungan data yang hilang dari data yang telah terkumpul untuk kemudian menarik kesimpulan yang merupakan hasil pemecahan masalah tersebut.
Cara berfikir yang menghasilkan suatu kesimpulan atau keputusan yang diyakini kebenarannya karena seluruh proses pemecahan masalah itu telah diikuti dan di kontrol dari data yang pertama dan yang berhasil dikumpulkan dan di analisa sampai kepada kesimpulan yang ditarik atau ditetapkan. Cara berfikir semacam itu benar-benar dapat dikembangkan dengan menggunakan metode pemecahan masalah.
Inquiry merupakan teknik yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri, serta -menghubungkan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan peserta didik lainnya. inquiry sebagai teknik pengajaran mengandung arti bahwa dalam proses kegiatan mengajar berlangsung harus dapat mendorong dan dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif dalam belajar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode inquiry adalah suatu metode pengajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan sendiri pengetahuan yang sebelumnya belum mereka ketahui.
C. Landasan Filosifis Kontruktivistik Dalam Metode Inquiry

Teori pembelajaran kontruktivistik merupakan teori pembelajaran inquiry, merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan siswa harus menemukan sendiri dan menstransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapakan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susuh payah dengan ide-ide[13]. Konstruktivistik juga merupakan landasan berfikir pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.           Pengetahuaan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuaan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata[14].
Menurut teori ini, satu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan dibenaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan siswa kesempatan untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan membelajarkan siswa dengan cara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa kepemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjatnya. Esensi dari teory kontrutivistik dan metode inquiry adalah ide bahwa harus siswa sendiri yang menemukan dan menstransformasikan sendiri suatu informasi kompleks apabila mereka menginginkan informasi itu menjadi miliknya. Kontrutivisme adalah suatu pendapat yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem arti dan pemahaman terhadap realita melalui pengalaman dan interaksi mereka.
Menurut pandangan kontrutivisme anak secara aktif membangun pengetahuan dengan cara terus menerus mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru, dengan kata lain kontrutivisme adalah teori perkembangan kognitif yang menekankan peran aktif siswa dalam membangun pemahaman mereka tentang realita. Pendekatan kontruktivis dalam pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara intensif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami kosep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mediskusikan masalah-masalah itu dengan temannya. Dan pada dasarnya aliran kontrutuvistik menghendaki bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Belajar bermakna tidak akan terwujud hanya dengan mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkontruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Esensi dari teori kontruktivistik adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentrasformasikan suatu informasi kompleks kesituasi lai, dan apabila dikehendaki,  informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuaan mereka melalui
  1. Penggunaan Metode Inquiry
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, akan tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan. Siklus Inquiry antara lain:
a. Observasi (observation)
b. Bertanya (questioning)
c. Mengajukan dugaan (Hypothesis)
d. Pengumpulan data (Data Gathering)
e. Penyimpulan (Conclusion)

Langkah-langkah kegiatan menemukan (Inquiry), yaitu:

a. Merumuskan masalah
b. Mengamati atau melakukan observasi
c. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, bagan, table,
    dan lainnya.
d. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada teman sekelas,
guru atau audien yang lain[15].

  1. Tingkatan-tingkatan Inquiry
Berdasarkan komponen-komponen dalam proses Inquiry yang meliputi topik masalah, sumber masalah atau pertanyaan, bahan, prosedur atau rancangan kegiatan, pengumpulan dan analisis data serta pengambilan kesimpulan Bonnstetter (2000) membedakan Inquiry menjadi lima tingkat yaitu praktikum (tradisional hands-on), pengalaman sains terstruktur (structured science experiences), Inquiry terbimbing (guided inquiry), Inquiry siswa mandiri (student directed inquiry), dan Penelitian siswa (student research). Klasifikasi Inquiry menurut Bonnstetter (2000) didasarkan pada tingkat kesederhanaan kegiatan siswa dan dinyatakan sebaiknya penerapan Inquiry merupakan suatu kontinum yaitu dimulai dari yang paling sederhana terlebih dahulu.
a. Traditional hands-on Praktikum (tradisional hands-on) adalah tipe Inquiry yang paling sederhana. Dalam praktikum guru menyediakan seluruh keperluan mulai dari topik sampai kesimpulan yang harus ditemukan siswa dalam bentuk buku petunjuk yang lengkap. Pada tingkat ini komponen esensial dari Inquiry yakni pertanyaan atau masalah tidak muncul,
b. Pengalaman sains terstruktur (structured science experiences), yaitu kegiatan Inquiry di mana guru menentukan topik, pertanyaan, bahan dan prosedur sedangkan analisis hasil dan kesimpulan dilakukan oleh siswa.
c. Jenis yang ketiga ialah Inquiry terbimbing ( guided inquiry ), di mana siswa diberikan kesempatan untuk bekerja merumuskan prosedur, menganalisis hasil dan mengambil kesimpulan secara mandiri, sedangkan dalam hal menentukan topik, pertanyaan dan bahan penunjang, guru hanya berperan sebagai fasilitator.
d. Inquiry Siswa Mandiri (student directed inquiry), dapat dikatakan sebagai Inquiry penuh (Martin-Hansen, 2002) karena pada tingkatan ini siswa bertanggung jawab secara penuh terhadap proses belajarnya, dan guru hanya memberikan bimbingan terbatas pada pemilihan topik dan pengembangan pertanyaan.
e. Tipe Inquiry yang paling kompleks ialah penelitian siswa ( student research ). Dalam Inquiry tipe ini, guru hanya berperan sebagai fasilitator dan pembimbing sedangkan penentuan atau pemilihan dan pelaksanaan proses dari seluruh komponen Inquiry menjadi tangung jawab siswa.
F.      Tujuan Metode Inquiry

Tujuan metode inquiry adalah agar siswa terangsang oleh tugas, dan kreatif mencari serta meneliti sendiri pemecahan masalah itu, mencari sumber, dan mereka belajar bersama dalam kelompok. Tujuan utama dari pada penggunaan metode inquiry adalah untuk mengembangkan kemampuan berfikir, terutama di dalam mencari sebab akibat dan tujuan suatu masalah. Metode ini melatih murid-murid dalam cara-cara mendekati dan cara-cara mengambil langkah-langkah bila akan memecahkan suatu masalah yaitu dengan memberikan kepada murid pengetahuan kecakapan praktis yang bernilai bagi keperluan hidup sehari-hari.
Metode ini memberikan dasar-dasar pengalaman yang praktis mengenai bagaimana cara-cara memecahkan suatu masalah dan kecakapan ini dapat diterapkan bagi keperluan menghadapi masalah-masalah lainnya di dalam masyarakat.
Sedangkan menurut Roestiyah tujuan metode inquiry adalah agar siswa terangsang oleh tugas, dan kreatif mencari serta meneliti sendiri pemecahan masalah itu, mencari sumber sendiri dan mereka belajar sendiri dalam kelompok. Mengingat tujuan tersebut di atas maka pemecahan suatu masalah jangan di ajarkan sebagai pengetahuan saja, melainkan harus menjadi alat bagi murid untuk selanjutnya dapat memecahkan masalah sendiri dari segala macam masalah yang mungkin akan dijumpainya, sekarang maupun kelak, di sekolah, di rumah maupun di masyarakat. Tujuan-tujuan lainnya selain dari tujuan utama yang telah disebutkan di atas adalah:
1. Belajar bagaimana bertindak di dalam suatu situasi baru.
2. Belajar bagaimana caranya keluar dari situasi yag sulit.
3. Belajar bagaimana caranya mempertimbangkan suatu keputusan.
4. Belajar bagaimana caranya membatasi suatu persoalan.
5. Belajar bagaimana caranya menemukan pemecahan-pemecahan.
6. Belajar menyadari bahwa setiap masalah pasti ada cara tertentu untuk memecahkannya.
7. Belajar meneliti suatu masalah dari semua sudut pemecahan.
8. Belajar bekerja secara sistematis di waktu memecahkan suatu masalah.
9. Belajar menguji kebenaran suatu keputusan yang telah ditetapkan.
Selain itu juga disebutkan tujuan umum dari latihan inquiry adalah menolong siswa mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan yang dibutuhkan dengan memberikan pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu. Dapat disimpulkan tujuan dari metode inquiry ini adalah untuk membantu siswa dalam mengembangkan intelektual dan ketrampilannya yang timbul dari pertanyaan-pertanyaan dan menyelidikinya untuk mendapatkan jawaban sesuai dengan keingintahuan mereka.

G.    Model Penerapan Inquiry
Contoh sederhana tentang pembelajaran AL-Qur’an berbasis inquiri adalah sebagai berikut: Pembelajaran AL Qur’an tentang kandungan ayat “wa’fu anna wagfir lana warhamna” menurut Ath- Thabathaba’i (1983), bahwa “al-al afwu hiya idzhabu atsar adz-dzanbi wal maghfirah satruhu” ayat ini berkaitan dengan QS AL Zalzalah ayat 7-8” Faman ya’mal mistqala zarrah khairan yarah waman ya’mal zarrah syarran yarah”, kemudian dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari menyangkut profil manusia yang hidupnya diwarnai oleh nilai-nilai kebaikan dan keburukan[16].
Contoh lainnya mengenai pembelajaran AL Qur’an dan Hadis yang kandungannya menyangkut aspek keimanan, sebagaimana diketahui bahwa masalah keimanan/aqidah banyak menyentuh aspek metafisika abstrak atau supra-rasional. seorang yang banyak terlatih dengan hal-hal yang bersifat rasional mungkin sulit mencerna dan menghayati hal-hal yang supra-rasional tersebut. Untuk mengatasi kesulitan ini dapat diketahui dengan jalan mengembangkan keimanan berbasis inquiri berbasis kontestual. Melalui pendekatan ini, peserta didik diajak untuk mengamati dan mengkaji peristiwa-peristiwa kehidupan sebagai laboratorium (pendidikan agama islam), baik yang terkait dengan fenomena alam (komologi, flora,fauna, astronomi, geografi, metereologi, oceanografi, kimia, dll), fenomenal sosial, psikologis, budaya, maupun fenomena seseorang yang memiliki komitmen adan loyalitas serta dedikasi yang tinggi terhadap ajaran, nilai-nilai dan petunjuk Tuhan, ataupun sebaliknya seseorang yang kafir. Dari hasil pengamatan dan kajian peristiwa-peristiwa kehidupan (sabagai laboratorium pendidikan agama islam).
Misalnya  pembelajran tentang keimanan akan adanya Allah, takdir dan siksa neraka. Dalam hal ini terdapat kisah yang menarik sebagai berikut:
Ada seorang pemuda lulusan dari negeri Paman Sam, kembal ke tanah air, sesampainya dirumah ia meminta kepada orang tuanya untuk mencari seoarng guru agama, kiai, atau  siapapun  yang bisa menjawab tiga pertanyaannya, Akhirnya orang tua pemud itu mendapatkan orang guru tersebut.
·         Pemuda : Anda siapa? Dan apakah bisa menjawab pertanyaan saya?
·                                            Kiai       : Saya hamba Allah dengan  izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan anda.
·                                               Pemuda : Anda yakin ? sedangkan Profesor dan orang pintar saja tidak mampu menjawab pertanyaan saya.
·                                                            Kiai       : Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya.
·                                                            Pemuda : Saya punya tiga pertanyaan :
1.       Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukan wajud Tuhan kepada saya.
2.       Apakah yang dinamaka TAQDIR?
3.       Kalau setan diciptkan dari api kenapa dimasukkan ke neraka yang dibuat dari api, tentu tidak menyakitkan buat setan, sebab mereka memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak pernah berpikir sajauh itu.
Tiba-tiba kiai tersebut menampar pipi si pemuda dengan keras
·                                                            Pemuda : Kenapa Anda kepada saya? (sambil menahan sakit)
·                                        Kiai            : Saya tidak marah...Tamparan itu adalah jawaban saya atas tiga pertanyaan yang anda ajukan kepada saya.
·                                        Pemuda     : Saya sungguh-sungguh tidak mengerti
·                                        Kiai            : Bagaiman rasanya tamparan saya?
·                                        Pemuda     : Tentu saja saya merasakan sakit
·                                        Kiai            : Anda percaya bahwa sakit itu ada?
·                                        Pemuda     : YA
·                                        Kiai            : Itulah jawaban pertanyaan pertama : kita semua merasakan keberadaan Tuhan tanpa mampu melihat wajudnya.
·                                        Kiai            : apakah anda tadi malam bermimpi bahwa akan ditampar oleh saya?
·                                        Pemuda     : Tidak
·                                        Kiai            : Apakah pernah terpikir oleh Anda akan menerima sebuah tamparan dari saya hari ini?
·                                        Pemuda     : Tidak
·                                        Kiai            : Itulah yang dinamakan Takdir
·                                        Kiai            : Terbuat dari apa tangan  saya yang saya gunakan untuk menampar pipi anda?
·                                        Pemuda     : Kulit
·                                        Kiai            : terbuat dari apa pipi anda
·                                        Pemuda     : kulit
·                                        Kiai            : Bagaimana rasanya tamparan saya?
·                                        Pemuda     : Sakit
·                                         Kiai           : Walaupun setan terbuat dari api, dan neraka terbuat  dari api, Jika Tuhan berkhendak maka neraka akan menjadi tempat menyakitkan untuk setan.

H.    Keunggulan dan Kelamahan Model Inquiry
Model Inquiry ini memiliki keunggulan yaitu :
a)      Dapat membentuk dan mengembangkan konsep dasar kepada siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar ide-ide dengan lebih baik.
b)      Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru.
c)      Mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersifat jujur, obyektif, dan terbuka.
d)     Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesanya sendiri.
e)      Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik.
f)       Situasi pembelajaran lebih menggairahkan.
g)      Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
h)      Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.
i)        Menghindarkan diri dari cara belajar tradisional.


Kelemahan model Inquiry :

a)      Memerlukan waktu yang cukup lama.
b)      Tidak semua materi pelajaran mengandung masalah
c)      Memerlukan perencanaan yang teratur dan matang
d)     Tidak efektif jika terdapat beberapa siswa yang pasif.
e)      Siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental, siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.
f)       Keadaan kelas di Indonesia yang pada kenyataannya memiliki jumlah yang tidak ideal per kelasnya membuat pembelajaran inquiry ini kemungkinan besar tidak mencapai hasil yang memuaskan.
g)      Ada kritik, bahwa dalam model inquiry ini terlalu mementingkan proses pengertian saja atau lebih banyak menguras aspek kognitif namun kurang memperhatikan perkembangan sikap bagi siswa.





















I.       Penutup
Dari pemaparan-pemaparan di atas, dapat penulis memberikan kesimpulan bahwa untuk memahami pendidikan secara komprehensif menyeluruh maka kita menggunakan berbagai macam metode, diantarannya adalah Inquiry berasal dari bahasa inggris “inquiry”, yang secara harfiah berarti penyelidikan. Pembelajaran dengan metode inquiry merupakan satu komponen penting dalam pembaruan pendidikan. Karena dalam pembelajaran dengan metode ini siswa di dorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri. dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
Diantara metodenya adalah: Observasi (observation), Bertanya (questioning), Mengajukan dugaan (Hypothesis), Pengumpulan data (Data Gathering), Penyimpulan (Conclusion).
Tujuan utama dari pada penggunaan metode inquiry adalah untuk mengembangkan kemampuan berfikir, terutama di dalam mencari sebab akibat dan tujuan suatu masalah. Metode ini melatih murid-murid dalam cara-cara mendekati dan cara-cara mengambil langkah-langkah bila akan memecahkan suatu masalah yaitu dengan memberikan kepada murid pengetahuan kecakapan praktis yang bernilai bagi keperluan hidup sehari-hari.    Waallahu a’lam bisshowab.

Saran-saran :
Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis memberikan saran dan harapan bahwa metode pembelajaran PAI berbasis inquiry, sudah seharusnya guru guru mempelajari, mendalami dan mempraktikkan dalam proses belajar mengajarnya terutama Guru PAI. Sehingga terwujud pembelajaran yang menyenangkan”.



Daftar Pustaka
Sutiah, Dkk. 2009.. Manajemen Pendidikan  Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah. Jakarta : Pernada Media Group,
Silberman & Fatah Yasin, 2008, Dimensi – Dimensi Pendidikan Islam (Malang: UIN – Malang Pres).

Mulyasa, 2008.. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.

Darmansyah. 2010. Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor. Jakarta Bumi Aksara.

Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu Dalam Teori Dan Praktek. Jakarta : Prestasi Pustaka,


Slameto. 1993. Proses Belajar Mengajar Dalam Proses Kredit Semester SKS. (Jakarta: Bumi
Aksara,

Nurhadi & A. G Senduk. 2004. Pembelajaran kontekstual (CTL) Dan Penerapannya dalam KBK. (Malang: Universitas Negeri Malang,)

Rostiyah, 1991. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta : PT. Rineka Cipta,)
________, 1989. Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Bima Aksara,)

Sunaryo. 1989. Strategi Belajar Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (Malang: IKIP Malang,)

Muhaimin, 1996. Strategi Belajar Mengajar (Surabaya: CV Citra media,)
___________.  2009. Rekonstruksi Pendidikan Islam. Jakarta : Raja Grafindo
Tim Dosen IAIN Sunan Ampel Malang. Dasar-Dasar Kependidikan Islam (Surabaya: P.T
Karya Aditama)



[1] . Sutiah, Dkk. Manajemen Pendidikan  Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah. Jakarta : Pernada Media Group, 2009. Hal.5
[2] . Azymardi Azra. Pendidikan Islam, Tradisi dan modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta. Wacana Ilmu.2002. hal. 6-7
[3] . Bangking Concep of Education, (konsep pendidikan anak) adalah  satu istilah yang diperkenalkan Paulo Faire, Pedagogy of the opressed, Pinguin Books. 1978. konsep ini merupakan satu gejala dimana guru berlaku sebagai penyimpan yang  memperlakukan murid-muridnya sebagai tempat penyimpan semacam Bank, yang kosong dan perlu diisi. Dalam proses semacam ini murid-murid tidak lebih sebagai gudang, yang tidak kreatif sama sekali. Murid dianggap berada dalam kebodohan absolut (absolute ignorance), ini merupakan satu penindasan kesadaran manusia. membangkitkan kesadaran manusia yang tertindas dalam kultur bisu (cultur of silance) ini diperlukan conscientization atau proses penyadaran.   
[4] . Tim Dosen IAIN Sunan Ampel Malang. Dasar-Dasar Kependidikan Islam (Surabaya: P.T
Karya Aditama) hlm 127.
[5] M. Silberman dalam Fatah Yasin, Dimensi – Dimensi Pendidikan Islam (Malang: UIN – Malang Pres 2008), hlm. 181
[6] Mulyasa. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung : PT Remaja Rosda Karya. 2008., hal. 108
[7] . Rostiyah. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1991) hlm 75.
[8] . Slameto. Proses Belajar Mengajar Dalam Proses Kredit Semester SKS. (Jakarta: Bumi
Aksara, 1993) hlm 116.
[9]. Nurhadi & A. G Senduk. Pembelajaran kontekstual (CTL) Dan Penerapannya dalam KBK. (Malang: Universitas Negeri Malang, 2004)
[10] . Sunaryo. Strategi Belajar Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (Malang: IKIP Malang, 1989) hal 117.
[11] . Darmansyah. Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor. Jakarta Bumi Aksara. 2010.hal 3-4
[12] . Muhaimin. Strategi Belajar Mengajar (Surabaya: CV Citra media, 1996) hlm 88.
[13] . Trianto. Model Pembelajaran Terpadu Dalam Teori Dan Praktek. (Jakarta : Prestasi
Pustaka, 2007) hlm 26
[14] . Nurhadi & A. G Senduk. Pembelajaran kontekstual (CTL) Dan Penerapannya dalam KBK.
(Malang: Universitas Negeri Malang, 2004).
[15] . Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Bima Aksara, 1989), hlm. 76
[16] . Muhaimin.  Rekonstruksi Pendidikan Islam. Jakarta : Raja Grafindo.2009. Hal. 295